Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Rabu, 28 November 2012

Pembagian Harta Waris


gambar: republika.co.id
(Disampaikan pada kajian Ibu-ibu DWP KBRI Ankara, Rabu (28/11/2012))

Adalah ilmu yang hampir terlupakan kajian kali ini yaitu tentang mawaris. Ilmu yang membahas tentang pembagian harta warisan menurut Alquran. Ini dapat kita baca dalam surat Annisa (4) ayat 7-14. Mengapa Alquran begitu rinci menjelaskan pembagian tentang warisan?

Mungkin manusia pada dasarnya itu tamak, ingin menang sendiri. Maka Allah menjelaskan dalam kitabNya, agar tidak terjadi perkelahian, perpecahan hingga pembunuhan dalam sebuah keluarga disebabkan oleh harta ini.

Dulu saat kami belajar di Gontor, pelajaran Mawaris ini diajarkan di kelas tiga (3 SMP). Namun kali ini kita akan membahasnya dalam satu hari atau malah satu jam saja. Jadi, kita ringkas pembahasan kali ini tanpamengurangi perinciannya.

Ahli waris dari laki-laki ada 10: Anak laki-laki, Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah, Ayah, Kakek dan seterusnya ke atas, Saudara laki-laki, Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari keponakan), Paman, Anak laki-laki dari paman (sepupu) walaupun jauh, Suami, Bekas budak laki-laki yang dimerdekakan.

Ahlis waris dari perempuan ada 7: Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah, Ibu, Nenek dan seterusnya ke atas, Saudara perempuan, Istri, Bekas budak perempuan yang dimerdekakan.

Hak waris yang tidak bisa gugur: Suami dan istri, Ayah dan ibu, Anak kandung (anak laki-laki atau perempuan).

Yang tidak mendapatkan waris ada tujuh: Budak laki-laki maupun perempuan, Budak yang merdeka karena kematian tuannya (mudabbar), Budak wanita yang disetubuhi tuannya dan melahirkan anak dari tuannya (ummul walad), Budak yang merdeka karena berjanji membayarkan kompensasi tertentu pada majikannya (mukatab), Pembunuh yang membunuh orang yang memberi waris, Orang yang murtad, Berbeda agama.

‘Ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan harta setelah diserahkan pada ashabul furudh. Urutan ‘ashobah dari yang paling dekat: Anak laki-laki, Anak dari anak laki-laki (cucu), Ayah, Kakek, Saudara laki-laki seayah dan seibu, Saudara laki-laki seayah, Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan), Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah (keponakan), Paman, Anak paman (sepupu), Jika tidak didapati ‘ashobah, baru beralih ke bekas budak yang dimerdekakan.

Ashabul furudh yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah ditentukan dalam kitabullah. Kadar waris untuk ashabul furudh: ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3,  dan 1/6.

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada lima: Anak perempuan, Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan), Saudara perempuan seayah dan seibu, Saudara perempuan seayah, Suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki.

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua: Suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki, Istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki.

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/8: Istri jika memiliki anak atau cucu laki-laki.

Ashabul furudh yang mendapatkan 2/3 ada empat: Dua anak perempuan atau lebih, Dua anak perempuan dari cucu laki-laki (cucu perempuan) atau lebih, Dua saudara perempuan seayah dan seibu atau lebih, Dua saudara perempuan seayah atau lebih.

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/3 ada dua: Ibu jika si mayit tidak dihajb, Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan  yang seibu.

Ashabul furudh yang mendapatkan 1/6 ada tujuh: Ibu jika memiliki anak atau cucu, atau memiliki dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan, Nenek ketika tidak ada ibu, Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan masih ada anak perempuan kandung, Saudara perempuan seayah dan masih ada saudara perempuan seayah dan seibu, Ayah jika ada anak atau cucu, Kakek jika tidak ada ayah, Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu.

Hajb atau penghalang dalam waris: Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu, Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah, Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas, Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah, Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki  seayah dan seibu.

Kaedah yang perlu diingat: Siapa yang tumbuh dari si fulan, selama si fulan ini ada, maka ia tidak mendapatkan warisan. Misalnya seorang cucu tidaklah mendapatkan waris jika masih ada anak si mayit (ayah dari cucu tadi).

Yang menyebabkan saudara perempuan mendapatkan jatah separuh laki-laki karena adanya 4 orang: Anak laki-laki, Cucu laki-laki, Saudara laki-laki seayah dan seibu, Saudara laki-laki seayah

Paman laki-laki, anak laki-laki dari paman (sepupu), anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) dan tuan yang membebaskan budak mendapatkan waris tanpa saudara-saudara perempuan mereka.

Contoh soal: Seorang pria meninggal dunia dengan meninggalkan seorang  ibu, seorang ayah, anak laki-laki, saudara kandung laki-laki.
Jawab: Ibu: 1/6, Ayah: 1/6, Saudara kandung laki-laki: hajb (terhalang oleh anak laki-laki), Anak laki-laki: sisa.

Demikian pemaparan singkat kali ini. Mohon maaf jika banyak kesalahan karena datangnya dari saya pribadi dan kebenaran datangnya mutlak dari Allah SWT.

Sumber: www.rumaysho.com

Selasa, 27 November 2012

Ani dan Ina, Sebuah Paradoks di Jakarta

Photo: antaranews.com

(Catatan lama di Facebook)

Siang itu, Selasa (28/4/2009) panasnya mentari tak menyusutkan niat Ina (nama samaran, 9 tahun) untuk mengamen di sebuah angkutan umum jurusan Kampung Melayu- Pasar Minggu. Angkot nomor 16 itu membawa 13 penumpang dan seorang sopir. Di antara pera penumpang itu terdapat Ani (nama samaran, 9 tahun) yang sedang asik mempelajari kosa kata bahasa Inggris.

