Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Minggu, 18 Mei 2014

Turki Berduka Cita



Oleh Deden Mauli Darajat 
(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Beberapa hari terakhir, halaman Facebook dan Twitter saya dipenuhi kabar tentang bencana ledakan tambang batu bara di Soma, Provinsi Manisa, Turki. Beberapa teman saya yang warga Turki maupun Indonesia yang tinggal di Turki memasang foto profilnya dengan warna hitam, atau dengan gambar pita hitam, yang menandakan sedang berkabung. Pemerintah setempat mengumumkan tiga hari berkabung dan mengibarkan bendera setengah tiang.

Kejadian ini bermula ketika sebuah ledakan dan kebakaran di sebuah tambang batu bara di Turki bagian barat. Data yang dirilis koran Hurriyet Jumat (16/5) pagi, sedikitnya 284 pekerja tambang tewas akibat bencana ledakan dan kebakaran. 

Presiden Abdullah Gul mengatakan Turki sedang dihadapkan dengan bencana besar. Abdullah Gul mengungkapkan hal itu setelah mengunjungi tambang di kota barat Soma yang telah terjadi ledakan yang menghasilkan api yang masih belum padam sejak 13 Mei 2014.

Sementara itu Menteri Energi Taner Yildiz mengatakan bahwa meskipun api kecil, itu masih berlanjut sejak ledakan mematikan pada unit distribusi daya tiga hari yang lalu. Menurut Yildiz, tingkat karbon monoksida dalam tambang mengalami penurunan, yang mungkin menjadi tanda bahwa api sekarang lebih kecil, meskipun tidak benar-benar padam. 

Presiden Gul mengunjungi tempat kecelakaan dan bersumpah bahwa langkah-langkah untuk mencegah bencana serupa akan diambil. “Sayangnya kami kehilangan besar. Kami harus menunjukkan solidaritas besar untuk membalut luka-luka,” kata Gul yang bersumpah akan memperbaiki nasib buruh.

Sementara itu di lokasi kejadian terdapat orang-orang yang berdemonstrasi terhadap Presiden. “Pak Presiden, sakit kita sangat besar, tolong bantu kami,” suara pendemo ketika Gul berbicara. Gul juga menghadapi protes karena ia memeriksa tambang dengan kerabat penambang untuk menyerukan mengakhiri penggunaan pekerja kontrak.

Langkah-langkah keamanan yang luar biasa diambil sebelum kunjungan Gul ke Soma. Ketegangan telah dipasang sehari sebelumnya ketika Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menjadi sasaran protes.

Perdana menteri Recep Tayyib Erdogan menyatakan di lokasi kecelakaan di Provinsi Manisa, Turki Barat, tempat 120 orang lagi masih terjebak di bawah tanah, ia berikrar upaya pertolongan akan dilanjutkan dan pemerintah akan menyelidiki kecelakaan tersebut secara menyeluruh.

Janji itu disampaikan Erdogan di tengah protes anti-pemerintah di Istanbul, Ankara, Izmir, Antalya dan kota besar lain sehubungan dengan kecelakaan tambang paling akhir itu. Para demonstran menuntut pengunduran diri Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang memerintah.

Lebih dari 500 orang berkumpul di luar Markas Soma Holding di Istanbul sekitar Rabu sore. Di Ibu Kota Turki, Ankara, polisi anti-huru-hara menembakkan gas air mata dan menyemprotkan air ke arah ratusan mahasiswa yang melancarkan protes dan berusaha berpawai ke Kementerian Energi. Sementara itu Serikat Pekerja mengumumkan pemogokan umum di seluruh negeri tersebut pada Kamis.

Masih dalam bulan Mei yang dikenal dengan hari buruh internasional, nasib buruh dari hari ke hari tidak pernah berubah. Para buruh seakan tidak ada pilihan lain untuk mencari pekerjaan yang lebih baik sebelum adanya peraturan yang lebih menguntungkan para buruh. Turki pun berduka cita dengan kehilangan ratusan warganya akibat bencana ini.

Salah satu teman saya, Omer Faruk memasang foto profilnya dengan sebuah foto seorang pekerja dengan wajah tercoreng warna hitam pekat dengan sebuah tulisan, “Ini bukan wajah yang hitam, ini hitam batu bara yang menempel di wajah. Beginilah cara kami mencari uang untuk membeli roti.” 

