KRI Sultan Hasanuddin 366 |
Awak kapal
bercerita kepada kami bahwa kapal ini merupakan kapal kedua dari kapal perang
jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali kelas SIGMA milik TNI AL. Nama KRI Sultan
Hasanuddin diambil dari nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI.
KRI Sultan
Hasanuddin merupakan sebuah korvet modern yang dibuat oleh galangan kapal
Schelde, Belanda yang mulai pada tahun 2005 khusus untuk TNI-AL. KRI Sultan
Hasanuddin bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti kapal
permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara. Kapal kelas SIGMA ini mulai
dikerjakan pada Oktober 2004, dan mulai tugas pada tahun 2007.
KRI Sultan
Hasanuddin ini menambatkan dirinya di dermaga Mersin sebagai pasukan
perdamaian PBB. Kami beruntung dapat melihat dari dekat kapal perang berteknologi
canggih ini. Di atas kapal Duta Besar memberikan sambutan selamat datang kepada
awak kapal dari TNI AL dan ucapan terimakasih kepada Walikota Mersin.
Hari pertama
kami menginap di rumah-rumah mahasiswa di Mersin. Hari berikutnya rombongan
kami melanjutkan ke Gaziantep. Dan malam hari kami tiba di kota tua Sanliurfa. Malam
itu kami menengok kolam ikan yang dekat dengan makam atau tempat kelahiran Nabi
Ibrahim AS.
Di hari pertama
saat makan siang di sebuah restoran, sebagai ketua rombongan saya dipanggil ibu
Dubes untuk makan siang bersama di mejanya. Dan di meja ibu Dubes memesankan
sebuah penginapan untuk kami (mahasiswa) di Sanliurfa. Terpesanlah dua
penginapan, yaitu Lizbon Guest House dan Cumhuriyet Oteli.
Masjid Samping Lizbon Guest House |
Saya memilih
untuk bermalam di Lizbon, meski sebenarnya saya tahu kalau Cumhuriyet Oteli itu
lebih menarik ketimbang Lizbon. Karena saya berpikir, hampir dua pertiga
rombongan mahasiswa menginap di Lizbon. Namun, dilihat dari namanya Lizbon
lebih wow ketimbang Cumhuririyet Oteli.
Usai beriwisata
di tempat kelahiran Nabi Ibrahim, kami menuju tempat penginapan di Lizbon. Untuk
menuju tempat penginapan itu kami berjalan menyusuri gang yang gelap. Setiba di
Lizbon, saya langsung mengecek kamar bersama si pemilik Guest House. Di sana
terdapat tiga lantai.
Di lantai
pertama, kata pemilik penginapan, untuk lima orang, begitu juga di lantai dua lima
orang dan lantai tiga lima orang. Jumlah kami yang menginap di Lizbon sebanyak
15 orang sementara di Cumhuriyet sebanyak 9 orang. Alangkah terkejutnya saya
ketika melihat lantai tiga yang hanya ada ranjang, kasur, selimut dan bantal
saja.
Dan ketika
pembagian kamar, saya berusaha setenang mungkin. Seakan semua baik-baik saja. Saya
membagikan kamar satu persatu. Dan bagi yang sudah dibagikan saya arahkan utnuk
masuk kamarnya masing-masing. Tentu waktu itu saya membacakan pertama kali untuk
kamar di lantai satu kemudian lantai dua dan terakhir lantai tiga.
Semua orang
sudah masuk kamarnya masing-masing dan saya masih di lantai bawah beristirahat
sambil berbincang-bincang bersama beberapa teman. Tiba-tiba Muza yang menempati
lantai tiga lari ke lantai satu dan langsung mengatakan kepada saya:
Lantai tiga Lizbon |
“Bang, tadi saya
ngantuk banget di perjalanan tapi pas lihat kamarnya seperti itu saya jadi
nggak ngantuk lagi, hahaha,” ujar Muza dengan mimik sedih namun tertawa miris.
Muza bercerita saat ia menginjakkan kakinya di lantai tiga dia tidak melihat pintu kamar. Yang dia lihat hanya lima buah kasur. Tanpa dinding dan tanpa atap. Juga tanpa lampu. Hanya cahaya bintang yang menyinari ruangan itu.
Muza bercerita saat ia menginjakkan kakinya di lantai tiga dia tidak melihat pintu kamar. Yang dia lihat hanya lima buah kasur. Tanpa dinding dan tanpa atap. Juga tanpa lampu. Hanya cahaya bintang yang menyinari ruangan itu.
Penginapan itu, kata pemiliknya,
adalah layaknya asrama untuk para backpacker. Tuan rumah itu mengatakan kepada
saya bahwa di kota Sanliurfa tidak ada hujan. “Saya jamin semuanya baik-baik
saja,” katanya meyakinkan.
Saya katakan kepada
Muza, kalau orang-orang berduit menginap di hotel bintang lima, sementara kita
yang pas-pasan dan tak berduit mampu mengalahkan mereka. Buktinya kita tinggal
di hotel bintang sejuta. Muza dan kawan-kawannya tertawa serentak. Hahaha.
Dan perjalanan pulang dari Sanliurfa menuju Ankara yang memakan waktu 12 jam itu dihabiskan dengan membahas tentang Lizbon Guest House, hotel sejuta bintang.
Dan perjalanan pulang dari Sanliurfa menuju Ankara yang memakan waktu 12 jam itu dihabiskan dengan membahas tentang Lizbon Guest House, hotel sejuta bintang.
Waah.... Kalau saya disuruh milih, pasti saya ambil lantai 3 tuh.
BalasHapusBenar2 sepcial, hotel tanpa atap, bisa menatap bintang2.
ha ha ha ha.... Unik banget.
hahaha, iya tuh bu tam, temen-temen juga pada seneng tinggal di lantai tiga, malah si rizal yang di lantai satu juga pingin pindah ke lantai tiga, seru katanya, hahaha
BalasHapus