Ina pun mulai menyanyikan lagu ‘Ibu' ciptaan Iwan Fals dengan menggunakan gitar kecil yang dipetiknya saat angkot mulai berjalan. Ina yang mendendangkan lagu dengan duduk di depan pintu angkot itu tetap saja bernyanyi walau pun nyanyiannya tidak terdengar karena kalah dengan kerasnya suara klakson mobil yang berada di belakang angkot itu.

Lagu 'Ibu' yang dinyanyikan Ina sangat menyentuh hatinya. Sebab, Ina tak pernah merasakan manisnya kasih sayang ibunya yang biasa dirasakan Ani. Bahkan Ina juga harus bertahan hidup dan menghidupi keluarganya termasuk ibunya. saat-saat yang indah bagi anak-anak pada umumnya, tak dirasakan Ina. Bahkan, Ina pun tak pernah memiliki rumah seindah rumah Ani.

Sementara itu, Ani yang belajar bahasa Inggris di dalam angkot bersama temannya bernama Andi, begitu serius. Kadang-kadang terdengar tawa manis dibibir kedua cilik itu, jika salah satu di antaranya tak bisa menjawab pertanyaan kosa kata bahasa Inggris yang ditanyakan. Di angkot itu, kedua cilik yang belajar bahasa Inggris ditemani masing-masing ibunya.

Ani dan Ina sebenarnya sama. Mereka sama-sama mengenakan kaos dan celana jeans serta gelang di tangan keduanya. Namun yang berbeda, kaos dan celana jeans yang dikenakan Ani lebih bagus dibanding Ina, bahkan jeans yang dikenakan Ina sudah kumel dan sobek. Selain itu, gelang yang dikenakan Ani terbuat dari emas, sementar Ina hanya mengenakan gelang karet.

Tak terasa, nyanyian yang didendangkan Ina sudah selesai, ia pun membuka plastik kecil yang diedarkan kepada seluruh penumpang angkot itu. Di antara pemberi uang itu adalah Ani dengan memberikan uang logam kuning untuk Ina. Jakarta memang sebuah paradoks. “Di Jakarta ini, orang paling kaya dan orang paling miskin pun ada,” kata Seorang pejabat di sebuah sambutan acara ‘Jakarta yang nyaman dan ramah lingkungan’.

Hotel Sejuta Bintang

KRI Sultan Hasanuddin 366
Usai lebaran Idul Fitri tahun ini, kami pelajar Indonesia di Ankara melakukan perjalanan ke daerah timur Turki yaitu Mersin, Gaziantep dan Sanliurfa. Perjalanan ini atas undangan Atase Pertahanan dan KBRI Ankara. Di Mersin rombongan dari Ankara menyambut kapal KRI Sultan Hasanuddin dengan nomor lambung 366.

Awak kapal bercerita kepada kami bahwa kapal ini merupakan kapal kedua dari kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali kelas SIGMA milik TNI AL. Nama KRI Sultan Hasanuddin diambil dari nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI.

KRI Sultan Hasanuddin merupakan sebuah korvet modern yang dibuat oleh galangan kapal Schelde, Belanda yang mulai pada tahun 2005 khusus untuk TNI-AL. KRI Sultan Hasanuddin bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara. Kapal kelas SIGMA ini mulai dikerjakan pada Oktober 2004, dan mulai tugas pada tahun 2007.

KRI Sultan Hasanuddin ini menambatkan dirinya di dermaga Mersin sebagai pasukan perdamaian PBB. Kami beruntung dapat melihat dari dekat kapal perang berteknologi canggih ini. Di atas kapal Duta Besar memberikan sambutan selamat datang kepada awak kapal dari TNI AL dan ucapan terimakasih kepada Walikota Mersin.

Hari pertama kami menginap di rumah-rumah mahasiswa di Mersin. Hari berikutnya rombongan kami melanjutkan ke Gaziantep. Dan malam hari kami tiba di kota tua Sanliurfa. Malam itu kami menengok kolam ikan yang dekat dengan makam atau tempat kelahiran Nabi Ibrahim AS.

Di hari pertama saat makan siang di sebuah restoran, sebagai ketua rombongan saya dipanggil ibu Dubes untuk makan siang bersama di mejanya. Dan di meja ibu Dubes memesankan sebuah penginapan untuk kami (mahasiswa) di Sanliurfa. Terpesanlah dua penginapan, yaitu Lizbon Guest House dan Cumhuriyet Oteli.

Masjid Samping Lizbon Guest House
Saya memilih untuk bermalam di Lizbon, meski sebenarnya saya tahu kalau Cumhuriyet Oteli itu lebih menarik ketimbang Lizbon. Karena saya berpikir, hampir dua pertiga rombongan mahasiswa menginap di Lizbon. Namun, dilihat dari namanya Lizbon lebih wow ketimbang Cumhuririyet Oteli.

Usai beriwisata di tempat kelahiran Nabi Ibrahim, kami menuju tempat penginapan di Lizbon. Untuk menuju tempat penginapan itu kami berjalan menyusuri gang yang gelap. Setiba di Lizbon, saya langsung mengecek kamar bersama si pemilik Guest House. Di sana terdapat tiga lantai.

Di lantai pertama, kata pemilik penginapan, untuk lima orang, begitu juga di lantai dua lima orang dan lantai tiga lima orang. Jumlah kami yang menginap di Lizbon sebanyak 15 orang sementara di Cumhuriyet sebanyak 9 orang. Alangkah terkejutnya saya ketika melihat lantai tiga yang hanya ada ranjang, kasur, selimut dan bantal saja.

Dan ketika pembagian kamar, saya berusaha setenang mungkin. Seakan semua baik-baik saja. Saya membagikan kamar satu persatu. Dan bagi yang sudah dibagikan saya arahkan utnuk masuk kamarnya masing-masing. Tentu waktu itu saya membacakan pertama kali untuk kamar di lantai satu kemudian lantai dua dan terakhir lantai tiga.