Redaktur: Fernan Rahadi
Telah dimuat di sini

Senin, 12 Mei 2014

Habibie dan Erbakan



Oleh Deden Mauli Darajat 
(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Judul ini terinspirasi dari buku Habibie dan Ainun. Namun tulisan ini bukan berbicara tentang hal itu. Tulisan ini bericara tentang dua kepala negara yang bersahabat sejak lama. Sebab berbicara tentang hubungan Indonesia dan Turki dalam konteks kekinian tidak bisa melewatkan aktor sejarah kedua pemimpin kedua negara tersebut yaitu Prof. Dr. Ing. H. Bacharuddin Jusuf Habibie dan Prof. Dr. Necmettin Erbakan.

Kedua tokoh ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memimpin negaranya masing-masing dalam waktu singkat. Sama-sama pernah mengenyam pendidikan di Aachen, Jerman, serta sama-sama berprofesi sebagai ilmuwan yang handal.

Suatu ketika di tahun 2011 saat menjadi mahasiswa di Ankara, saya diminta oleh kantor Atase Pertahanan RI dan KBRI Ankara untuk mendampingi dan membantu Presiden RI ketiga itu selama berada di Ankara. Habibie yang berusia lebih dari 70 tahun lebih itu masih terlihat bersemangat. Meskipun demikian, ia selalu bercerita tentang Ainun, istrinya yang setia mendampinginya baru saja meninggal. 

Ketika Duta Besar RI mengundang Eyang Habibie (panggilan Habibie) ke wisma KBRI untuk berbincang bersama masyarakat Indonesia, ia bercerita tentang hubungannya dengan Erbakan, Perdana Menteri Republik Turki tahun 1996-1997. Momentum yang paling mendekatkan antara Habibie dan Erbakan adalah  ketika Habibie diminta menjadi saksi pernikahan putra Erbakan. Saat pertemuan di wisma KBRI itu hadir pula putra Erbakan bersama istrinya. 

Sepulang dari Aachen Jerman, Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada masa Presiden Soeharto selama 20 tahun, hingga akhirnya ia dipercaya menjadi wakil presiden pada 1997. Setelah reformasi bergulir pada 1998, Habibie diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia ketiga dari tahun 1998 sampai 1999. 

Sementara itu sepulang dari Aachen, Jerman, Erbakan selain menjadi akademisi ia juga terpilih terpilih menjadi anggota parlemen Turki mewakili Konya pada tahun 1969. Ia menjadi Perdana Menteri Republik Turki pada tahun 1996 sampai 1997. Kesempatan yang singkat itu disebabkan pihak militer Turki menekan Erbakan untuk mundur karena melanggar konstitusi Turki yakni melanggar pemisahan agama dan negara.

Erbakan mendirikan organisasi Milli Gorus yang menganut ideologi politik Islam. Ia memberi penguatan pada nilai-nilai Islam dan menekan pengaruh negatif dari dunia barat serta mendukung lebih dekat negara-negara Muslim. Ideologi yang diusung Erbakan menyebabkan konflik yang sangat mendasar pada kaum elite di Turki yang memiliki ideologi sekulerisme yang memisahkan agama dan negara.

Dengan ideologi Milli Gorus, Erbakan mendirikan dan memimpin beberapa partai politik Islam terkemuka di Turki dari tahun 1960-an hingga tahun 2010-an, yaitu Partai Nasional Order (MNP), Partai Keselamatan Nasional (MSP), Partai Kesejahteraan (RP), Partai Kebajikan (FP), dan Partai Kebahagiaan (SP). 

Partai Kebajikan (FP) didirikan pada tanggal 20 Juli 2001.Kemudian partai ini dilarang oleh Mahkamah Konstitusi. Sementara itu sayap reformis partai ini membentuk Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Turki Abdullah Gul merupakan murid dan menjadi kepercayaan Erbakan saat menjadi Perdana menteri Turki.

Erbakan saat menjabat sebagai Perdana Menteri Turki berkomunikasi dengan Habibie untuk meningkatkan kapasitas negara-negara Muslim. Ia berpendapat negara-negara Muslim harus bersatu dan bergerak menjadi negara-negara yang kuat. Saat itulah kedua tokoh sepakat untuk mendirikan organisasi bernama Developing 8 tau D-8, yaitu sebuah organisasi untuk kerjasama pembangunan bidang ekonomi antara negara-negara: Bangladesh, Mesir, Indonesia, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan dan Turki.

