Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Minggu, 02 Mei 2010

Ke Turki Kami Mengaji

(Dimuat di Majalah Gontor, Edisi Januari 2010/Muharram-Safar 1431)
Oleh: Deden Mauli Darajat


Menempuh Master Komunikasi dan Jurnalistik (S2) Universitas Ankara, Turki
Turki memang negara modern. Tapi mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di sana harus pintar-pintar mengelola keuangan, lantaran biaya hidup di negeri Balkan itu relatif tinggi. Kecuali, jika masih mendapat kiriman dana dari keluarga di Tanah Air. Bagaimana dengan pemikiran sekularisme?


Tak pernah terbayangkan, ketika saya harus menempuh studi master (S2) Bidang Jurnalistik di Universitas Ankara, urki. Ini berawal saat mencicipi setahun sebagai wartawan HU Republika dan menulis beasiswa Turki di harian tersebut. Ketika esoknya laporan dimuat, secara ‘diam-diam’ saya pun mengirimkan berkas dokumen yang dibutuhkan ke Kedutaan Besar Republik Turki di Jakarta, awal tahun 2009 lalu.


Turki yang wilayahnya terbentang dari Semenanjung Anatolia di Asia barat Daya hingga ke daerah Balkan di Eropa Tenggara, sepertinya tengah berjalan pasti kembali ke pelukan Islam. Seperti halnya mentari, yang pasti akan terbit menerangi bumi setiap hari. Itulah mengapa banyak dari pelajar yang memiliki latar belakang studi Islam kemudian melanjutkan sekolah di negeri kekhalifahan terakhir, Khilafah Islamiyah.


Bagi sebagian orang, Turki dianggap negara yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Ini terlihat dari warga negara lain yang mengunjung tempat-tempat bersejarah di Turki khususnya Kota Istanbul. Meski begitu, Turki juga menyimpan banyak tradisi ilmu pengetahuan yang sampai saat ini masih terjaga orisinalitasnya. Tak sedikit mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri yang pernah dipimpin Kemal Attaturk itu.


Memang proses ini begitu singkat. Baru setahun menjadi abituren Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Jakarta, alhamdulillah, saya segera mendapat beasiswa dari pemerintah Turki untuk melanjutkan studi master (S2) di Universitas Ankara, dengan konsentrasi komunikasi dan jurnalistik. Alasan memilih jurusan tersebut, tak lain untuk mengaplikasikan ilmu yang pernah didapatkan di bangku kuliah hingga kemudian bekerja sebagai wartawan di koran Republika, Jakarta.


Harapan saya, setelah menamatkan studi ini menjadi akademisi plus jurnalis. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi saat mengajukan aplikasi dokumen. Di antaranya, dua macam rekomendasi dari dua orang profesor, surat kesehatan, potocopy passport, dan legalisir ijazah. Semua berkas itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, Prancis atau Turki.


Untuk rekomendasi diharapkan dari professor yang memiliki reputasi internasional. Saya mendapat rekomendasi dari tangan Prof Dr Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta, yang juga meraih doktor di bidang Filsafat Barat di Middle East Techical University, Ankara, Turki, 1990) dan Prof Andi Faisal Bhakti Ph.D (Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN yang pernah lama mengajar di Oxford University, Inggris).


Setelah melalui verifikasi berkas dan wawancara dari pihak kedutaan Turki, akhir September 2009 pengumuman kelulusan itu saya terima. Tiga pecan setelah pengumuman kelulusan, saya pun meninggalkan kampung halaman di Rangkasbitung, Banten. Sangat mendadak. Sebab, awal masa studi di Turki dimulai pada September 2010 ini.


Namun demikian, penerima beasiswa dari Indonesia tidak langsung bisa duduk kuliah S2. Meskipun sudah mendapat kepastian di fakultas dan jurusan mana harus kuliah. Ketentuan mahasiswa asing terlebih dahulu harus mengikuti kursus bahasa Turki 10 bulan. Hal ini disebabkan sebagian besar universitas di Turki menggunakan bahasa Turki sebagai pengantar kuliah. Hanya sebagian kecil saja yang menggunakan bahasa Inggris.


Beasiswa yang didapatkan dari pemerintah Turki antara lain, uang saku, biaya riset ilmiah, asrama dan asuransi kesehatan. Uang saku yang diberikan sebesar 220 Turki Lira (TL) untuk S2 dan sebesar 195 TL untuk beasiswa S1. Sementara biaya hidup di negeri Balkan itu tinggi, maka mahasiswa harus sebisa mungkin menghemat dana tersebut. Kecuali, jika masih diberi kiriman dana dari keluarga di Indonesia. Saat ini kurs uang 1 Lira = Rp. 7.000,-.


Visa yang diberikan oleh pemerintah Turki adalah visa pelajar selama tiga sampai enam bulan. Sesampainya di Turki visa tersebut tidak diperpanjang. Tetapi mahasiswa asing diwajibkan memiliki “Ikamet” (sejenis KTP) agar dapat tinggal di Turki. Mahasiswa asing yang memiliki ikamet pelajar tidak diperbolehkan untuk bekerja mencari uang, meskipun sampingan. Jadi kerjaannya hanyalah belajar dan belajar.


Sebelum ini ada beberapa beasiswa belajar ke Turki selain beasiswa pemerintah Turki sendiri. Sebab, beasiswa pemerintah Turki baru dibuka sejak tahun 2007 lalu. Beasiswa lainnya adalah beasiswa dari sekolah Turki Indonesia di bawah naungan Pasiad Indonesia, serta organisasi masa (ormas) Islam di Turki. Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki mencapai 150-an orang lebih. Mereka terbagi atas beasiswa pemerintah Turki, beasiswa Pasiad, beasiswa ormas Islam Turki dan biaya sendiri.