Semua orang sudah masuk kamarnya masing-masing dan saya masih di lantai bawah beristirahat sambil berbincang-bincang bersama beberapa teman. Tiba-tiba Muza yang menempati lantai tiga lari ke lantai satu dan langsung mengatakan kepada saya:
Lantai tiga Lizbon
“Bang, tadi saya ngantuk banget di perjalanan tapi pas lihat kamarnya seperti itu saya jadi nggak ngantuk lagi, hahaha,” ujar Muza dengan mimik sedih namun tertawa miris. 

Muza bercerita saat ia menginjakkan kakinya di lantai tiga dia tidak melihat pintu kamar. Yang dia lihat hanya lima buah kasur. Tanpa dinding dan tanpa atap. Juga tanpa lampu. Hanya cahaya bintang yang menyinari ruangan itu. 

Penginapan itu, kata pemiliknya, adalah layaknya asrama untuk para backpacker. Tuan rumah itu mengatakan kepada saya bahwa di kota Sanliurfa tidak ada hujan. “Saya jamin semuanya baik-baik saja,” katanya meyakinkan.

Saya katakan kepada Muza, kalau orang-orang berduit menginap di hotel bintang lima, sementara kita yang pas-pasan dan tak berduit mampu mengalahkan mereka. Buktinya kita tinggal di hotel bintang sejuta. Muza dan kawan-kawannya tertawa serentak. Hahaha.

Dan perjalanan pulang dari Sanliurfa menuju Ankara yang memakan waktu 12 jam itu dihabiskan dengan membahas tentang Lizbon Guest House, hotel sejuta bintang.

Jumat, 23 November 2012

Genangan Kenangan

gambar: venus-to-mars.com
genangan kenangan tentangmu
yang terhampar di halaman pikiran
tak pernah mengering dan selalu awet
meski mentari ingin mengeringkannnya

kadang kuberkaca pada genangan itu
pantulan tentangku tak begitu nyata
terlihat samar dan mengabur
sebab genangan itu bergelombang

ah, mengapa kenangan menjadi genangan 
tak maukah ia menjelma kenyataan
yang hidup dalam kehidupan
dan beriuh meniupkan kesejukan

Ankara, 22 Nopember 2012

Cuma Cinta

Gambar: mizan.com

apa yang membuat kita kuat
apa yang membuat kita lemah
apa yang membuat kita jatuh
apa yang membuat kita bangkit
jawabku satu kata
cinta

apa yang menjadikan kita bertahan
apa yang menjadikan kita bersatu
apa yang menjadikan kita bersedih
apa yang menjadikan kita bergembira
seingatku cuma
cinta

adakah obat rindu
adakah penghilang candu
adakah penyejuk jiwa
adakah penyegar hati
ya, ada, dan itu
cinta

dimana kau dapatkan bahagia
dimana kau temukan indahnya suasana
dimana kau hasilkan serat perjuangan
dimana kau siram ladang kisah kasih
tentunya hanya dalam
cinta

Rabu, 21 November 2012

Saudagar Buku dari Kabul dan Pahlawan Kecil dari Pakistan


Malala Yousavzai. Photo: thenews.com.pk
Suhu udara pagi itu tiga derajat selsius saat anak-anak bermain-main di lapangan sekolah sebelum pelajaran dimulai. Anak-anak itu seakan tak merasakan dingin karena saking senangnya bisa bermain dengan teman-temannya. Bahkan salah satu murid ada yang melepaskan jaketnya saat ia mau bermain bola.

Di lapangan itu berkumpul bermacam-macam anak dari berbagai negara. Mulai dari Asia hingga Afrika. Kebanyakan mereka bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris, namun sebagian kecil lainnya menggunakan bahasa Turki. Maklum, sekolah ini adalah sekolah internasional milik Pakistan. Nama sekolaknya, Pakistan Embassy International Study Group (PEISG).

PEISG merupakan salah satu sekolah internasional yang ada di Ankara, Turki. Sekolah internasional lainnya bermacam-macam, ada sekolah Amerika, Inggris, Perancis dan sebagainya. Tingkat sekolah di PEISG dimulai dari TK hingga SMA.

Pagi itu saya mengantarkan putera dan puteri salah satu staf KBRI. Karena di Turki belum ada sekolah Indonesia, seperti di Mesir, Belanda, Arab Saudi dan negara lainnya yang sudah ada sekolah Indonesianya. Anak-anak Indonesia lainnya ada yang disekolahkan di sekolah Amerika, sekolah Perancis dan lain-lain, sesuka orangtuanya.

Menurut kabar, PEISG merupakan sekolah yang termasuk paling murah diantara sekolah internasional lainnya di Turki. Padahal di PEISG untuk biaya sekolah seorang anak setingkat SD dalam setahun harus mengeluarkan sekitar 5.000 euro.

Sekolah yang memiliki semua perlengkapan pendidikan itu ternyata berbeda jauh dengan kenyataan yang ada di Pakistan sendiri. Baru-baru ini saya membaca berita tentang Malala Yousavzai, aktivis pendidikan usia remaja di Pakistan. Tapi saya lebih suke menyebutnya sebagai pahlawan pendidikan. Karena dia sudah berjuang sedemikian rupa.

Melalui Blog Malala menulis kisah bagaimana dia kesusahan untuk belajar di kelasnya. Ia menyamarkan namanya dalam tulisan di blog itu. Banyak repons positif dari internasional tentang gadis kecil bernyali besar ini. Mereka mendukung Malala.

Sayangnya usaha Malala itu diketahui oleh Taliban. Pihak Taliban tidak menyukainya. Taliban merencanakan pembunuhan. Dan pada 9 Oktober 2012 Malal ditembak Taliban di kepala dan leher. Malala dilarikan ke rumah sakit. Sampai saat ini Taliban masih menginginkan untuk membunuh Malala dan ayahnya Ziauddin.

Gadis yang lahir pada tahun 1997 itu menulis di blog BBC dengan nama samaran. Ia menuliskan bagaimana Taliban mengancam anak-anak untuk menyenyam pendidikan di Pakistan, terutama anak perempuan. Ia mengeritik kekejaman Taliban. Ia menjadi demikian karena ayahnya tak ingin anak-anak di Pakistan mendapatkan pendidikan.

