(Disampaikan pada pengajian Ibu-Ibu Alhikmah di
Ankara, Rabu, 26 Juni 2013)
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah
menjadikan kita sebaik-baik makhluk-Nya. Shalawat dan salam kita berikan kepada
Nabi Muhammad SAW, sebab cahayanya menerangi alam kegelapan. Kali ini kita akan
membahas tentang “Bersegera dalam berbuat kebaikan.”
Banyak ayat Alquran yang menyebutkan setelah kata
orang-orang yang beriman, kemudian dilanjutkan dengan kata-kata dan orang-orang
yang berbuat kabaikan, amilusshalihat. Maka berbuat kebaikan adalah sebuah
keutamaan dalam Islam.
Apa sebenarnya definisi kebaikan? Semua hal yang
diperintahkan oleh Allah adalah kebaikan. Juga semua hal yang dilarang oleh
Allah adalah kebaikan. Rukun Iman dan Rukun Islam adalah kebaikan. Tersenyum
adalah kebaikan, karena dapat membahagiakan orang lain. Maka ada empat hal yang
harus kita perhatikan dalam berbuat kebaikan ini.
Pertama adalah niat. Kebaikan yang kita lakukan
harus dilandaskan pada niat karena Allah semata. Hadits Nabi Muhammad SAW
menyatakan, sesungguhnya semua perbuatan tergantung dengan niatnya. Artinya,
semua perbuatan baik yang dilandaskan pada niat bukan karena Allah maka akan
sia-sia dan mungkin bisa disebut perbuatan buruk.
Banyak perbuatan yang sebenarnya bisa menjadi
ibadah, tetapi karena salah niat maka menjadi kebutuhan nafsu saja. Misalnya,
makan tidak membaca bismillah, maka makannya hanya akan mengenyangkan perut
saja dan akhirnya tidak berkah. Tetapi niat
baik juga harus dilaksanakan dan diuji kesungguhannya.
Suatu ketika Rasulullah SAW berkunjung ke rumah Abu
Bakar Shidiq. Di saat perbincangan, datang seorang Arab Badui dan langsung
mencela Abu Bakar. Abu Bakar bergeming. Sabar. Dan ia tersenyum dengan celaan
itu. Rasulullah pun memberikan senyuman terbaiknya kepada Abu Bakar.
Merasa tidak berhasil, si Arab Badui ini menambah
celaannya dengan kata-kata yang lebih kotor. Namun, Abu Bakar tetap sabar dan
Nabi memberikan senyuman terbaiknya lagi. Si Arab Badui tak habis sampai di
sana, ia menambah celaan dan hinaannya kepada Abu Bakar.
Abu Bakar pun kemudian tak sanggup lagi mendengarnya
dan ia membalas celaan dan hinaan itu. Rasulullah kemudian pulang ke rumahnya
tanpa pamit dan tanpa salam kepada Abu Bakar. Abu Bakar kemudian mengejar Nabi
ke rumahnya. Kemudian Abu Bakar mengatakan:
“Wahai Rasulullah, mohon jelaskan dan maafkan
kesalahanku. Jangan biarkan aku dalam kebingungan.” Rasulullah lalu menjawab,
“Sewaktu orang Arab Badui itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak
mnanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan
membelamu di hadapan Allah.”
Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang ke-dua kali
ketika ia terus menghinamu dan kamu tetap membiarkannya, maka para malaikat
semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu. Oleh sebab itu, aku semakin
tersenyum. Namun, ketika yang ke-tiga kali ia menghinamu dan kamu menanggapinya
serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu, dan
hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku tidak
ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu.”
Yang kedua adalah, cara atau metode dalam berbuat
kebaikan. Berbuat kebaikan tidak cukup sampai di niat saja. Harus dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Niat berbuat baik tetapi dengan cara yang tidak baik
juga sebuah masalah. Maka dalam berbuat kebaikan kita harus memikirkan juga
cara yang baik, agar sampai pada tujuan dan tidak menyinggung siapa pun.
Misalnya, niat di awal adalah bersedekah karena
Allah. Tiba-tiba di tengah jalan kita terpikir untuk memamerkan sedekah kita
kepada banyak orang. Atau kita terpikir agar orang yang kita sedekahi berterima
kasih dan menyebut nama kita kepada orang-orang. Atau setelah kita bersedekah
kita menyakiti hati yang disedekahi. Cara inilah yang salah.
Dalam Alquran surat An-Nahl ayat 125: “Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Dari ayat di atas kita bisa pahami bahwa dalam
berbuat dan mengajak kebaikan kita harus memperhatikan cara. Cara yang pertama
adalah dengan hikmah dan kebijaksanaan. Cara kedua adalah dengan ilmu dan
pelajaran yang baik. Cara ketiga adalah jika kita berdebat maka bantahlah
dengan cara yang baik.
