Rabu, 03 Juli 2013

Pernikahan di Turki



"Menikahlah karena itu anjuran agama"

Kali ini saya pingin bercerita tentang pernikahan di Turki. Kalau pernikahan di Indonesia sudah tidak asing lagi bagi saya. Di Indonesia mungkin hanya berbeda adat saja, tapi umumnya sama. Prosesi akad nikah kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Seperti halnya tahun lalu saya hadir di pernikahan sahabat saya, Fernan Rahadi di Jogjakarta.

Pekan lalu, teman saya, Muhammad Nasir Rofiq, dari Adana datang ke Ankara. Tujuan Bang Nasir, sapaan saya untuknya, dua agenda besar. Pertama menghadiri wisuda kelulusan penerima beasiswa Pemerintah Turki dan kedua menghadiri pernikahan temannya. Bang Nasir yang baru saja lulus S3-nya ini datang bersama istrinya ke Ankara.

Hanefi Kansiz menikah dengan Esra di sebuah gedung terbuka milik TCDD, semacam PT KAI di Indonesia. Tenda-tenda sudah dipasang saat kami datang ke pesta pernikahan. Saya, Bang Nasir dan istrinya, dijemput Emrah dan adiknya di stasiun Akkopru dekat Ankamall, kemudian kami meluncur ke tempat resepsi pernikahan.

Sebelum pesta pernikahan dimulai.

Kami datang lebih awal, untuk menghargai Yasin, nama kecil Hanefi. Jadwal pernikahannya pukul 19.30 dan kami datang pukul 19.00 sore. Matahari masih menampakkan dirinya di ujung barat. Musim panas ini maghrib tiba pukul 20.30. Tetamu mulai berdatangan dan mengisi kursi yang telah disediakan. Para tamu wanita berpakaian pesta sementara para lelaki berpakaian rapi necis.

Keluarga Emrah datang dengan lengkap. Kami berkenalan satu dan lainnya. Teman-teman Emra dan Yasin pun tiba dan mengisi meja kami. Kami berbincang kesana kemari sampai acara dimulai.

Pasangan kekasih Hanefi dan Esra berjalan di pinggir kolam renang dari sebuah ruangan kecil menuju panggung pelaminan. Petasan air mancur mengiringi perjalanan mereka yang bersejarah itu. Langkah mereka santai, tidak seperti langkah-langkah orang-orang di Kizilay, pusat kota Ankara, yang begitu cepat. Langkah yang penuh penghayatan. Senyum di bibir mereka pun tidak pernah hilang.

Berdansa dan menari bagian dari pesta pernikahan di Turki.

Setiba di depan panggung pelaminan, kedua sejoli ini berdansa. Kamera video dan photo mengiringi arah dansa mereka. Petasan air mancur dinyalakan di sekitar pedansa. Usai berdansa kedua mempelai duduk manis di singgasana pelaminan.

Penghulu dari pemerintah daerah setempat maju ke pelaminan dan menggunakan jubah penghulu. Semacam jubah imam masjid di Turki. Kemudian si penghulu memanggil para wali dan para saksi untuk maju ke panggung pelaminan. Dan si penghulu bertanya pada mempelai wanita apakah ia ikhlas untuk menikah dengan pasangannya, Esra menjawab dengan yakin, “ya.”

Kemudian penghulu bertanya pada para wali dan para saksi, apakah ia berkenan dan menganggap sah pernikahan dua mempelai ini. Mereka semuanya menjawab “ya.” Ada yang menambahkan dari salah satu wali itu bahwa dirinya senang dengan pernikahan ini. Esra tak henti-hentinya tersenyum dalam pelaksanaan akad nikah ini.

Akad nikah yang dipandu oleh penghulu.

Lalu penghulu menandatangani buku nikah, yang juga ditandatangani oleh kedua mempelai. Buku nikah ukurannya lebih besar dari pada buku nikah di Indonesai. Ukuran buku nikah di Turki ini sebesar buku tulis sedang (A5) di Indonesia. Sebab buku nikah di Indonesia ukurannya sebesar ukuran paspor.

Ada yang ganjil dalam proses akad nikah yang saya lihat dan saya pelajari dalam ilmu fikih. Di Indonesia cara akad nikah sesuai dengan aturan agama Islam. Dimana si wali menyatakan bahwa ia menikahkan putrinya, dan sang mempelai lelaki menerima pernikahan itu. Inilah ijab kabul yang disyariatkan agama.

Lalu saya bertanya pada Emrah tentang pernikahan di Turki. Emrah menerangkan kalau di Turki ada dua macam pernikahan, pertama pernikahan secara negara, kedua pernikahan secara agama. Orang yang menikah  secara negara maka ia sudah resmi menikah dan tercatat dalam data negara. Jika ia ingin menikah lagi secara agama juga boleh.

Sebelum pamit kami berphoto dengan keluarga Emrah.