Saya bukanlah alumnus Gontor pertama yang melanjutkan studi di Turki. Pelopor lulusan Gontor tercatat nama Prof Dr HM Amin Abdullah, yang kini menjabat Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Amin Abdullah, menamatkan studi master dan doktornya di Turki bersama rekannya Prof Dr Komaruddin Hidayat yang juga kini menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Seangkatan saya, alumnus Gontor yang mendapat beasiswa pemerintah Turki untuk melanjutkan studi S2 adalah Christian Kuswibowo (alumnus tahun 2001). Christian mengambil jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Hacetepe, di Ankara. Christian menamatkan studi S1 di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Jawa Barat. Selain kami berdua, terdapat nama Gusty Ayuman Mukasafah (alumnus tahun 2007) yang mendapat kesempatan melanjutkan studi S1 di Turki dari Pasiad Indonesia. Ia kini belajar Islamic Studies atau Dirasah Islamiyah di Universtas Selcuk, Kota Konya, Turki. Ya, ke Turki kami hendak mengaji.


Biaya hidup di Turki relatif tinggi dibanding Indonesia. Sekadar ukuran, transportasi jauh-dekat untuk sekali perjalanan sebesar 1,5 Lira (1 Lira = Rp. 7.000). Selain transportasi makanan dan kebutuhan sehari-hari pun hampir lebih tinggi harganya dibanding Negara kita. Dengan tingginya biaya hidup diTurki, mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa menyiasatinya dengan menggunakan dana tersebut untuk hal-hal yang dibutuhkan saja.


Bahkan tidak sedikit dari kami melaksanakan puasa sunah. Mendapat pahala sekaligus bisa berhemat. Di sisi lain, Turki disebut-sebut sebagai negara sekular yang memiliki arena pemisahan antara kewajiban agama dan negara. Di negara Kemalis Turki ini, tentara terus menerus menjalankan politik “secular fundamentalis”, sehingga banyak aspek-aspek sosial yang berbau agama tidak bisa dijalankan oleh rakyat, meski hal-hal yang sama bisa mereka nikmati di negara-negara secular Barat.


Ilmu komunikasi
Universitas Ankara didirikan oleh Ataturk yang bertujuan menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang dijunjung tinggi. Universitas Ankara termasuk universitas yang sangat bergengsi dengan 15 Fakultas, 7 Pascasarjana, 12 sekolah, dan 25 pusat penelitian. Saat ini terdapat 3.720 staf akademik yang berkualifikasi tinggi. Universitas ini telah menjadi orangtua untuk beberapa universitas yang mencapai pendidikan berkualitas.


Universitas melakukan riset berkualitas tinggi dan menawarkan pendidikan dan pelatihan dalam setiap bidang ilmiah termasuk Kedokteran, Kedokteran Hewan, Kedokteran Gigi, Farmasi, Sains, dan Pertanian, dan dalam hamper semua bidang ilmu sosial. Selain itu, universitas juga menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk puluhan ribu orang melalui klinik kesehatan dan rumah sakit, dengan kapasitas tempat tidur lebih dari 2500.



Kajian media dan komunikasi juga tidak ketinggalan. Fakultas Ilmu Komunikasi ini didirikan sebagai Sekolah Jurnalistik dan Penyiaran pada 1965, yang bekerjasama antara UNESCO dan Asosiasi Wartawan. Bidang ini telah dianggap sebagai sumber yang memenuhi syarat jurnalis dan produsen. Mengenai peningkatan besar di media massa di Turki, sekolah telah direstrukturisasi sebagai fakultas pada tahun 1992. Di Fakultas Ilmu Komunikasi, saat ini terdapat 983 siswa dan sekitar 150 lulusan setiap tahun. Staf akademik memiliki 61 yang memiliki kajian penelitian yang kemudian memiliki kepentingan dari media.

Aya Sofia, Saksi Kejayaan Islam

Oleh: Deden Mauli Darajat (Mahasiswa Pascasarjana Ankara University, Turki)

Kaligrafi dan hiasan yang terukir di dinding Aya Sofia menjadi saksi dan potret kerukunan beragama.

Hagia Sophia yang biasa disebut Aya Sofia merupakan museum yang sangat artistik dan bersejarah di kota Istanbul, Turki. Dengan kubah besar yang menjulang tinggi berbentuk bangunan masjid dan empat buah menara mengelilinginya, Aya Sofia sungguh begitu megah dan indah.

Dari pantai Istanbul, bangunan megah itu begitu tampak jelas. Musium Aya Sofia berhadapan dengan Masjid Sultan Ahmet atau yang biasa dikenal dengan Masjid Biru. Yang menarik, interior Aya Sofia dihiasi berbagai jenis ornamen yang begitu menawan.

Tulisan kaligrafi asma Allah SWT, Rasululullah SAW bersama keempat khulafaurrasyidin, dan dua cucu Rasulullah, Hasan dan Husain bin Ali sejajar dengan lukisan bunda Maria dan Isa Almasih serta lukisan dan hiasan gereja lainnya. Kaligrafi dan hiasan yang terukir di dinding Aya Sofia seakan menjadi saksi dan potret kerukunan beragama.

Setiap harinya, ratusan hingga ribuan orang mengunjungi museum yang sangat bersejarah dalam sejarah peradaban manusia itu, khususnya kehidupan beragama. Mereka berdatangan dari penjuru dunia untuk menyaksikan sejarah nenek moyang manusia. Hampir semua pengunjung yang datang ke tempat itu membawa kamera untuk mengabadikan gambar yang berlatarbelakang musium Aya Sofia. Bahkan, tak sedikit pula yang merekam dengan kamera video.

Museum Aya Sofia terdiri dari dua lantai. Di lantai satu bagian depan tampak tempat imam dilengkapi dengan mimbar yang cukup tinggi. Di atas tempat imam itulah tulisan kaligrafi Asma Allah dan Rasulullah mengapit gambar bunda Maria yang sedang memangku Nabi Isa. Kaligrafi-kaligrafi Islami itu berwarna kuning keemasan mengikuti warna corak hiasan awal bangunan museum yang awalnya berfungsi sebagai gereja.