Pembentukan D-8 itu diumumkan secara resmi melalui Deklarasi Istanbul yang dihadiri oleh Kepala Negara/Pemerintah negara-negara Muslim pada tanggal 15 Juni 1997. Tujuan Organisasi Kerjasama Ekonomi D-8 adalah untuk meningkatkan posisi negara-negara anggota dalam ekonomi global, diversifikasi dan menciptakan peluang konsultasi baru dalam hubungan perdagangan, meningkatkan partisipasi di tingkat pengambilan keputusan internasional, dan meningkatkan standar hidup.

*Sumber tulisan: http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/14/05/09/n5a84v-habibie-dan-erbakan

Minggu, 04 Mei 2014

Antara Ankara dan Jakarta



Oleh Deden Mauli Darajat 
(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Ankara merupakan ibu kota Turki sejak perubahan Kesultanan Turki Usmani menjadi Republik pada tahun 1923. Sebelumnya ibu kota Kesultanan Turki Usmani berada di Istanbul, kota yang secara geografis termasuk dalam benua Eropa. Ibu kota Ankara merupakan kota pemerintahan dan politik dengan penduduk sekitar lima hingga enam juta penduduk.

Adalah Mustafa Kemal Ataturk, presiden pertama Republik Turki yang memindahkan ibu kota Turki berada di bagian tengah Turki. Alasan pemindahan ini disebabkan, pertama, kota Ankara yang tandus, berbukit, dan tidak terlalu dipadati oleh penduduk membuat mudah dilakukan penataan kota secara apik. Jika kita berkunjung ke Ankara, kita dengan mudah menghafal jalan-jalan utama. 

Kedua, secara geografis letak Ankara yang berada di bagian tengah Turki yang sulit dijangkau dan ditaklukkan oleh musuh-musuh Turki di awal abad ke-20 oleh penjajah dari berbagai negara di Eropa.  Jika Istanbul dipertahankan menjadi ibukota yang berada di barat laut Turki atau berada di ujung kiri, maka musuh mudah untuk menaklukkannya. Jika Istanbul sudah ditaklukkan musuh, maka seluruh Turki sudah dipastikan direbut penjajah.

Sejak itulah ada pemisahan antara kota pemerintahan serta kota bisnis dan budaya di Turki. Ankara dipilih sebagai kota pemerintahan sementara Istanbul sebagai kota bisnis dan budaya. Pada tahun 2010, Istanbul terpilih sebagai ibu kota budaya Eropa. Istanbul saat ini penduduknya mencapai 16 hingga 20 juta penduduk. Ini menjadikan Istanbul lebih padat dari Ankara tiga sampai empat kali lipat.

Hal yang berbeda dijumpai di ibu kota Indonesia yaitu Jakarta yang sudah menjadi pusat perdagangan dan pertemuan antara berbagai etnis sejak abad ke-16 yang lalu dan hingga kini tetap menjadi pusat pemerintahan. Sebagai ibukota, Jakarta memiliki daya tarik tersendiri bagi sejumlah orang dari berbagai daerah untuk mengadu nasib yang menyebabkan Jakarta begitu padat mencapai belasan juta penduduk. 

Kepadatan penduduk dan transportasi publik yang belum memadai membuat lalu lintas Jakarta selalu macet. Inilah yang membedakan Ankara dan Jakarta. Sebenarnya tidak sedikit warga Ankara yang memiliki kendaraan pribadi, tetapi mereka lebih memilih menggunakan transportasi publik tinimbang kendaraan pribadi. Ini karena efektivitas waktu dan efisiensi dana. Harga BBM yang tinggi di Turki (harga bensin sekitar 25 ribu rupiah per liter) menjadi penyebab orang-orang memilih menggunakan transportasi publik di Ankara. 

Satu lagi yang membedakan Jakarta dan Ankara. Di Ankara, hanya sedikit yang menggunakan sepeda motor. Bahkan nyaris tidak ada motor ketika musim dingin. Sepeda motor banyak digunakan oleh restoran atau warung makan yang menyediakan jasa antar makanan. Sedikitnya warga Ankara yang menggunakan sepeda motor dan lebih banyak orang yang memilih untuk menggunakan transportasi publik menjadikan Ankara tidak macet. 