Tetapi, papar Emrah, jika seseorang hanya menikah secara agama, maka ia tidak sah secara konstitusi atau secara aturan negara. Nikahnya dianggap tidak sah secara negara. Menurutnya banyak juga teman-temannya yang melaksanakan keduanya, tapi tidak sedikit juga yang hanya menikah secara agama. Itu menurut kepercayaan masing-masing saja. Dan inilah aturan negara Turki yang sekuler, yang memisahkan antara negara dan agama.

Untuk makanan, mungkin ini lebih simpel dibanding pernikahan di Indonesia. Resepsi pernikahan di Turki ini, kita cukup duduk saja. Kita semacam makan di sebuah restoran yang sudah dipesankan menunya. Semua orang menunya sama. Dibuka dengan makanan salad, kemudian makanan kecil, makanan besar yaitu nasi dan nugget ayam. Ditutup dengan buah-buahan.

Usai acara akad nikah kedua mempelai kembali berdansa. Para tamu pun ikut berdansa dengan pasangannya masing-masing. Usai berdansa yang santai dilanjut dengan menari khas Turki. Hampir sajian resepsi pernikahan ini diisi dengan dansa dan tarian. Mungkin ini penanda sebagai kebahagiaan. Orang-orang bergantian turun ke depan panggung untuk berdansan atau menari.

Bang Nasir, Hanefi, Esra dan Shofia (istri Bang Nasir).

Kami tidak membawa hadiah apa pun untuk kedua mempelai. Sebab saya dan Bang Nasir tidak pernah datang ke pernikahan orang Turki sebelumnya. Saya hanya pernah melihat pesta pernikahan tetangga kami dari jendela rumah kami. Saya hanya menyediakan amplop saja, jika orang-orang di sini memberikan hadiah berupa uang dalam amplop.

Ternyata budaya berbeda. Di akhir acara, setelah pemotongan tumpeng pernikahan, kedua mempelai dikalungi selendang kecil oleh kedua orang tua mereka. Para tamu yang hadir mengantre untuk memberi ucapan selamat dan menempelkan sebuah emas kecil yang dipasangkan di selendang kedua mempelai.

Bang Nasir mengatakan kepada saya, bahwa para tamu membawa bingkisan kecil. Rupanya bingkisan kecil itu berisi emas, yang mungkin beratnya sekitar 0,5, satu, dua atau tiga gram dan diberikan kepada kedua mempelai. Mempelai wanita menyiapkan tas kecil untuk menerima hadiah itu, jika hadiah itu tidak bisa disematkan pada selendangnya.

Orangtua mempelai memberi hadiah.

Dekorasi dalam perayaan pernikahan ini sangat sederhana, tidak semewah acara pernikahan di Indonesia. Tidak ada dekorasi di belakang layar panggung pelaminan. Juga tidak ada tulisan "Mohon doa restu" atau "Selamat menempuh hidup baru". Di panggung hanya ada bunga-bunga yang bertulisan ucapan selamat dari para tamu dan sebuah alat musik sejenis orkes tunggal, piano dan sebuah laptop sebagai alat pemutar musik.

Karena waktu sudah malam pukul 22.00 kami undur pamit kepada kedua mempelai, meski acara secara resmi belum juga ditutup. Kata Emrah, acara seperti ini bisa selesai pukul 23.00 atau bahkan lebih. Sebelum pamit Bang Nasir dan istrinya meminta diphoto bersama kedua mempelai. Klik, photo pun jadi. Tapi sayang saya tidak bisa photo bersama mempelai karena waktu yang mepet.

Dan benar pernikahan adalah sebauh anjuran agama. Sebuah ibadah yang menyenangkan. Bukan hanya untuk kedua mempelai tapi juga untuk kedua keluarga, bahkan untuk semua orang yang mengenalnya. Bahwa lembaran hidup baru dimulai. Selamat ya, Hanefi dan Esra!

7 komentar:

  1. Wooow... What a good experience, a' Deden.
    Dulu di Cairo jg saya skedar menikmati hiruk-pikuknya nikahan tetangga flat dr jendela. Blm pnh dtg ke nikahannya lgsg. Pdhl teh pengeen gitu

    BalasHapus
  2. Iya ini juga kesempatan langka, hehe. Kalau ada cerita pernikahan di Cairo, seru juga tuh kayaknya.. :D

    BalasHapus
  3. aku baru tau loh kalo di turki itu sekulernya sampe segitu. pernikahan secara agama dan negara terpisah. oya menu makanan itu lumayan loooh kang Deden soalnya Icha cerita dia kemarin-kemarin ini abis dari undangan pernikahan trus makanannya cuma dapet cupcake doang 1 hahaha

    BalasHapus
  4. soal makanan memang beda-beda tergantung sama yang buat hajatan. kata teh cucu juga ini yang lumayan, biasanya cuma makanan kecil saja. kalau yang lebih mewah ada lagi, sampai gak masuk semua itu makanan. tapi kasihan ya si Icha hahaha

    BalasHapus
  5. Hahaha, siap Bi Endoh, mohon doana wae :)

    BalasHapus
  6. gagah tulisan ka deden demi beh hehehhehe

    BalasHapus