Di lantai dua, terdapat tempat-tempat para kaisar Byzantium beribadah. Namun, lantai dua museum itu tidak seluas lantai satu. Awalnya, museum Aya Sofia merupakan gereja yang dibangun pada 532-537 M, zaman Kekaisaran Byzantium. Saat itu Turki masih bernama Konstantiopel. Hagia Sophia merupakan gereja termegah umat Kristen Ortodoks Timur.

Pada 1453 M, kekaisaran Byzantium jatuh ke tangan Kesultanan Turki Usmani. Sejak saat itulah semua yang berada di Konstantinopel menjadi milik Kekhalifan Turki Usmani, termasuk gereja Hagia Sophia. Adalah Sultan Muhammad II yang juga dikenal dengan Sultan Muhammad al-Fatih yang berjasa menaklukan kekaisaran Byzantium.

Dengan kegigihan Sultan al-Fatih bersama pasukannya yang tangguh, Kekaisaran Bizantium yang dikenal sebagai yang terkuat di wilayah Asia dan Eropa itu, akhirnya berhasil ditaklukkan. Bahkan, Rasulullah SAW bersabda bahwa suatu ketika kerajaan Konstantinopel akan ditaklukkan, pemimpin yang dapat menaklukkan itu adalah sebaik-baiknya pemimpin dan tentara yang dapat menakukan adalah sebaik-baiknya tentara. Kaligrafi hadis Rasulullah itu dipajang di bagian pintu keluar museum itu.

Di zaman Turki Usmani, fungsi Aya Sofia berganti dari gereja menjadi masjid. Seusai menaklukan kerajaan Byzantium, Sultan al-Fatih melakukan sujud syukur di gereja tersebut. Di waktu sore setelah penaklukan, dimulailah shalat Ashar perdana di Masjid Aya Sofia. Dan pada Jumat pertama, gereja itu langsung digunakan untuk shalat Jumat bagi umat Islam di Konstantinopel.

Hebatnya, Sultan al-Fatih tidak menghancurkan bangunan yang berdiri sejak seribuan tahun itu. Bahkan saat menjadi masjid, hiasan gereja tidak dimusnahkannya, hanya sebagian saja hiasan gereja yang diganti dengan kalighrafi dan hiasan Islami. Renovasi besar-besaran juga dilakukan agar tak terkena gempa di awal abad ke-14 M.

Pasalnya, gempa sering terjadi di kawasan itu. Keistimewaan bangunan ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tengahnya sekitar 30 meter dengan tinggi sekitar 54 meter. Interiornya dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni, dan dindingnya dihiasi ukiran.

Saat berubah menjadi masjid, Aya Sofia itu dilengkapi dengan empat menara. Awalnya, Aya Sofia hanyalah gedung dengan kubah yang besar. Berbagai modifikasi terhadap bangunan dilakukan agar sesuai dengan corak dan gaya bangunan masjid. Pada masa Mehmed II (1444-1446 dan 1451-1481) dibuat menara di bagian selatan.

Selim II (1566-1574) membangun dua menara dan mengubah bagian bangunan bercirikan gereja. Termasuk mengganti tanda salib yang terpampang pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit. Ratusan tahun kemudian, tepatnya pada 1937, pemimpin Turki Modern, Mustafa Kemal Ataturk mengubah fungsi masjid itu menjadi museum.

Hiasan-hiasan gereja yang tidak tampak saat menjadi masjid kembali ditampakkan. Karena menjadi museum, maka untuk masuk ke dalam bangunan Aya Sofia setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 20 Turki Lira (TL) atau setara dengan Rp 140 ribu dengan kurs 1 TL sama dengan Rp. 7 ribu.

Beberapa waktu yang lalu, saat penulis mengunjunginya, beberapa orang pekerja sedang memperbaiki dan merenovasi gedung museum itu. Hal ini dilakukan untuk menyambut pusat kebudayaan Eropa yang berpusat di Istanbul pada 2010. Meski dalam perbaikan, museum itu masih dibuka untuk para pengunjung.

Ed: heri ruslan

dapat juga dibaca di:
http://koran.republika.co.id/koran/52/100774/Aya_Sofia_Saksi_Kejayaan_Islam

Masjid Sultan Ahmet, Tak Pernah Sepi Pengunjung

(Republika, 17 Desember 2009)
oleh: Deden Mauli Darajat, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ankara , Turki

Masjid itu memang begitu indah dan megah, sehingga menarik penunjung dari berbagai negara di dunia.

Masjid Sultan Ahmet yang lebih dikenal dengan Masjid Biru tak pernah sepi oleh pengunjung. Masjid yang sangat masyhur ini ke seantero dunia itu tak hanya digunakan untuk beribadah oleh umat Muslim, namun juga menjadi salas satu obyek kunjungan wisata sejarah para wisatawan. Masjid yang berdiri megah di kota Istanbul, Turki itu, setiap hari dikunjungi ratusan hingga ribuan wisatawan dari berbagai negara di dunia.

Seakan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, para pengunjung yang memasukinya mengabadikan setiap sudut di Masjid Biru. Betapa tidak. Masjid itu memang begitu indah dan megah. Hiasan yang berada di dalam masjid itu begitu indah. Kaligrafi Arab yang bertuliskan asma Allah SWT, Nabi Muhammad SAW serta para Khulafaurrasyidin dipadu dengan ornament-ornamen islami menghiasi sekeliling interior masjid itu.

Para pengungjung wanita yang non-Muslimah diberikan kain kerudung untuk digunakan saat memasuki masjid itu. Yang menarik dari Masjid Sultan Ahmet, pengurus masjid bekerja sama dengan pemerintah kota Istanbul menyediakan kantong plastik untuk digunakan menyimpan sandal atau sepatunya. Sandal dan sepatu yang dimasukan ke dalam plastik kemudian dibawa ke dalam masjid tersebut.

Setelah digunakan, kain kerudung yang digunakan para pengunjung wanita non-Muslimah harus dikembalikan kepada pengurus masjid, plastik yang telah digunakan juga dikembalikan ke tempat penyimpanan yang telah disediakan di depan pintu keluar.