Jika kita berbuat baik dengan niat baik dan cara
yang baik, maka serahkan semuanya kepada Allah, karena Allah lah yang menilai
diri kita. Meski, ada saja orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan,
maka kita harus ikhlas. Ikhlas ini yang dinilai Allah. Seperti halnya nilai
berkurban sapi atau kambing pada lebaran haji, yang sampai kepada Allah
bukanlah dagingnya tetapi takwanya.
Ketiga adalah kepada siapa kita berbuat baik. Ada
sebuah hadits menyebutkan, suatu ketika ada seseorang kepada Rasulullah SAW,
kepada siapa saya harus berbuat baik, Rasulullah menjawab, kepada ibumu.
Kemudian orang itu nanya kembali kepada siapa selanjutnya berbuat baik, kepada
ibumu. Begitu juga jawaban yang ketiganya. Baru jawaban yang keempat dari
pertanyaan yang sama berbuat baiklah kepada bapakmu. Kemudian kepada kerabatmu.
Dari hadits ini kita mengerti bahwa berbuat baik
yang pertama kali adalah kepada ibu kita, kemudian bapak kita. Selanjutkan
kepada karib kerabat. Jika sudah punya anak dan istri/suami maka inilah yang
harus diutamakan. Kemudian kepada kakak-adik. Saudara terdekat. Jika semuanya
sudah, maka kita bisa memberikan kebaikan kepada orang fakir miskin dan delapan
golongan yang dapat menerima zakat.
Sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa diperlakukan
baik (oleh orang), hendaknya ia membalasnya. Apabila ia tidak mendapatkan
sesuatu untuk membalasnya, hendaknya ia memujinya. Jika ia memujinya, maka ia
telah berterima kasih kepadanya; namun jika menyembunyikannya, berarti ia telah
mengingkarinya…” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Lihat Shahih Al-Adab
Al-Mufrad no. 157)
Hadits ini menerangkan, jika kita diperlakukan baik
oleh orang lain maka kita wajib membalasnya dengan kebaikan lagi. Bisa juga
kita membalasnya dengan memujinya. Dalam riwayat lain, kita bisa membalasnya
dengan mendoakannya, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Namun jika
kita tidak membalasnya sama sekali maka kita mengingkari kebaikan itu.
Dalam hadits lain disebutkan, pada hari Idul Adha
atau Idul Fithri, Rasulullah SAW keluar menuju lapangan untuk melaksanakan
shalat. Setelahnya beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau
bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah
istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas
kalian adalah penghuni neraka.”
Berkata salah seorang wanita yang cerdas: “Apa
sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum
pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki
yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.”
Wanita itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang
dimaksud dengan kurang akal dan kurang agama?“. “Adapun kurangnya akal wanita
ditunjukkan dengan persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang
lelaki. Sementara kurangnya agama wanita ditunjukkan dengan ia tidak
mengerjakan shalat dan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan selama beberapa
malam (yakni saat ditimpa haidh).” (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79)
Keempat adalah, sampai kapan kita berbuat baik?
Allah berfirman dalam Alquran, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
bersegera dalam mengerjakan berbagai macam kebaikan, dan mereka senantiasa
berdoa kepada Kami dengan disertai rasa harap dan cemas. Dan mereka pun senantiasa
khusyu’ dalam beribadah kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa’ [21] : 90).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat
tersebut, bahwa para nabi dan orang-orang salih itu besegera dalam melakukan
amal pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya (Tafsir al-Qur’an
al-’Azhim, 5/273. cet al-Maktabah at-Taufiqiyah).
Jika hari ini kita mampu berbuat kebaikan maka
segeralah melaksanakannya. Jangan sampai kita tunda-tunda. Karena kita tidak
tahu sampai kapan kita mampu berbuat kebaikan. Atau kita tidak tahu kapan ajal
kita akan datang kepada kita. Maka jangan sampai kita lalai dengan waktu yang
ada. Sebab kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Begitu juga kejahatan akan
dibalas dengan kejahatan. Namun balasan kebaikan bisa berkali lipat, bisa
dibalas dengan satu kebaikan, bisa 10 kebaikan bahkan bisa sampai 700 kebaikan.
Tergantung Allah yang Maha Baik.
Dan kajian kita kali ini kita tutup dengan satu ayat
terakhir dalam surat Alhijr. Dan beribadahlah kepada Robbmu sampai datang
kepadamu yang diyakini (kematian).” (QS. Alhijr: 99). Jelas bahwa perintah
berbuat kebaikan adalah kewajiban kita sebagai hamba Allah sampai datang kepada
kita sebuah kematian. Wallahu ‘alam.
0 komentar:
Posting Komentar