Waktu saya melakukan riset untuk tesis di Jakarta beberapa waktu lalu, saya sempat datang ke pameran buku di Senayan. Saya membeli sejumlah buku, baik untuk riset saya maupun bacaan ringan seperti novel dan mendapatkan novel berjudul Saudagar Buku dari Kabul.
Gambar: http://loonilicious.multiply.com

Saya sempatkan baca buku di dalam bus saat terjebak kemacetan di ibukota Jakarta. Sampai saya tersadar bahwa bus yang saya tumpangi sudah hampir sampai dan saya batasi lembaran terakhir dengan sebuah kartu nama. Atau saya membaca itu novel dimana saja saat ada waktu senggang.

Novel yang ditulis oleh jurnalis Norwegia itu bercerita tentang bagaimana perjuangan penjual buku di Kabul, ibukota Afganistan. Sang penjual buku harus hati-hati menyimpan jualannya. Ia mesti tahu mana yang harus dipajang dan mana yang harus disimpan. Sebab Taliban sangat anti dengan buku-buku yang tidak sesuai dengan keinginannya. Dan sangat anti dengan kemodernan.

Asne Seierstad menulis seperti halnya laporan berita yang mengalir dan renyah. Selain bercerita tentang susahnya menjual buku yang bagus, di Afganistan juga kaum perempuan susah mendapatkan haknya. Jangankan belajar, menentukan jalan hidupnya saja susah. Otoritas semuanya terletak pada laki-laki dan kepala keluarga.

Di novel itu dijelaskan bahwa perempuan hanya cukup di dapur, sumur dan kasur. Begitu kisah di Kabul, dimana kekuasaan terkontrol oleh Taliban. Taliban tidak mau rakyat Afganistan pintar-pintar dan perempuan-perempuan harus menjadi budak yang bisa diapa-apakan. Astaghfirullah.

Saya tidak mengerti mengapa hak dasar manusia untuk bisa membaca, menulis, belajar, dan mendapatkan pendidikan sangat sulit didapat di negara yang mayoritas muslim itu. Dan ternyata Afganistan dan Pakistan sama keadaannya tentang pendidikan. Mereka ‘terpenjara’ oleh keinginan Taliban.

Dan keriangan anak-anak kecil seperti di sekolah internasional PEISG pagi itu sangat jauh dari kenyataan yang ada, khusunya di Pakistan dan di Afganistan. Padahal perintah Tuhan melalui utusanNya adalah mencari ilmu itu kewajiban bagi seorang muslim baik lelaki maupun perempuan. Ini juga diperkuat dengan ayat yang pertama kali turun ke dunia adalah Iqra!, Bacalah! Belajarlah.

Pohon tak Pernah Galau

Di musim gugur..

Pohon tak pernah menyesal
saat dedaunannya berguguran
sebab ia sadar
daun yang jatuh
bermanfaat untuk tanah

Pohon tak pernah marah
kepada musim di penghujung tahun
sebab ia mengerti
musim semi akan datang
dan dedaunan akan tumbuh kembali

Pohon tak pernah galau 
saat ia kehilangan dedaunan
justru ia senang
sebab saat daun itu berjatuhan
ia sedang menghibur manusia

Pohon tak pernah risih
saat daunnya berubah warna
kuning kecokelatan
sebab ia paham
dengan begitu ia bertambah cantik

Pohon tak pernah geram
ia tak pernah menyangkal ketentuan
meski ia sudah tak lagi berdaun
sebab ia yakin 
Tuhan berikan kekuatan tuk bertahan

Ankara, akhir musim gugur 2012

Selasa, 20 November 2012

Guru-guru yang Menginspirasi (5)

“Kalau kamu tidak lebih baik daripada saya, lebih baik kamu tidak usah lahir dan saya tidak usah mati, hanya nambah jatah beras saja.” Begitulah salah satu isi ceramah KH Hasan Abdullah Sahal.
Photo: putri1.gontor.ac.id
Santri dan alumni Gontor siapa yang tidak mengenal ceramah-ceramah beliau yang menggugah. Kata-katanya sederhana tapi mengena. Dalam gurauannya terselip hikmah yang dalam untuk direnungkan.

Ustadz Hasan, begitu kami memanggilnya, adalah guru yang tawadhu, rendah hati, meskipun kepada para santrinya. Hinga saat ini saya selalu kangen dengan ceramah-ceramahnya. Beliau adalah pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor.

Dulu saat saya mengabdi di Gontor, suatu pagi usai shalat subuh saya mendapatkan surat tugas untuk mengisi pelajaran Hadits kelas enam (setingkat tiga SMA) menggantikan Ustadz Hasan. Pusing juga saat itu, karena selain saya mengisi adik kelas saya satu tingkat, juga harus menggantikan Pak Kyai.

Mengisi kelas adik setingkat itu agak susah. Soalnya salah satu santri ada yang pernah satu kamar di asrama, misalnya. Atau bagaimana saya mengajarkan pelajaran itu sementara saya juga baru lulus. Beruntung waktu itu, usai saya membaca absensi, Ustadz Hasan tiba ke kelas dan saya ijin undur diri.

Pengabdian di Gontor adalah kewajiban. Santri yang lulus dari Gontor setingkat lulus SMA harus mengajar di pesantren-pesantren alumni yang ada di Indonesia selama satu tahun. Ada yang mendapat pengabdian di Sumatera, ada yang di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan yang lainnya. Saya kebetulan ditetapkan untuk mengabdi di Gontor selama setahun.

Senin, (19/11/2011) saudara kembar saya berkunjung ke Gontor dan bertemu dengan beliau dan meminta nasihatnya. Ustadz Hasan bercerita banyak tentang kehidupan pondok. Ia juga bercerita tentang pesantren Al-Muqaddasah yaitu pesantren untuk penghafal Alquran yang ia pimpin.