Saat azan berkumandang dan waktu shalat tiba, para pengunjung Masjid Sultan Ahmet dipersilahkan untuk keluar masjid itu. Namun bagi pengunjung Muslim bisa melaksanakan shalat fardu itu. Selain itu, para pengunjung yang akan berkunjung dan memasusuki masjid yang berada di bibir pantai itu harus menunggu beberapa waktu hingga shalat berjamaah usai.

Selain sebagai tempat kunjungan yang tak pernah sepi, masjid itu pun selalu penuh oleh kaum Muslimin yang menunaikan shalat. Sebelum atau sesudah melaksanakan shalat fardu, hampir semua jamaah melaksanakan shalat sunat.

Masjid Sultan Ahmet yang terletak di Istanbul merupakan ibukota Kesultanan Utsmaniyah sejak 1453 sampai 1923 M. Ibukota Turki berpindah ke Ankara sejak 13 Oktober 1923 M. Masjid ini dikenal dengan juga dengan nama Masjid Biru karena di masa lalu interiornya berwarna biru.

Masjid ini dibangun antara 1609 dan 1616 M atas perintah Sultan Ahmed I, yang kemudian menjadi nama masjid tersebut. Ia dimakamkan di halaman masjid. Masjid ini terletak di kawasan tertua di Istanbul. Sebelum 1453 M, kawasan itu merupakan pusat Konstantinopel, ibukota Kekaisaran Bizantium.

Letak masjid itu berdekatan dengan situs kuno Hippodrome, serta berdekatan juga dengan apa yang dulunya bernama Gereja Kristen Kebijaksanaan Suci (Hagia Sophia) yang sekarang dirubah fungsinya menjadi museum.

Masjid itu juga dekat dengan Istana Topkapi, tempat kediaman para Sultan Utsmaniyah sampai 1853 dan tidak jauh dari pantai Bosporus. Dilihat dari laut, kubah dan menaranya mendominasi cakrawala kota Istanbul.

Masjid itu dikenal dengan nama Masjid Biru karena warna cat interiornya didominasi warna biru. Akan tetapi cat biru tersebut bukan merupakan bagian dari dekor asli masjid, maka cat tersebut dihilangkan. Sekarang, interior masjid ini tidak terlihat berwarna biru.

Saat mendirikan masjid itu, arsitek Masjid Sultan Ahmed, Sedefhar Mehmet Aga, diberi mandat untuk tidak perlu berhemat biaya dalam penciptaan tempat ibadah umat Islam yang besar dan indah ini.

Struktur dasar bangunan ini hampir berbentuk kubus, berukuran 53 x 51 meter. Masjid ini diarahkan sedemikian rupa, sehingga orang yang melakukan shalat menghadap ke Makkah, dengan mihrab berada di depan.
http://republika.co.id/koran/0/96645/Masjid_Sultan_Ahmet_tak_Pernah_Sepi_Pengunjung

Maulana Jalaluddin Rumi, Pusara Pecinta Cinta yang Terjaga

(Telah dimuat di Republika, Jumat, 09/04/2010)
Oleh: Deden Mauli Darajat, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ankara, Turki
Sejumlah wisatawan melafalkan zikir saat melihat pusara Maulana Jalaluddin Rumi.

Seorang kawan yang kuliah di Universitas Ankara, Turki, mengajak saya berlibur ke rumahnya di kota Konya, Turki, beberapa waktu lalu. Tawaran itu tidak saya sia-siakan. Kami pun berangkat ke kota itu menggunakan bus antarkota. Memasuki kota Konya, hampir semua hiasan kota itu berlambang atau bergambar penari sema atau seorang sufi yang sedak duduk berzikir.

Ya, tarian sema merupakan tarian yang diajarkan oleh seorang sufi yang terkenal, Maulana Jalaluddin Rumi. Kota Konya memang tidaklah besar, luasnya sekitar seperempat luas DKI Jakarta. Kami berangkat dari Ankara sore hari dan sampi di Konya, malam hari. Perjalanan menuju kota itu hanya memakan waktu tiga setengah jam.

Malam itu, kami beristirahat. Keesokan harinya kami memutuskan untuk mengelilingi kota tua itu dengan berjalan kaki. Hampir di setiap sudut kota Konya terdapat masjid. Cukup mudah untuk mengetahui bentuk masjid, sebab rata-rata bentuk masjid di Konya ataupun di Turki bentuknya sama, yaitu bangunan yang beratap kubah dan dilengkapi dengan menara.

Oglun Selehattin, nama kawan saya itu. Ia membawa saya ke sejumlah masjid di kota itu. Di akhir perjalanan, saya pun menuju bangunan yang berbentuk masjid. Rupanya, bangunan masjid ini bukanlah tempat untuk beribadah shalat berjamaah atau pengajian. Namun, bangunan itu sudah dialihfungsikan menjadi museum Maulana Jalaluddin Rumi beserta para pengikutnya.

Di dalam museum itu terdapat pusara yang paling besar dan berbeda, di sanalah tempat peristirahatan terakhir sang pecinta cinta yang masih terjaga dengan apik. Selain pusara Maulana Jalaluddin Rumi, dalam museum itu juga terdapat sejumlah pusara para pengikutnya dan juga terdapat pusara para raja yang berkuasa di zaman tersebut.

Museum itu juga dilengkapi dengan karya-karya yang ditulis oleh Maulana Jalaluddin Rumi. Serta terdapat juga jubah, sorban, peci, dan pakaian yang dulu dikenakan oleh Maulana Jalaluddin Rumi. Tak ketinggalan, konon janggut Nabi Muhammad pun berada di museum tersebut. Saat memasuki museum itu aroma wangi parfum tercium memenuhi ruangan.

Di dalam kompleks museum itu juga terdapat satu bangunan lainnya yang di dalamnya terdapat patung-patung yang menggambarkan kehidupan para pengikut ajaran Maulana Jalaluddin Rumi. Pengunjung yang datang ke museum itu bukan hanya berdatangan dari Turki, melainkan dari berbagai Negara, seperti Jepang, Korea dan negara lainnya.