Meskipun misalnya terjadi kemacetan di beberapa titik, maka kemacetan itu tidak begitu panjang dan tidak memakan waktu yang lama. Ditunjang lagi dengan adanya kereta bawah tanah. Hingga saat ini pemerintah kota Ankara masih membuat jalur baru untuk transportasi kereta bawah tanah untuk beberapa tujuan, salah satunya adalah akses menuju bandara Esenboga yang terletak di ujung Ankara. 

Dari waktu ke waktu Ankara juga berubah. Orang-orang dari berbagai daerah mulai banyak yang datang ke Ankara untuk bekerja atau mengadu nasib. Saya pernah berbincang dengan seorang pedagang di pasar Cebeci di Ankara. Ia berasal dari Samsun, kota bagian utara Turki. Ditanya mengapa datang ke Ankara, ia menjawab bahwa Ankara adalah ibukota dan dapat menjadi tumpuan hidup dalam mencari rezeki yang halal. 

Meski demikian ada hal menarik yang membedakan antara Jakarta dan Ankara bagi Said Inan (32 tahun), warga Turki yang berkunjung ke Jakarta. Pertama, Jakarta hanya memeiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim tidak hujan, sementara di Ankara ada empat musim, musim dingin, semi, panas dan gugur. 

Kedua, menurut Said, Jakarta adalah surga bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa. “Ada diskon,” kata Said pada saya beberapa waktu lalu. Sebab, puasa di Turki pada musim panas dimulai dengan imsak sekitar pukul tiga. Sementara buka puasa bisa mencapai pukul 20 hingga pukul 21. Artinya puasa di musim panas bisa mencapai 17 jam. Sementara di Jakarta hanya sekitar 13 jam saja.

Telah dimuat di Republika Online pada Jumat, 02 Mei 2014, 06:32 WIB klik disini

Membaca Kemenangan AKP di Turki



Oleh Deden Mauli Darajat 
(Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Partai Keadilan dan Pembangunan atau Adalet ve Kalkinma Partisi (AKP) memenangkan pemilihan umum kepala daerah se-Turki pada 30 Maret 2014 lalu dengan perolehan suara sebesar 45,5 persen. Hasil pemilu lokal ini cukup mengejutkan karena dalam setahun terakhir Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan dan partainya AKP diserang berbagai kelompok dan partai oposisi terkait berbagai kebijakan.

Sebelum pemilu lokal berlangsung, terdapat beberapa isu yang ingin melemahkan petahana pada tahun politik di Turki ini. Pertama isu skandal korupsi yang melibatkan anak-anak dari tiga menteri dalam pemerintahan Erdogan, yang mengakibatkan ketiga menteri itu mundur dari jabatannya. Selain itu tersebar juga rekaman suara yang kontennya tentang pembicaraan Erdogan dan Hilal Erdogan yang membahas penyimpanan uang dengan jumlah besar.

Kedua, kebijakan penutupan lembaga bimbingan belajar. Lembaga bimbel ini ditutup, karena menurut Erdogan hanya sebagai kesiasiaan karena sudah ada sekolah negeri yang formal, sementara bimbel nonformal. Lembaga bimbel ini milik gerakan hizmet yang didirikan oleh ulama besar Fethullah Gulen. Kebijakan ini mendorong pihak Gulen dan gerakan hizmet berang dan melakukan kritik keras terhadap Erdogan dan AKP.

Perang kritik antara Erdogan dan Gulen terjadi di media massa. Gulen yang biasanya enggan diwawancara, khusus soal ini ‘turun gunung’ dan mau diwawancara oleh media untuk membela gerakan hizmet. Padahal pada pemilu sebelumnya gerakan hizmet adalah pendukung AKP.

Ketiga, protes Gezi Park sejak 28 Mei 2013. Kebijakan pemerintah Turki untuk menata kota Istanbul memunculkan protes keras dari berbagai kelompok yang memang tidak pernah setuju dengan kepemimpinan AKP. Protes dengan demonstrasi yang bersifat masif ini berlangsung di berbagai kota besar di Turki yang mengakibatkan jatuhnya korban baik dari demonstran maupun dari pihak kepolisian. Demonstrasi Gezi Park ini masih berlangsung beberapa pekan sebelum pemilu lokal.