Selain memimpin Gontor, Ustadz Hasan memimpin sebuah pesantren untuk penghafal Alquran. Letaknya tidak jauh dari Gontor. Hari-harinya diisi untuk mengembangkan pondok Gontor yang setiap tahun selalu ada kemajuan. Saat ini cabangnya tersebar dimana-mana, dari ujung Sumatera hingga Sulawesi.

Sejak KH Abdullah Syukri Zarkasyi sakit beberapa bulan lalu, Kyai Hasan fokus memimpin Gontor bersama KH Syamsul Hadi Abdan. Apalagi Kyai Syamsul tahun ini berangkat haji. Otomatis Kyai Hasan sendiri memimpin Gontor selama Kyai Syamsul berhaji. Pesantren Almuqaddasah yang beliau pimpin diserahkan kepada putera pertamanya.

Dalam perbincangan bersama putera pendiri Gontor, KH Ahmad Sahal, itu mengatakan, saat ini beliau sedang menyelesaikan tulisan-tulisannya, yaitu semua kumpulan khutbah, ceramah dan nasehat. “Kalau tidak begini takut ada wasiat yang terlewatkan,” katanya.

Selain itu, beliau mengungkapkan, dirinya sudah tua. Setiap hari memperbanyak berzikir, bertakbir, bertasbih dan amalan yang lainnya. “Amal shaleh apa yang akan saya bawa,” ungkapan kehawatiran seorang Kyai Hasan.

Dalam hati saya, wow, kyai yang sudah hafal Alquran, memiliki ribuan santri, memimpin dua  pesantren besar, masih saja menghawatirkan amal shalehnya. Subhanallah. Sementara saya yang waktunya kebanyakan dihabiskan dengan sia-sia jarang menghawatirkan itu. Astaghfirullah.

Rabu, 14 November 2012

Tiga Kedamaian

Kita sering mendengar pepatah kuno, Si vis pacem para bellum, jika ingin damai bersiaplah untuk perang. Artinya kedamaian akan didapat dengan peperangan. Namun tulisan ini tidak membahas perang secara militer.

Ini tentang perang terbesar dalam peradaban manusia yaitu perang dengan diri sendiri. Kedamaian terdapat dalam tiga bagian dalam diri manusia, yaitu;


Pertama, damai di hati. Kedamaian itu bermula dari hati kita. Semua gerak badan dan tingkah kita digerakan dari hati kita. Niat kita. Jika hati kita bersih dan ikhlas semuanya akan berjalan mulus.


Tapi tak jarang kita menemukan diri kita berperang melawan hati kita. Kita berusaha sekuat tenaga mengingkari hati kita. Kita juga berusaha membenarkan apa yang kita lakukan, padahal yang kita lakukan belum tentu betul.


Bila ini kita terus lakukan, maka ini akan menjadi kebiasaan. Maka kedamaian akan jauh dari diri kita. Ada sebuah cerita berkaitan dengan ini dalam sebuah novel Sepatu Dahlan. Anak kecil terpaksa maling tebu untuk bertahan hidup dari kelaparan. 


Berita tentang pencurian ini sudah tersebar di seantero kampung. Dan kakak dari anak ini bilang sama adiknya. Jangan mencuri lagi, Dik. Bukan untuk menjaga nama baik keluarga. Tapi kakak takut itu menjadi kebiasaan. Kita boleh miskin hati tapi tak boleh miskin iman.


Iman ini terpatri dari hati yang bersih. Saat melakukan pencurian, si anak yang baik itu sebenarnya dalam hatinya menolak untuk berbuat itu. Tapi dia kalah oleh nafsunya. Namun kemudian di saat kelaparan dating lagi ia sekuat hati untk tidak mencuri. Dan akhirnya datanglah rejeki yang tak terduga. 


Itulah bukti kalau kita perang dengan hati kita dan hati kita yang menang maka kedamaian akan datang dan jalan pun akan terang.


Kedua, damai di pikiran. Jika hati memang membawa kebenaran hakiki, tapi tidak dengan pikiran. Pikiran ini selalu banyak pertimbangan. Jika saya begini, maka saya akan begitu. Jika saya berbuat sesuatu kebaikan akankah dibalas dengan kebaikan lagi dan kapan itu terjadi.


Begitulah permisalan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran kita. Kita selalu ingin untung. Kita selalu ingin mudah. Kita selalu ingin jalan pintas. Pikiran kita tak ingin yang lama-lama. Tak ingin untuk bersabar. Tak ingin melalui jalan terjal.


Padahal hidup ini tak selamanya indah. Jalan pun tak selamanya halus dan lurus. Ada kerikil. Ada lubang. Ada kelokan. Ada tanjakan. Ada turunan.  Dan pikiran kita terpenjara dengan jalan yang halus dan lurus itu.


Hati mengajak untuk santai menghadapi kehidupan, namun terkadang pikiran memanipulasinya. Hingga akhirnya kita terperangkap ke dalam jebakan pikiran yang buruk. Dan semuanya berjalan dengan tidak semestinya. Berantakan.


Jika hati kita sudah damai, ajaklah pikiran kita juga untuk berdamai. Perangilah pikiran dengan tenang. Ajaklah untuk berdialog. Jika pikiran berontak, tentramkanlah dengan membaca aya-ayat Ilahi. 


Bersujudlah kepada Yang Menciptakan kita. Bahwa kita ini bukan siapa-siapa. Bahkan dalam sujud itu kepala kita (tempatnya alam pikiran) berada di bawah pantat kita (tempatnya kotoran).


Ketiga, damai dalam jiwa. Jiwa adalah roh penggerak badan kita. Jiwa ini merespons apa yang ada dalam hati dan pikiran. Jika ada pertentangan antara hati dan pikiran, jiwa kita pun akan tidak tentram. Tidak damai.