Sejumlah wisatawan tampak melafalkan zikir saat melihat pusara Maulana Jalaluddin Rumi. Hal ini terlihat dari mulut mereka melafalkan asma Allah dan tangan yang diangkat, seperti halnya orang berdoa. Sayangnya, para pengunjung tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar di dalam museum tersebut. Namun, di luar museum para pengunjung itu mengambil gambar dan mengabadikannya dalam rekaman video.

Malam hari, kami menyaksikan pertunjukkan penari sema di gedung kebudayaan Maulana Jalaluddin Rumi yang letaknya tidak jauh dari museum itu. Sesampainya di gedung itu, kami disambut oleh penerima tamu yang berjaga di depan gedung kebudayaan Rumi.

Gedung itu sangat luas dan megah. Sebab, di dalam gedung itu dilengkapi dengan gedung teater yang dapat menampung ribuan orang. Mula-mula ratusan orang berdatangan, namun beberapa menit sebelum pertunjukan, hampir semua tempat duduk di gedung teater itu dipenuhi para penonton.

Untuk menonton pertunjukan tari sema itu, para penonton tidak dipungut biaya alias gratis. Pertunjukan tarian sema rutin diselenggarakan pada Sabtu malam oleh pengurus gedung kebudayaan Rumi dibawah naungan kementrian kebudayaan Turki dan pemerintah kota Konya.

Para penari sema memulai tarianya dengan memanjatkan doa dan shalawat kepada nabi, kemudian mereka berputar-putar sesuai dengan iringan lagu yang dimainkan oleh sejumlah pemain yang juga menggunakan kostum penari. Puluhan putaran mereka lakukan, namun semuanya tetap beraturan dan tidak ada yang mabuk.

Sejatinya Maulana Jalaluddin Rumi bernama lengkap Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri atau sering pula disebut dengan namaRumi. Ia adalah seorangpenyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang Afganistan) pada tanggal 6 Rabiul Awwal 604 Hijriah, atau tanggal 30 September 1207 Masehi. Ayahnya masih keturunan Abu Bakar, bernama Bahauddin Walad. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm.

Kumpulan puisi Rumi yang terkenal berjudul al-Matsnawi al-Maknawi. Karya ini, konon adalah sebuah revolusi terhadap Ilmu Kalam yang kehilangan semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengeritik langkah dan arahan filsafat yang cenderung melampaui batas, mengebiri perasaan dan mengkultuskan rasio.

"Kemari... Kemarilah... Datanglah..Bukan seorang Kristen, Yahudi atau Muslim... Bukan pula seorang Hindu,Sufi atau Zen... Saya bukan siapapun, bukan dari Barat atau Timur. Saya hanya dimiliki oleh mereka yang mencintai, yang melihat dua adalah satu.. satu tarikan napas manusia."

Serasa Artis di Taman Kota

Oleh: Deden Mauli Darajat
Musim semi tiba, semuanya berubah. Pakaian tebal yang biasa dikenakan, kini tak lagi menghiasi orang-orang yang berkeliaran di Ankara. Suhu sekitar 20 sampai 5 derajat selsius suhu menjadi rutinitas harian. Akhir pecan lalu, beberapa rekan mahasiswa Indonesia mengajak saya untuk jalan-jalan ke taman kota di Ankara. Dengan menggunakan bus umum kami meluncur ke taman ‘Harika Park’ di ujung Ankara.
Setiba di taman kota itu, mata orang-orang lokal (baca: Turki) tertuju pada kami. Dari kejauhan samar-samar kami mendengar, ‘how are you’, ada juga ‘Japonlar nasilsiniz (orang-orang Jepang apa kabar)’ dan banyak lagi kata-kata yang samar. Yang tidak dimengerti, orang-orang lokal itu menyangka kami dari Jepang atau pun Cina. Lucu.
Ketertarikan orang-orang lokal tidak hanya saat kami memasuki gerbang hingga tenda besar yang berada di tengah taman kota itu, saat kami bermain game pun mereka –anak remaja lokal- masih menggoda kami dengan bahasa yang sulit kami pahami. Sebab, bahasa mereka itu menggunakan bahasa Jepang a-la mereka. “Hong balihong bohong,” begitulah kira-kira kata mereka.
Menariknya, di taman Kota itu dilengkapi tenda besar dengan beberapa paket kursi dan meja laiknya di sebuah kafe alam. Selain itu, taman itu juga dilangkapi dengan pemanggangan daging ataupun ikan. Banyak keluarga orang lokal yang membawa bahan-bahan masakan ke taman itu dan dimasak di tempat itu. Kami pun tak ketinggalan, dengan patungan kami membeli beberapa potong ayam yang siap dibakar.
Selain Harika Park, di ibu kota Turki ini, masih banyak taman-taman kota yang indah. Taman-taman kota itu dilengkapi dengan tempat bermain untuk anak-anak, tempat berolahraga untuk orang-rang dewasa dan pemandangan indah yang mengelilinginya. Hampir semua taman kota dilengkapi dengan kolam air yang dilengkapi dengan air mancur.
Seusai main game, kami makan-makan ayam bakar dengan roti. Melihat rombongan kami yang lumayan banyak dan orang luar negeri bagi orang lokal, tetangga meja sebelah kami memberikan sebagian makanannya kepada kami. Baik sekali mereka.
Tiba-tiba, insiden kecil terjadi. Orang-orang lokal lagi-lagi melihat kami dan menggerubungi kami. Selain melihat mereka juga merekam kami dengan kamera video. Betapa tidak, salah seorang rekan kami Christiab Kuswibowo saya marahi dan hampir terjadi perkelahian.
Saya marah karena salah seorang dari kami, Nuzzela Softy, diganggu sama Christian. Di ujung kemarahan, saya guyur dia dengan air minum bersoda. Beberapa rekan saya pun mengguyurnya dengan air dan beberapa sisa makanan seraya menyanyikan lagu ‘happy birthday to you’ dan memberinya kue tar ulang tahun. Sebuah skenario sukses kami laksanakan.
Usai ‘mengerjai’ kawan yang ulang tahun, seorang warga lokal menghampiri saya dan bertanya mengapa kalian melakukan itu kepada orang yang berulang tahun. Saya menjawab sambil tersenyum –karena belum selesai menertawai insiden itu-, begitulah kami merayakan ulang tahun untuk rekan kami dan itu sebuah kado untuknya. Seorang rekan berbisik kepada saya, kita seperti artis saja yah. deden_md@yahoo.com