Keempat, pemblokiran media sosial. Sepekan sebelum pemilu lokal serentak di Turki, pemerintah Turki memblokir dua media sosial yaitu Twitter dan Youtube. Penutupan ini terkait dengan tersiar dan tersebarnya rekaman suara skandal korupsi yang melibatkan Erdogan dan anaknya. Selain juga tersebarnya rekaman kebijakan luar negeri Turki terhadap Suriah. Pemblokiran ini berefek pada protes masyarakat Turki dan dunia yang menyebut pemerintahan Erdogan sebagai pemerintahan bercorak otoritarian.

Keempat isu ini tidak dapat menghentikan laju AKP yang memenangkan pemilu lokal serentak di Turki. Sebab keempat isu ini tidak berpengaruh terhadap pilihan warga Turki yang masih mempercayai Erdogan dan partainya. Isu-isu di atas itu faktanya hanya beredar pada kelas menengah dan bersifat elitis. Sementara pemilih tersebar di pelbagai daerah dari kelas bawah, menengah dan elite dan pemilih kelas bawah berjumlah lebih banyak ketimbang kelas menengah dan elite.

Kemenangan AKP ini disebabkan bebeberapa hal. Pertama adalah ketidakpercayaan masyarakat Turki terhadap partai oposisi baik Partai Rakyat Republik atau Cumhuriyet Halk Partisi (CHP) maupun Partai Gerakan Nasionalis atau Milliyet Hareket Partisi (MHP). Hasil pemilu lokal Turki 2014 menyebutkan CHP memperoleh suara sebanyak 27,8 persen sementara MHP mendapat suara sebesar 15,2 persen. CHP adalah partai yang memerintah Turki sebelum AKP selama hampir 80 tahun. Selama CHP memimpin Turki tidak ada perubahan yang signifikan. 

Kedua, kebijakan AKP selama memimpin Turki berpihak kepada kesejahteraan masyarakat Turki. Selama lebih dari satu dekade memimpin Turki, perubahan dapat dirasakan. Ketika CHP memimpin Turki pendapatan perkapita hanya sebesar 3.000 dolar AS, sementara sejak AKP memimpin pada 2002 sampai saat ini meningkat pesat menjadi 11.000 dolar AS. 

Pertumbuhan ekonomi Turki rata-rata pertahun mencapai di atas 6 persen lebih. Dengan begitu peningkatan ekonomi ini berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat Turki. Beberapa pemilih mengungkapkan keinginannya agar adanya stabilitas ekonomi dan politik.

Ketiga, kultur Islam melekat pada AKP. Meskipun Turki negara yang menganut ideologi sekulerisme, namun mayoritas penduduknya adalah Muslim. Masyarakat Turki rindu akan kultur Islam yang memang sudah melekat sejak beberapa abad lalu ketika kerajaan Seljuk dan Kesultanan Turki Usmani menjadi penguasa di semenanjung Anatolia. 

Hal ini terlihat dari hasil referendum perubahan konstitusi pada 2010 lalu yang menghasilkan 58 persen rakyat Turki menginginkan perubahan. Dengan begitu, larangan penggunaan kerudung di tempat publik dicabut.

Kemenangan AKP pada pemilu lokal ini akan berdampak dan membuat Erdogan dan partainya lebih percaya diri dalam menghadapi pemilihan Presiden Republik Turki pada Agustus 2014 dan pemilu legislatif pada Juni 2015 mendatang.

Telah dimuat di Republika Online pada Senin, 07 April 2014, 12:37 WIB. klik disini

Panggilan Cinta dari Konya



Oleh Deden Mauli Darajat (Alumnus Universitas Ankara Turki/Dosen Komunikasi UIN Jakarta)

REPUBLIKA.CO.ID, -- Suatu hari teman saya, Selahattin, mengundang ke rumahnya di Konya, Turki bagian tengah. Ia merupakan teman seasrama di Cebeci. Ia mempromosikan bahwa Konya adalah kota yang damai, berbeda dengan Ankara kota yang ramai. Saya pun menanggapi tawaran itu dengan menjadwalkan untuk berkunjung ke Konya ketika liburan tiba.

Setibanya di Konya, Selahattin mengajak keliling kota kerajaan Seljuk itu. Kami berkunjung ke beberapa museum dan sejumlah masjid kuno yang masih terawat dengan apik. Kami juga menengok makam ulama dan sufi besar asal Konya, Maulana Jalaluddin Rumi. Malamnya, Selahattin dan kakaknya mengajak untuk menonton tarian sufi bernama Sema. Tarian Sema ini adalah tarian yang diciptakan oleh pengikut ajaran Rumi.