Jadi kita tidak akan damai dalam jiwa dan tingkah laku kita jika hati dan pikiran kita tidak tentram. Maka agar seluruh dalam diri kita damai maka kita harus berdamai dengan hati dan pikiran yang berimbas pada damai di jiwa.


Bahkan, masalah sebesar apa pun, bisa menjadi menjadi ringan jika kita sudah berdamai dengan diri kita. Sebab Tuhan tidak memberi kesulitan selain juga didatangkan kemudahan. Dan itu hanya diri kita yang tahu dan jika kita mau berdamai.


Seperti dalam lirik lagu Jason Mraz: I'm living in the moment, I'm living my life, Oh, easy and breezy, With peace in my mind, Peace in my heart, Peace in my soul, Wherever I'm going, I'm already home, I'm living in the moment.

Tiga Ketetapan


Dalam bayangan kita hidup ini memang misteri. Tak ada siapa pun yang tahu akan hari esok dan seterusnya. Kita sering mendengar bahwa manusia berencana Tuhan menentukan. Ya, betul, tulisan ini tentang itu. Tentang ketetapan hidup yang sudah digariskan.

Pertama, soal rejeki. Sekuat apapun usaha kita, jika belum rejeki kita, ya, akan sia-sia. Tapi tidak sia-sia bagi Tuhan. Sebab, Tuhan memerintahkan kita untuk usaha. Soal hasil itu baru soal takdir. Soal ketetapan.

Pernahkah kita merenung, bagaimana hewan-hewan masih bisa hidup, masih bisa makan, masih bisa memiliki keturunan, padahal mereka itu tidak sekolah, tidak kuliah, bahkan tidak kerja dan tidak digaji?

Pernahkah kita berpikir bagaimana pohon bisa tetap hidup, apalagi beberapa pohon yang kuat bertahan di musim dingin? Ada juga pohon yang diciptakan untuk berbuah yang bisa dinikmati oleh makhluk hidup lainnya, tanpa ia meminta imbalan kepada yang memakan buahnya?

Ya, semua makhluk hidup di dunia ini, sekecil apapun ia, Tuhan tidak pernah merelakan mereka kelaparan. Tuhan menciptakan makhluk hidup di dunia ini untuk dinikmati dan dipelajari oleh manusia yang memiliki akal pikiran dan hati nurani.

Semua sesuai dengan takaran masing-masing. Dan manusia juga memiliki takarannya sendiri-sendiri. Semua sudah diatur rejekinya. Hewan, tumbuhan dan manusia sudah ditetapkan. Apakah kita masih meragukan apa yang sudah ditentukan ini?

Orang-orang yang meragukan adalah orang-orang yang masih merasa kekurangan dengan apa yang dimilikinya. Betapa banyak rejeki yang tidak kita hitung, kesehatan, keluarga dan orang-orang yang kita cintai, misalnya.

Kedua, soal jodoh. Banyak orang-orang yang bertanya kepada sesamanya yang belum melangsungkan pernikahan, mengapa belum menikah? Kenapa terlambat? Kenapa dengan orang ini menikahnya? Dan sebagainya.

Padahal, bagi sebagian kita, sebenarnya pertanyaan dan jawaban ini tidak penting. Ada juga yang melihatnya sebagai hal yang sangat penting.

Namun, kita harus ingat bahwa jodoh itu adalah juga ketetapan. Saya teringat ungkapan Juki di sinetron Para Pencari Tuhan Jilid 6, yang menyatakan;

"Pertanyaan kenapa kadang terlalu bahaya untuk dijawab. Kenapa kita berjodoh dengan seseorang, siapa beruntung dan siapa bermusibah. Sekarang gw gak mau tahu kenapa ini, kenapa itu. Dan selalu gw yang apes. Kenapa? Gak penting."

Ada benarnya pernyataan di atas ini. Sebab bukan kita yang menentukan dan yang menginginkan hidup kita seperti ini. Semua sudah digariskan. Memang, manusia memiliki pilihan hidupnya masing-masing.

Misalnya, ada yang sudah berhubungan lama tapi akhirnya tidak menikah. Ada yang baru kenalan langsung menikah. Dan seterusnya. Tidak ada rumus yang pasti. Tapi yang pasti Allah sudah menentukan siapa menikah dengan siapa. Siapa berjodoh dengan siapa.

Ketiga, hidup dan mati. Manusia sudah ditetapkan kapan ia lahir dan kapan ia meninggal. Dan itu ketetapan Tuhan untuk makhluknya.

Sebab, banyak juga yang bertanya kepada pasangan yang baru menikah, atau bertanya kepada yang sudah lama menikah tapi belum juga dikaruniai keturunan; kapan punya anak?

Ini sepertinya pertanyaan sepele, pertanyaan yang dinyatakan untuk basa-basi. Tapi pernahkah berpikir, jika kita berada di pihak mereka? Tapi bukan ini yang penting.

Yang terpenting adalah bahwa anak adalah ketetapan Tuhan. Rejeki yang tak terhingga untuk pasangan suami istri, yang sudah ditulis di langit sana.

Jadi, tak perlu kita khawatir. Tak perlu kita ragu. Yang perlu bagi kita adalah kita harus yakin dan percaya kepada Tuhan. Percaya kepada ketetapan Tuhan. Dan bersyukur atas apa yang sudah Tuhan tetapkan kepada kita. Wallahu a’lam.

Jumat, 09 November 2012

Tiga Kebaikan


Saudara, Tuhan selalu menganjurkan kita untuk berbuat baik kepada siapa pun tanpa memandang kelas, pangkat, jabatan dan sebagainya. Ada tiga kebaikan yang mesti kita raih sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini.

Pertama, manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Mengapa demikian? Karena manusia diciptakan berbarengan dengan sifat yang buruk yang menempel pada dirinya. Sifat buruk itu seperti pelit, memikirkan diri sendiri, egois, ingin menang sendiri, curang, dan yang lainnya.