10 Kota Tertua di Dunia

(Sumber: Koran Fesbuk)
Jika anda senang dengan petualangan, palagi jika anda tertarik mengenai budaya yang berbeda dari yang sering anda temui, tentunya tidak salah jika anda mulai mengunjungi dan mengalami hidup di kota paling tua di dunia dan merasakan tempat berkembangnya budaya di beberapa milenium lalu. Kali ini KF hadirkan 10 tempat yang dinyatakan sebagai kota tertua yang masih berdiri dan hidup dalam dunia modern.

10. Lisbon, Portugal (2000 SM ?)
Kota yang didirikan di perbukitan rendah di sebelah utara Sungai Tagus, pesona Lisbon ini berkaitan erat dengan masa lalu. Lisbon pertama kali didirikan oleh bangsa Iberia. Setelah berdiri ber abad-abad lamanya, Lisbon sekarang adalah kota paling hidup di Eropa. Istana-istana kuno yang di restorasi, gereja-gereja tua nan indah dan berbagai bangunan Art Nouveau adalah bagian paling indah yang membentuk wajah budaya kota ini.
Museum seperti Calouste Gulbenkian Museum, National Coach Museum, dan Carmo Archaeological Museum menyimpan berbagai barang kenangan indah tentang kehidupan masa lalu kota ini.
Bairro Alto, pusat kehidupan malam kota ini juga penuh dengan berbagai restoran, bar dan club seru bagi anda. Campo de Santa Clara juga membuka berbagai kesempatan bagi anda untuk membeli berbagai kenangan indah pengingat perjalanan Anda.

9. Luxor, Mesir (Sebelum 2160 SM)
Luxor, yang dulu dikenal sebagai kota Thebe, adalah kota indah yang dipersembahkan bagi Dewa Amon Ra, dan semenjak turisme dikenal di dunia, kota ini sudah ramai dikunjungi turis, banyak turis di jaman Romawi dan Yunani mengunjungi kota ini. Luxor adalah kota paling populer di Mesir.
Kota ini berawal dari monumen-monumen Luxor, Karnak, Hatshepsut dan Ramses III. Tidak aneh jika kota ini sering disebut sebagai musium udara terbuka terbesar di dunia. Kota ini sebenarnya terbagi tiga bagian, Luxor yang berada di sisi timur Sungai Nil, kota Karnak dan Thebe yang berada di sisi barat sungai Nil, berseberangan dengan Luxor, dan sekarang tergabung menjadi satu.

8. Asyut, Mesir (sebelum 2160 SM)
Kota ini terletak 375 km di selatan Kairo. Kota ini adalah kota terbesar di Mesir Atas dan adalah kota pertama yang didirikan di zaman Firaun. Sekarang kota ini adalah kota paling penting sebagai pusat pertanian dan juga kota tempat universitas terbesar ketiga di MEsir.

7. Xi'an China, (2205 SM ?)
Dengan sejarah panjang yang terbentang sampai 30 abad lamanya, kota ini adalah salah satu kota paling penting dalam sejarah China. Kota ini adalah salah satu dari Empat Ibukota Kuno Paling Agung di Cina. Kota ini banyak sekali dinikmati dan memiliki tempat yang sama dalam sejarah dengan kota-kota Athena, Kairo dan Roma.
Berbagai relik kuno dan berbagai situs budaya penting menempatkan kota ini sebagai Museum Sejarah Alami. Museum Teracota yang berada di kota ini juga dianggap sebagai "Keajaiban Dunia ke Delapan". Jika anda ingin mengalami China, kota ini adalah salah satu kota yang harus dituju.

6. Giza, Mesir (sebelum 2568 B.C.)
Napoleon Bonaparte memberikan pidatonya kepada para prajuritnya sebelum pertempuran Giza pada 1798, katanya "Di atas piramid-piramid itu, empat abad lamanya sejarah tidak bergeser." Orang mungkin tidak percaya bahwa Giza sebenarnya adalah kota mandiri yang terpisah dengan Kairo, tapi karena perkembangan Kairo yang cepat, Giza seakan ditelan oleh Kairo.
Di kota ini, Anda akan menemukan Piramid-piramid Giza, dengan Sphinx yang setia menjaga. Dataran Giza akan diubah menjadi Grand Museum of Egypt, yang akan diselesaikan pada 2012.

5. Konya, Turki (2600 SM ?)
Kota ini diapit oleh dua laut, Laut Tengah dan Laut Hitam, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Kota yang di dirikan di atas padang rumput Anatolia ini adalah salah satu kota yang paling menarik di Turki.
Salah satu museum paling populer di kota ini adalah Green Mausoleum of Mevlana Celaleddin Rumi, makam penyair Turki terkemuka. Berbagai musium indah menanti kunjungan anda di kota ini, antara lain adalah Chaeological Museum, Koyunoglu Museum dan Ethnographical Museum.

4. Zurich, Switzerland (3000 SM ?)
Sebagai kota terbesar di Swiss dan sekaligus kita tertua di Eropa, Zurich pertama kali didirikan di zaman Romawi dengan nama Turicum. Jejak masa lalu ini dapat ditemukan di berbagai tempat di Kota Tua Zurich. Jalanan sempit yang dipenuhi dengan kafe, toko barang antik dan butik. Bahnhofstrasse, adalah salah satu jalanan yang dipenuhi toko-toko paling indah di Eropa.
Grossmünster dan Fraumünster adalah dua gereja tua yang penuh dengan interior indah. Swiss National Museum atau Kunsthaus, juga adalah salah satu musium paling terkenal di dunia. Anda pasti akan tahu betapa kota ini menawarkan semua hal terbaik dalam kehidupan anda di dunia.