Saat penari melakukan tarian Sema itu, tangan kanan direntangkan dan telapak tangan menadah ke atas. Sedangkan tangan kiri direntangkan dan telapak tangan menghadap bawah. Adapun badan penari berputar mengikuti irama yang didendangkan.
Makna tangan kanan menadah adalah menerima rezeki dari sang pencipta, Allah SWT. Sementara makna tangan kiri menghadap bawah adalah membagikan rezeki kepada sesama. Dengan kata lain, saat menerima kita harus juga sekaligus memberi. Inilah nilai cinta yang ditebar oleh Rumi kepada masyarakat luas.

Meski Republik Turki berdiri pada tahun 1923 dan menjadikan sekulerisme sebagai ideologi negara, dimana seluruh simbol yang berkonotasi agama dihapuskan, namun hingga saat ini tetap saja nilai-nilai luhur budaya Islam masih terjaga. Ini karena sejarah mencatat bahwa ada dua kerajaan besar Islam yang berdiri di semenanjung Anatolia ini, yaitu Kerajaan Seljuk dan Kesultanan Turki Usmani. Para raja dan sultan membudayakan budaya Islam pada masyarakat Turki saat itu.

Nilai budaya Islam yang masih melekat pada masyarakat Turki saat ini adalah penerapan sabda Nabi Muhammad yaitu bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya. Bermanfaat bagi yang lainnya adalah dasar dari sebuah cinta. Dengan cinta seseorang lebih mengedepankan memberi ketimbang meminta. Dengan cinta yang kuat dalam diri seseorang ia tidak mengharap pemberian orang lain tetapi ia berpikir bagaimana ia bisa memberi sebanyak mungkin kepada sesamanya.

Suatu hari sepulang dari kampus menuju apartemen dengan menggunakan kereta bawah tanah 'Metro', saya melihat dua orang yang sedang berdebat. Yang satu pelajar sekolah dasar, yang satu mahasiswa. Dalam percakapan itu si mahasiswa ingin memberi uang kepada pelajar SD sebagai pengganti kartu 'Ego' (kartu yang digunakan untuk penggunaan transportasi publik). Namun, si pelajar SD menolak karena ia merasa tidak meminjamkan kartu Ego itu melainkan memberikannya. Meski si mahasiswa memaksa agar si pelajar SD menerima namun ia tetap menolaknya dengan keras. 

Saya terkejut dan melakukan perenungan selama perjalanan sore itu. Bagaimana bisa seorang anak kecil yang masih duduk di bangku SD dapat menolak pemberian uang. Bagaimana bisa dua orang pelajar dan mahasiswa berdebat dan berebut untuk berbuat kebaikan. Darimana anak-anak sekolah mendapatkan nilai-nilai keikhlasan dan nilai kemandirian itu.

Saya pun akhirnya mendapatkan jawabannya. Nilai-nilai luhur ini didapatkan dari kelompok sosial terkecil yaitu keluarga. Keluargalah yang mendidik anak-anaknya untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip budaya luhur yang dianut oleh kakek moyang mereka. Akar-akar budaya yang bercorak Islam ini tidak bisa diserabut oleh sistem sekulerisme yang dianut oleh negara Republik Turki. Sekulerisme memang mengubah wajah penampilan masyarakat Turki, tetapi tidak mengubah karakter budaya Islam yang damai dan menyejahterakan umat.

Yang paling dapat dilihat dan dirasakan saat ini adalah bagaimana Pemerintah Turki dan organisasi masyarakat (ormas) di Turki begitu gencar memberikan beasiswa untuk para pelajar di seluruh dunia. Bahkan, tidak sedikit perorangan baik yang berprofesi sebagai pengusaha ataupun pegawai negeri memberikan uang saku kepada para pelajar asing yang ditemui di masjid atau di pertemuan-pertemuan. Ini semua tidak akan hadir jika tidak ada cinta sudah yang melekat dan menjadi karakter bangsa Turki.

Telah dimuat di Republika Online pada Rabu, 02 April 2014, 13:02 WIB, klik disini

Pemblokiran Twitter dan Pemilu Turki 2014


Oleh Deden Mauli Darajat
(Alumnus Universitas Ankara Turki dan Dosen Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Media sosial saat ini memang menjadi sebuah alat untuk mengawasi proses politik di negara-negara demokrasi. Pemblokiran twitter yang dilakukan oleh Perdana Menteri Republik Turki, Recep Tayip Erdogan menjadikannya semacam memakan buah simalakama bagi dirinya dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpinnya menjelang pemilihan umum kepala daerah yang serentak dilakukan pada 30 Maret 2014 mendatang.