Syarat utama agar menjadi bermanfaat untuk orang lain adalah, orang itu harus selesai dengan dirinya sendiri. Maksud dari selesai adalah, ia tidak lagi memikirkan tentang dirinya. Atau setidaknya ia mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang kepentingannya sendiri.

Ini memang berat tapi paling tidak begini, bermanfaat bagi yang lain itu bisa diartikan jika ada seseorang meminta bantuan, maka ia lekas memberikan pertolongannya sebisa mungkin. Kalaupun tidak bisa paling tidak ia mendoakan. Dan balasan mendoakan kebaikan adalah kebaikan seperti apa yang ia doakan untuk orang lain.

Dan tidak mesti kita bermanfaat setelah kita sukses menjadi orang besar di mata manusia, seperti nanti kalau saya sudah menjadi direktur bla, bla, bla, baru saya akan bermanfaat bagi yang lain. Saya akan mengulang cerita tentang kebaikan seorang satpam di kampus STIE Ahmad Dahlan di Ciputat.

Satpam ini dikenal baik oleh orang-orang di lingkungan kampus. Dari rekan seperjuangannya hingga pihak pimpinan kampus mengenal kebaikannya. Ia selalu ramah kepada siapa pun. Dan ia  ikhlas melakukannya. Ditambah lagi ia selalu melaksanakan shalat tahajud di malam hari dimana orang-orang terlelap tidur.

Ketika bencana jebolnya Situ Gintung yang menewaskan sekitar 100 orang, satpam ini selamat. Padahal rumahnya tidak jauh dari mulut bendungan yang jebol itu. Dengan sebuah kasur tipis ia melawan arus dan menepi ke daratan yang lebih tinggi.

Ia diselamatkan oleh Allah SWT akibat kebaikan yang ia lakukan, juga kewajiban yang tak pernah ia tinggalkan. Bukan itu saja, istri dan anaknya juga selamat. Anaknya selamat karena merangkul pohon kecil yang tidak tumbang, meski pohon besar disampingnya tumbang. Sebuah keajaiban.

Kedua, akhirat lebih baik daripada dunia. Kita kadang lupa bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Kita juga terkadang terlena akan keindahan dan kemolekan dunia dan seisinya. Sampai kita melupakan apa yang abadi, yaitu kehidupan setelah kematian.

Tidak dipungkiri, semua yang enak dan menarik berseliweran di hadapan kita. Semua tawaran tentang kesenangan, dengan telepon genggam pintar di tangan kita, kita hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk memesannya. Dan datanglah semua kesenangan yang semu itu.

Kita lupa bahwa masih banyak orang yang tidak seberuntung kita. Kita juga lupa bahwa ada kebahagiaan yang lebih besar ketika kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Sekecil apapun itu.

Dan ketika kita dihadapkan dengan pilihan, dunia dan akhirat, kita kadang lebih memilih dunia. Misalnya, ketika panggilan untuk shalat berkumandang, sementara kita sedang asik menonton film di depan laptop, kita bilang sama diri kita sendiri, nanti aja ah kalau sudah selesai filmnya.

Begitulah. Kita selalu lupa untuk yang lebih kekal, lebih abadi. Kita lebih memilih yang sementara yang hanya fatamorgana. Sebab, panca indera kita terbatas, dan kita lebih memilih yang terlihat ketimbang yang angan-angan. Padahal janji Tuhan itu pasti! Kebaikan dibalas kebaikan, juga sebaliknya. Di dunia ini maupun di akhirat nanti.

Ketiga, sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Tuhan memerintahkan makhlukNya untuk berbekal. Bekal untuk di dunia maupun di akhirat. Hampir tidak ada orang yang berhasil dengan apa yang ia inginkan jika ia tidak punya bekal. Apapun itu.

Misalnya, orang yang mau belajar, maka ia harus punya bekal seperti buku, pulpen dan pensil. Jika ia tidak punya bekal tadi, ia tidak akan bisa belajar. Bagaimana mau mencatat pelajaran jika peralatannya tidak ada. Bagaimana ia akan membaca sementara buku yang mesti dibaca tidak ada.

Atau seperti orang yang suka jalan-jalan. Ia pun harus memiliki bekal seperti tas yang berisi pakaian dan tiket perjalanan. Jika perjalanannya ke luar negeri ia harus membawa paspor dan visa. Dan perjalanan itu tidak akan terjadi jika tidak ada bekal tersebut.

Begitupun untuk kehidupan kita yang abadi nanti, kita harus punya bekal, dan sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Quraish Shihab dalam ceramahnya mengatakan, kehidupan ini seperti perjalanan. Agar perjalanan kita ringan, kita harus membawa sesuatu yang ringan pula.

Barang-barang yang berat sebaiknya ditinggal. Artinya bahwa barang-barang yang berat itu kita sedekahkan. Kelak kita akan mengambil barang itu setelah tiba di tempat yang abadi. Sedekah ini yang meringankan perjalanan kita.

Bekal takwa adalah yang terbaik. Takwa artinya melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan semua keburukan. Orang yang bertakwa hidupnya senang dan tenang selalu. Tidak mesti menunggu akhirat nanti, di dunia saja orang takwa ini sudah bahagia.

Janji Tuhan adalah barang siapa yang bertakwa, maka akan dibukakan dan dipermudah hidupnya serta diberikan rejeki yang tidak disangka-sangka.

Bahkan, saking pentingnya ayat-ayat tentang wasiat takwa ini, ia dijadikan rukun khutbah jumat. Setiap minggu kita diingatkan untuk selalu bertakwa, pengingat ini dilakukan karena kita adalah makhluk pelupa. Wallahu a’lam bishshawab.

Minggu, 04 November 2012

Sejarah IKPM Turki


Setelah hasil kelulusan beasiswa pemerintah Turki diumumkan pada awal Oktober 2009, saudara Christian Kuswibowo (juga Dewan Pendiri IKPM Turki) menelepon saya dan mengabari bahwa kami berdua sebagai penerima beasiswa tersebut.

www.ikpmturki.com

Kami pun kemudian merancang jadwal keberangkatan bersama menuju negeri bekas kesultanan Turki Usmani. Setelah hampir sembilan tahun tak berjumpa, kami pun berangkat bersama ke Turki pada tanggal 26 Oktober 2009.