3. Kirkuk, Irak (3000 SM ?)
Dengan berbagai bekas arkeologi yang berusia lebih dari 50 abad, Kirkuk adalah kota paling penting bagi orang Kurdi. Kota ini sekaligus menjadi pusat industri minyak Irak. Mungkin memang bukan tujuan yang paling banyak mendapat perhatian turis, tapi Kirkuk berdiri di bekas pusat kebudayaan kuno Asiria.
Kota ini pernah menjadi tempat pertempuran tiga Kekaisaran besar: Asiria, Babilonia dan Media, yang saling bergantian mengambil alih kuasa atas kota ini. Di kota ini terdapat makam Nabi Daniel (Kristen) dan Pasar Al Qaysareyah. Qal’at Jarmo dan Yorgan Tepe yang berada di pinggiran kota ini akan memberikan anda pengalaman hidup di masa lalu.

2. Yerusalem, Israel (3000 SM ?)
Kota suci bagi tiga agama terbesar dunia, Islam, Nasrani, dan Yahudi, kota ini adalah tempat di mana nilai kuno digabungkan dengan berbagai budaya baru yang membawa suasana metropolis baru.
Kota ini terbagi menjadi tiga bagian: Yerusalem Barat, bagian yang paling cepat berkembang dan menjadi pusat perdagangan. Yerusalem Timur, yang menjadi tempat permukiman populasi Arab, dan Kota Tua, dengan pemandangan yang luar biasa indah.

1. Gaziantep, Turki (3650 SM ?)
Kota yang dulunya dikenal dengan nama Antep yang sekarang menjadi ibukota provisi yang sama dengan namanya, Giazantep ini adalah kota tertua yang masih tegak berdiri. Kota ini memiliki sejarah sejauh zaman orang Het (Hittite). Kota ini terus menerus di tinggali semenjak zaman Paleolithic, dan tumbuh besar bersama dengan kekaisaran Ottoman.
Giazantep adalah kota yang ramah, dan seru dengan berbagai masjid, madrasah, penginapan bahkan pemandian yang berasal dari beberapa abad lalu. Rumah rumah tua dari batu selalu memiliki taman dan pohon anggur yang menghiasi, sehingga setiap anda menoleh, anda akan mendapat pemandangan terindah di dunia.

Anak Harapan Bangsa


Oleh: Deden Mauli Darajat

Saking istimewanya, hari anak di Turki menjadi hari nasional dan menjadi hari libur. Setiap tahunnya tanggal 23 April Pemerintah Turki merayakan hari anak. Perayaan ini merupakan sebuah ungkapan bahwa anak merupakan aset masa depan sebuah bangsa. Perayaan itu juga terlihat dari gedung-gedung sekolah yang dihias, khususnya sekolah dasar (SD) dan taman Kanak-kanak (TK) di beberapa wilayah di Turki.
Sabtu malam, 24 April 2010, puncak perayaan hari anak diselenggarakan di pusat ibu kota Ankara, di Taman Air Mancur Guven Park, Kizilay (seperti halnya Bundaran HI di Jakarta). Sore hari pukul 18.00 waktu setempat, masyarakat Turki mulai anak-anak, remaja, dewasa, bapak-bapak dan ibu-ibu hingga kakek-kakek dan nenek-nenek berduyun-duyun ke Kizilay untuk menyaksikan perayaan itu. Tak ketinggalan, beberapa mahasiswa asing, termasuk kami juga terlihat di sana.
Jalan utama ke arah pusat Kizilay pun sudah ditutup oleh polisi lalu lintas sejak sore hari. Tampak ratusan polisi lalu lintas dan petugas Satpol PP Turki, berkeliaran di Kizilay. Mereka diturunkan khusus untuk menjaga keamanan dan kenyamanan para penonton. Dua ekor kuda pun digunakan untuk mengawasi hal yang tidak diinginkan. Namun, kami sempat bertanya-tanya saat saat petugas menyisir kami agar menepi ke tepi jalan yang malah bertambah jauh dari panggung perayaan atau sekitar 80 meter dari panggung rakyat itu.
Keheranan kami pun terjawab, saat petugas mempersilakan para penonton untuk masuk ke area pertunjukan. Namun sebelumnya para petugas Satpol PP memeriksa satu persatu para penonton yang masuk ke area pertunjukan. Sepertinya mereka tidak ingin kecolongan akan kejahatan atau kekacauan saat pertunjukan.
Belasan pelajar SMP dan SMA menari tarian khas Turki di panggung pertunjukan itu. Para penari sangat enerjik, senyum mereka berkembang saat beraksi. Tarian itu menggambarkan tarian pembawa kuda yang enerjik. Hemat saya, tarian itu ditujukan untuk para anak-anak dan remaja yang harus selalu enerjik dan bersemangat dalam menghadapi hidup yang penuh tantangan ini.
Tarian selesai dan disambung dengan nyanyian dari penyanyi terkenal di Turki, Ferhat Gocer . Tak tanggung-tanggung sekitar 10 lagu ia nyanyikan. Ajaibnya, semua nyanyian itu ditirukan dan dinyanyikan bersama-sama oleh para penonton dari anak-anak hingga bapak-bapak. Muka mereka sangat ceria. Ada yang menggendong anaknya di atas pundak orangtuanya agar anaknya dapat melihat pertunjukan itu. Ada juga sekelompok remaja yang membuat grup sendiri dan berjoget riang gembira.
Tidak habis sampai di sana, pawai hari anak juga menghiasi acara perayaan tahunan itu. Pawai itu dilakukan di tengah jalan yang membelah penonton. Jalan yang membelah itu sengaja dikosongkan (tentunya dijaga oleh petugas) untuk pertunjukan pawai hari anak. Berbagai jenis boneka besar, tokoh-tokoh kartun, dan alat-alat hiburan anak-anak dipertunjukan saat perayaan hari anak itu. Persis seperti pawai 17 Agustus di Kota saya, di Rangkasbitung-Banten. Yang menarik adalah di akhir pawai itu sebuah truk gandengan membagi-bagikan bola sepak dan bola basket kepada penonton.
Sebenarnya di Indonesia pun ada hari anak, tepatnya tanggal 23 Juli. Namun, hari anak di Indonesia tidak diliburkan seperti di sini. Dalam tulisan ini saya tidak ingin membedakan perayaan tentang hari anak. Sebab, di setiap Negara memiliki kekhasannya masing-masing. Bahkan, saking pentingnya anak, Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan bahwa tanggal 20 November, adalah hari anak-anak sedunia. Organisasi anak di bawah PBB, yaitu UNICEF untuk pertama kali menyelenggarakan peringatan hari anak sedunia pada bulan Oktober tahun 1953.
Hampir setahun lalu, saya sempat liputan di Komnas Perlindungan Anak di Jakarta. Di sana saya sempat mewawancarai anak yang putus sekolah dan mereka terpaksa bekerja demi membantu orangtuanya yang tidak mampu. Sebagian cuplikan laporan saya waktu itu di Republika, Jumat, 12 Juni 2009:
“Maryati (13 tahun) terpaksa berhenti sekolahnya saat ia menginjak kelas 3 Sekolah Dasar. Ia terpaksa bekerja untuk membantu kehidupan keluarganya. Bapaknya yang sebagai kuli bangunan dan ibunya yang bekerja sebagai penjual ikan asin, tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.
Maryati bekerja sebagai pengelem sepatu pada perusahan konveksi di kawasan Tanah Merah, Clincing Utara, Jakarta Utara. Ia mengaku di tempat ia bekerja tidak ada jendelanya. “Ruangan itu tertutup rapat,” kata dia. Padahal, ungkapnya, bau lem itu sangat menyengat hidung.
Jam kerja dari pagi sampai sore itu ia jalani dengan upah sebesar Rp. 200 ribu perbulan. Jika dirinya mengambil lembur, ia mendapat upah Rp 2 ribu perjam. “Saya bekerja dari hari Senin dampai Sabtu,” ungkapnya yang didampingi Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi.”
Mungkin sebenarnya masih banyak nasib seperti Maryati yang belum terungkap. Yang pasti anak-anak di bawah umur yang terpaksa bekerja atau pun menjadi anak jalanan sebagai pengamen, peminta-minta, asongan atau pun topeng monyet adalah pekerjaan terburuk dan rentan akan kejahatan. Anak-anak itu telah hilang masa kanak-kanaknya, yang seharusnya mendapatkan belaian kasihsayang dari kedua orangtuanya.
Ketua dan Sekjen Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi dan Arist Merdeka Sirait, waktu itu, menyampaikan gugatan kepada pemerintah untuk bertindak tegas dalam mengakhiri bentuk-bentuk terburuk untuk anak. “Semua anak-anak di bawah usia 18 tahun harus mendapat perlindungan dari bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak,” kata Arist Merdeka Sirait waktu itu.
Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat Indonesia secara umum untuk memperhatikan anak-anak Indonesia yang merupakan harapan bangsa kita. Kalau dulu pemuda adalah pejuang bangsa, semestinya saat ini calon pemuda yang akan menjadi pejuang bangsa benar-benar diperhatikan demi kemajuan bangsa yang jaya dan membanggakan di mata dunia.
deden_md@yahoo.com