Skandal Korupsi

Pada 17 Desember 2013 lalu sebuah kabar mengejutkan tentang skandal korupsi yang melibatkan orang-orang di pemerintahan Turki yang dipimpin Erdogan. Terdapat tiga anak menteri yang tertangkap dalam operasi korupsi tersebut yaitu Menteri Ekonomi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Perencanaan Kota, ketiga menteri itu akhirnya mundur dari jabatannya.

Yang lebih menghebohkan adalah adanya suara rekaman antara Erdogan dan anaknya, Bilal Erdogan, tentang penyimpanan sejumlah uang beberapa saat sebelum operasi korupsi. Rekaman tersebut disebar di media sosial, seperti twitter, facebook dan youtube. Erdogan terlihat marah besar dengan adanya rekaman suara dan penyebarannya dalam media sosial.

Kita belum bisa memastikan apakah Erdogan dan orang-orang di sekelilingnya itu terlibat dalam skandal korupsi, karena memang belum terbukti dalam pengadilan. Peribahasa Turki mengungkapkan ‘masa, kasa, nisa’ yang bermakna meja, kasir, wanita, atau dalam bahasa kita biasa disebut, tahta, harta , wanita. Erdogan sudah memimpin Turki dengan jabatannya sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2003. Teman saya yang warga Turki, Selim, mengatakan, bisa saja Erdogan silau dengan kekuasaan yang akhirnya ia terjerembab dalam kubangan korupsi.

Bagai memakan buah simalakama, di satu sisi pemblokiran twitter dimaksudkan untuk dapat mengurangi atau menghentikan penyebaran rekaman suara Erdogan dan anaknya di media sosial. Ini merujuk kepada fenomena ‘Arab Spring,’ dimana informasi untuk melakukan aksi melalui media sosial terutama twitter dapat cepat menyebar. Erdogan enggan dirinya atau partainya kalah dalam pemilu 30 Maret 2014 mendatang disebabkan informasi negatif tentang dirinya dan partainya yang menyeruak dalam media sosial. Meski begitu informasi tentang korupsi ini tetap saja tidak bisa dibendung.

Di sisi lain, pemblokiran twitter memiliki efek yang cukup kuat yaitu protes yang dilakukan oleh warga Turki dan warga internasional. Media sosial merupakan media yang dapat dimanfaatkan oleh warga dunia untuk melakukan komunikasi yang dapat diakses tanpa hambatan geografis. Penggunaan media sosial di dalam sebuah negara tergantung dengan sistem pers di negara tersebut.

Republik Islam Iran, misalnya, sistem pers di negara tersebut adalah sistem pers otoritarian, dimana pers dan media diatur sedemikian rupa dan dikontrol oleh pemerintah.  Sistem ini menjadikan warga Iran tidak bebas dalam menyuarakan pendapatnya melalui media massa dan media sosial di negaranya. Dengan sistem pers otoritarian, pemerintah Iran menutup akses terhadap media sosial bagi warganya.

Dengan pemblokiran twitter ini, Turki mendapat kecaman dari dunia internasional. Dilihat dari empat sistem pers, yaitu sistem pers otoritarian, sistem pers komunis, sistem pers libertarian dan sistem pers tanggungjawab sosial, Turki sepertinya hendak menuju sistem pers otoritarian dimana pers dan media sosial dikontrol oleh pemerintah. Apapun alasan pemblokiran twitter sulit untuk diterima. Sebab, penggunaan media sosial adalah hak warga untuk menyuarakan pendapatnya.


Pemilu 81 kepala daerah di Turki yang akan berlangsung 30 Maret 2014 dan diikuti oleh 27 partai politik mendatang ini menjadi momentum kita untuk membaca peta politik Turki masa mendatang. Pertanyaannya adalah dengan adanya skandal korupsi dan pemblokiran twitter ini masih bisakah partai AKP memenangkan pemilu 2014 mendatang dengan melihat ke belakang bahwa pada 2011 AKP memenangkan pemilu legilatif dengan 49 persen suara, atau malah partai oposisi yang akan mengambil-alih kekuasaan?