Selasa, 27 November 2012

Hotel Sejuta Bintang

KRI Sultan Hasanuddin 366
Usai lebaran Idul Fitri tahun ini, kami pelajar Indonesia di Ankara melakukan perjalanan ke daerah timur Turki yaitu Mersin, Gaziantep dan Sanliurfa. Perjalanan ini atas undangan Atase Pertahanan dan KBRI Ankara. Di Mersin rombongan dari Ankara menyambut kapal KRI Sultan Hasanuddin dengan nomor lambung 366.

Awak kapal bercerita kepada kami bahwa kapal ini merupakan kapal kedua dari kapal perang jenis Perusak Kawal Berpeluru Kendali kelas SIGMA milik TNI AL. Nama KRI Sultan Hasanuddin diambil dari nama Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI.

KRI Sultan Hasanuddin merupakan sebuah korvet modern yang dibuat oleh galangan kapal Schelde, Belanda yang mulai pada tahun 2005 khusus untuk TNI-AL. KRI Sultan Hasanuddin bertugas sebagai kapal patroli dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara. Kapal kelas SIGMA ini mulai dikerjakan pada Oktober 2004, dan mulai tugas pada tahun 2007.

KRI Sultan Hasanuddin ini menambatkan dirinya di dermaga Mersin sebagai pasukan perdamaian PBB. Kami beruntung dapat melihat dari dekat kapal perang berteknologi canggih ini. Di atas kapal Duta Besar memberikan sambutan selamat datang kepada awak kapal dari TNI AL dan ucapan terimakasih kepada Walikota Mersin.

Hari pertama kami menginap di rumah-rumah mahasiswa di Mersin. Hari berikutnya rombongan kami melanjutkan ke Gaziantep. Dan malam hari kami tiba di kota tua Sanliurfa. Malam itu kami menengok kolam ikan yang dekat dengan makam atau tempat kelahiran Nabi Ibrahim AS.

Di hari pertama saat makan siang di sebuah restoran, sebagai ketua rombongan saya dipanggil ibu Dubes untuk makan siang bersama di mejanya. Dan di meja ibu Dubes memesankan sebuah penginapan untuk kami (mahasiswa) di Sanliurfa. Terpesanlah dua penginapan, yaitu Lizbon Guest House dan Cumhuriyet Oteli.

Masjid Samping Lizbon Guest House
Saya memilih untuk bermalam di Lizbon, meski sebenarnya saya tahu kalau Cumhuriyet Oteli itu lebih menarik ketimbang Lizbon. Karena saya berpikir, hampir dua pertiga rombongan mahasiswa menginap di Lizbon. Namun, dilihat dari namanya Lizbon lebih wow ketimbang Cumhuririyet Oteli.

Usai beriwisata di tempat kelahiran Nabi Ibrahim, kami menuju tempat penginapan di Lizbon. Untuk menuju tempat penginapan itu kami berjalan menyusuri gang yang gelap. Setiba di Lizbon, saya langsung mengecek kamar bersama si pemilik Guest House. Di sana terdapat tiga lantai.

Di lantai pertama, kata pemilik penginapan, untuk lima orang, begitu juga di lantai dua lima orang dan lantai tiga lima orang. Jumlah kami yang menginap di Lizbon sebanyak 15 orang sementara di Cumhuriyet sebanyak 9 orang. Alangkah terkejutnya saya ketika melihat lantai tiga yang hanya ada ranjang, kasur, selimut dan bantal saja.

Dan ketika pembagian kamar, saya berusaha setenang mungkin. Seakan semua baik-baik saja. Saya membagikan kamar satu persatu. Dan bagi yang sudah dibagikan saya arahkan utnuk masuk kamarnya masing-masing. Tentu waktu itu saya membacakan pertama kali untuk kamar di lantai satu kemudian lantai dua dan terakhir lantai tiga.

Semua orang sudah masuk kamarnya masing-masing dan saya masih di lantai bawah beristirahat sambil berbincang-bincang bersama beberapa teman. Tiba-tiba Muza yang menempati lantai tiga lari ke lantai satu dan langsung mengatakan kepada saya:
Lantai tiga Lizbon
“Bang, tadi saya ngantuk banget di perjalanan tapi pas lihat kamarnya seperti itu saya jadi nggak ngantuk lagi, hahaha,” ujar Muza dengan mimik sedih namun tertawa miris. 

Muza bercerita saat ia menginjakkan kakinya di lantai tiga dia tidak melihat pintu kamar. Yang dia lihat hanya lima buah kasur. Tanpa dinding dan tanpa atap. Juga tanpa lampu. Hanya cahaya bintang yang menyinari ruangan itu. 

Penginapan itu, kata pemiliknya, adalah layaknya asrama untuk para backpacker. Tuan rumah itu mengatakan kepada saya bahwa di kota Sanliurfa tidak ada hujan. “Saya jamin semuanya baik-baik saja,” katanya meyakinkan.

Saya katakan kepada Muza, kalau orang-orang berduit menginap di hotel bintang lima, sementara kita yang pas-pasan dan tak berduit mampu mengalahkan mereka. Buktinya kita tinggal di hotel bintang sejuta. Muza dan kawan-kawannya tertawa serentak. Hahaha.

Dan perjalanan pulang dari Sanliurfa menuju Ankara yang memakan waktu 12 jam itu dihabiskan dengan membahas tentang Lizbon Guest House, hotel sejuta bintang.

2 komentar:

  1. Waah.... Kalau saya disuruh milih, pasti saya ambil lantai 3 tuh.
    Benar2 sepcial, hotel tanpa atap, bisa menatap bintang2.
    ha ha ha ha.... Unik banget.

    BalasHapus
  2. hahaha, iya tuh bu tam, temen-temen juga pada seneng tinggal di lantai tiga, malah si rizal yang di lantai satu juga pingin pindah ke lantai tiga, seru katanya, hahaha

    BalasHapus