Lelaki Buta dan Tisu Basah

Oleh: Deden Mauli Darajat
Tak seperti biasanya, siang itu setelah pulang dari kampus menuju asrama melihat seorang lelaki buta di pintu keluar stasiun Besevler. Pintu keluar stasiun bawah tanah itu memang gelap karena selain lampu tidak dinyalakan juga cuaca mendung di siang itu. Lelaki buta itu hanya berdiri lima meter dari pintu gerbang staisun dengan menggenggam dua buah tisu di kedua tangannya serta sebuah tongkat yang dihempit oleh tangan kanannya dan sebuah tas yang menggantung di pundak kirinya.
Ia tak berbicara sedikit pun. Orang-orang yang lalu lalang pun paham dengan berdirinya lelaki buta itu untuk berjualan tisu basah. Saya pun tertarik untuk mendekatinya dan memberinya uang dan bukan untuk membeli tisu yang ia jual. Uang satu lira saya simpan di tangan kanannya yang juga terdapat dua buah tisu dalam genggamannya. Namun kemudian, saya terhentak saat dia mengatakan agar saya mengambil tisunya. “Ambil tisunya dua buah,” katanya singkat.
Saya mengatakan, bahwa saya hanya ingin memberinya uang. “Ambil saja uangnya,” ungkapku sembari berjalan menjauhinya. Namun, ia mengerutkan dahinya dan sekali lagi mengatakan, “ambil tisunya dua buah,” katanya. Karena saya tidak meresponsnya, tiba-tiba ia menjatuhkan uang satu lira itu ke lantai.
Saya tertegun dan kembali menghampirinya. Lagi-lagi saya mencoba untuk membujuknya agar ia mau menerima uang saya dengan syarat saya mengambil tisunya satu buah. Namun, lelaki buta itu teguh dengan pendiriannya dan kembali mengatakan, “ambil tisunya dua buah,” katanya tanpa sedikitpun tersenyum. Saya pun, terpaksa mengambil tisu dari genggaman tangannya sambil mengucapkan terima kasih dan dijawab dengan terima kasih pula.
Dalam perjalanan dari stasiun menuju asrama, sambil menggeleng kepala dan tersenyum saya mengatakan pada diri sendiri bahwa saya malu telah berbuat seperti itu, tapi lebih malu lagi bahwa lelaki buta itu punya harga diri yang lebih dari yang lain. Dengan keterbatasanya, ia tidak ingin meminta-minta kepada sesamanya. Bahkan, diberi pun ia menolaknya. Ah, seandainya para pemimpin bangsa kita seperti itu, mungkin tidak akan ada kasus korupsi seperti gayus. deden_md@yahoo.com