Di pesawat terbang saat pemberangkatan ke Turki, kami berdua berbincang soal organisasi alumni Gontor. Saya katakan padanya, bahwa kita bisa mendirikan Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) di Turki, jika masih sedikit, kita bergantian setiap tahunnya sebagai ketua dan sekretaris. 

Perbincangan itu memang sebuah harapan, meski kami pun sedikit ragu karena alumni Gontor hanya kami berdua.

Setibanya kami di Ankara (saya kuliah di Universitas Ankara dan Christian di Universitas Hacettepe di Ankara), bertemu dengan alumni Gontor lainnya, yaitu Gusty Ayuman Mukasyafah. 

Perjumpaan itu terjadi di kantor KBRI Ankara, saat kami mempersiapkan Indonesia Cultural Day di Tomer Ankara. Rupanya, Gusty belajar di Universitas Seljuk di Konya dan ia hanya bertandang ke Ankara. Pertemuan itu kami gunakan untuk bernostalgia.

Namun, di tahun pertama di Turki kami terlena dengan kegiatan bersama pelajar Indonesia yang kami bangun bersama yaitu Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki. Saya sebagai Dewan Penasehat PPI Turki, sementara Christian sebagai Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi PPI Turki.

Di tahun kedua rupanya kami berdua terlalu asik dengan dunia perkuliahan yang baru. Sebab di tahun pertama kami hanya belajar bahasa Turki dan di tahun kedua kami mulai studi S2.

Barulah di tahun ketiga, 2011-2012, alumni Gontor di Turki bertambah banyak mencapai 11 orang. Beberapa rekan alumni menghubungi saya tentang IKPM yang kita dambakan. Ada terbersit keinginan untuk kumpul bersama, sekadar silaturrahim dan mengobrol bersama.

Namun keinginan itu belum juga terwujud. Sampai suatu ketika saya mendapat tugas dari dosen saya untuk pulang ke Indonesia untuk melakukan riset tesis saya.

Saya pun kemudian pulang pada awal Maret 2012. Kebetulan pada tanggal 23-25 Maret 2012, di Cirebon diadakan Silaturrahim Nasional (Silatnas) IKPM. Yang menjadi panitianya adalah IKPM Cirebon.

Kesempatan pertemuan dan silaturrahim alumni Gontor ini pun tidak saya sia-siakan. Saya datang ke Cirebon bersama rekan-rekan IKPM Jakarta. Kami berangkat bersama dari Lebak Bulus menggunakan bus rombongan.

Para pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor saat itu datang dan mengisi acara silatnas yang diadakan di asrama haji dan pendopo kesultanan Cirebon. Ribuan alumni datang.

Di akhir acara kami bertasafuf alias bersalaman dengan para pimpinan kami. Dan saya banyak berbincang dengan ustadz-ustadz senior, termasuk Ketua Umum IKPM, KH Akrim Mariyat.

Saya katakan kepada Ustadz Akrim (begitu kami memanggil KH Akrim Mariyat), bahwa kami mahasiswa Indonesia yang alumni Gontor mencapai 11 orang. Namun, kami belum memiliki IKPM.

“Kalau begitu dirikan saja IKPM cabang Turki dan kirim kabar ke saya melalui e-mail atau telepon,” kata Ustadz Akrim sembari memberikan kartu namanya kepada saya. Mendapat restu dan persetujuan dari ketua umum IKPM itu menjadikan semangat untuk mendirikan IKPM Turki.

Sekembalinya saya ke Turki usai riset di Indonesia pada awal Mei 2012, saya kabari beberapa rekan di Ankara akan pertemuan saya dengan Ustadz Akrim. Responsnya sangat positif.

Kemudian saya kirim sms ke semua alumni Gontor di Turki untuk menindaklanjuti pertemuan dengan ketua umum IKPM Turki. Dan kami pun menyepakati untuk kumpul dan musyawarah perdana IKPM Turki di Ankara.

Pada hari Ahad, 17 Juni 2012, kami alumni Gontor yang tersebar di berbagai provinsi dan kota di Turki berkumpul di Ankara. Semangat itu terlihat dari wajah para alumni Gontor di Turki.

Sembari bakar ayam dan tajammu’ ala Gontor di Harikalar Parki, kami bersilaturrahim dan bermusyawarah tentang pendirian IKPM Turki sekaligus memilih ketuanya. Saat itu terpilihlah saudara Abdul Aziz sebagai ketua IKPM Turki secara musyawarah mufakat.

Usai bersilaturrahim itu kami kemudian mengikuti acara di wisma KBRI Ankara di daerah Oran. Hampir semua diplomat dan Duta Besar RI untuk Turki hadir pada acara tersebut.

Sebelum acara dimulai kami menghadap Ibu Dubes dan Pensosbud KBRI Ankara yang sudah berada di sekitar gedung pertemuan itu. Dalam perbincangan itu kami memberitahukan bahwa IKPM Turki telah berdiri dan kami memohon arahan dan bimbingan Ibu Dubes.

Ibu Dubes, Nahari Agustini, menyampaikan kepada kami bahwa ia turut senang dan memberikan selamat atas berdirinya IKPM Turki.

Meski begitu ia juga memberikan nasehatnya kepada kami agar kami tetap fokus untuk belajar meski sibuk dengan organisasi. “Jangan lupa dengan tujuan utama datang ke Turki, yaitu untuk belajar,” nasehat Ibu Dubes.

Kabar tentang silaturrahim perdana dan lahirnya IKPM Turki kami kirim kepada ketua umum IKPM di Gontor, Ponorogo. Ustadz Akrim menyambut baik akan berdirinya IKPM Turki ini. Ia mengucapkan “Selamat dan semoga bermanfaat untuk umat.”