Selasa, 02 Juli 2013

Bersegera dalam Berbuat Kebaikan



(Disampaikan pada pengajian Ibu-Ibu Alhikmah di Ankara, Rabu, 26 Juni 2013)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita sebaik-baik makhluk-Nya. Shalawat dan salam kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW, sebab cahayanya menerangi alam kegelapan. Kali ini kita akan membahas tentang “Bersegera dalam berbuat kebaikan.”

Banyak ayat Alquran yang menyebutkan setelah kata orang-orang yang beriman, kemudian dilanjutkan dengan kata-kata dan orang-orang yang berbuat kabaikan, amilusshalihat. Maka berbuat kebaikan adalah sebuah keutamaan dalam Islam.

Apa sebenarnya definisi kebaikan? Semua hal yang diperintahkan oleh Allah adalah kebaikan. Juga semua hal yang dilarang oleh Allah adalah kebaikan. Rukun Iman dan Rukun Islam adalah kebaikan. Tersenyum adalah kebaikan, karena dapat membahagiakan orang lain. Maka ada empat hal yang harus kita perhatikan dalam berbuat kebaikan ini.

Pertama adalah niat. Kebaikan yang kita lakukan harus dilandaskan pada niat karena Allah semata. Hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan, sesungguhnya semua perbuatan tergantung dengan niatnya. Artinya, semua perbuatan baik yang dilandaskan pada niat bukan karena Allah maka akan sia-sia dan mungkin bisa disebut perbuatan buruk.

Banyak perbuatan yang sebenarnya bisa menjadi ibadah, tetapi karena salah niat maka menjadi kebutuhan nafsu saja. Misalnya, makan tidak membaca bismillah, maka makannya hanya akan mengenyangkan perut saja dan akhirnya tidak berkah. Tetapi niat  baik juga harus dilaksanakan dan diuji kesungguhannya.

Suatu ketika Rasulullah SAW berkunjung ke rumah Abu Bakar Shidiq. Di saat perbincangan, datang seorang Arab Badui dan langsung mencela Abu Bakar. Abu Bakar bergeming. Sabar. Dan ia tersenyum dengan celaan itu. Rasulullah pun memberikan senyuman terbaiknya kepada Abu Bakar.

Merasa tidak berhasil, si Arab Badui ini menambah celaannya dengan kata-kata yang lebih kotor. Namun, Abu Bakar tetap sabar dan Nabi memberikan senyuman terbaiknya lagi. Si Arab Badui tak habis sampai di sana, ia menambah celaan dan hinaannya kepada Abu Bakar.

Abu Bakar pun kemudian tak sanggup lagi mendengarnya dan ia membalas celaan dan hinaan itu. Rasulullah kemudian pulang ke rumahnya tanpa pamit dan tanpa salam kepada Abu Bakar. Abu Bakar kemudian mengejar Nabi ke rumahnya. Kemudian Abu Bakar mengatakan:

“Wahai Rasulullah, mohon jelaskan dan maafkan kesalahanku. Jangan biarkan aku dalam kebingungan.” Rasulullah lalu menjawab, “Sewaktu orang Arab Badui itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak mnanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan Allah.”

Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang ke-dua kali ketika ia terus menghinamu dan kamu tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu. Oleh sebab itu, aku semakin tersenyum. Namun, ketika yang ke-tiga kali ia menghinamu dan kamu menanggapinya serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu, dan hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu.”

Yang kedua adalah, cara atau metode dalam berbuat kebaikan. Berbuat kebaikan tidak cukup sampai di niat saja. Harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Niat berbuat baik tetapi dengan cara yang tidak baik juga sebuah masalah. Maka dalam berbuat kebaikan kita harus memikirkan juga cara yang baik, agar sampai pada tujuan dan tidak menyinggung siapa pun.

Misalnya, niat di awal adalah bersedekah karena Allah. Tiba-tiba di tengah jalan kita terpikir untuk memamerkan sedekah kita kepada banyak orang. Atau kita terpikir agar orang yang kita sedekahi berterima kasih dan menyebut nama kita kepada orang-orang. Atau setelah kita bersedekah kita menyakiti hati yang disedekahi. Cara inilah yang salah. 

Dalam Alquran surat An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dari ayat di atas kita bisa pahami bahwa dalam berbuat dan mengajak kebaikan kita harus memperhatikan cara. Cara yang pertama adalah dengan hikmah dan kebijaksanaan. Cara kedua adalah dengan ilmu dan pelajaran yang baik. Cara ketiga adalah jika kita berdebat maka bantahlah dengan cara yang baik.

Jika kita berbuat baik dengan niat baik dan cara yang baik, maka serahkan semuanya kepada Allah, karena Allah lah yang menilai diri kita. Meski, ada saja orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan, maka kita harus ikhlas. Ikhlas ini yang dinilai Allah. Seperti halnya nilai berkurban sapi atau kambing pada lebaran haji, yang sampai kepada Allah bukanlah dagingnya tetapi takwanya.

Ketiga adalah kepada siapa kita berbuat baik. Ada sebuah hadits menyebutkan, suatu ketika ada seseorang kepada Rasulullah SAW, kepada siapa saya harus berbuat baik, Rasulullah menjawab, kepada ibumu. Kemudian orang itu nanya kembali kepada siapa selanjutnya berbuat baik, kepada ibumu. Begitu juga jawaban yang ketiganya. Baru jawaban yang keempat dari pertanyaan yang sama berbuat baiklah kepada bapakmu. Kemudian kepada kerabatmu.

Dari hadits ini kita mengerti bahwa berbuat baik yang pertama kali adalah kepada ibu kita, kemudian bapak kita. Selanjutkan kepada karib kerabat. Jika sudah punya anak dan istri/suami maka inilah yang harus diutamakan. Kemudian kepada kakak-adik. Saudara terdekat. Jika semuanya sudah, maka kita bisa memberikan kebaikan kepada orang fakir miskin dan delapan golongan yang dapat menerima zakat.

Sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa diperlakukan baik (oleh orang), hendaknya ia membalasnya. Apabila ia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, hendaknya ia memujinya. Jika ia memujinya, maka ia telah berterima kasih kepadanya; namun jika menyembunyikannya, berarti ia telah mengingkarinya…” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Lihat Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 157)

Hadits ini menerangkan, jika kita diperlakukan baik oleh orang lain maka kita wajib membalasnya dengan kebaikan lagi. Bisa juga kita membalasnya dengan memujinya. Dalam riwayat lain, kita bisa membalasnya dengan mendoakannya, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Namun jika kita tidak membalasnya sama sekali maka kita mengingkari kebaikan itu.

Dalam hadits lain disebutkan, pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, Rasulullah SAW keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat. Setelahnya beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas kalian adalah penghuni neraka.”

Berkata salah seorang wanita yang cerdas: “Apa sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.”

Wanita itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agama?“. “Adapun kurangnya akal wanita ditunjukkan dengan persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Sementara kurangnya agama wanita ditunjukkan dengan ia tidak mengerjakan shalat dan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan selama beberapa malam (yakni saat ditimpa haidh).” (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79)

Keempat adalah, sampai kapan kita berbuat baik? Allah berfirman dalam Alquran, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan berbagai macam kebaikan, dan mereka senantiasa berdoa kepada Kami dengan disertai rasa harap dan cemas. Dan mereka pun senantiasa khusyu’ dalam beribadah kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa’ [21] : 90).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut, bahwa para nabi dan orang-orang salih itu besegera dalam melakukan amal pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 5/273. cet al-Maktabah at-Taufiqiyah).

Jika hari ini kita mampu berbuat kebaikan maka segeralah melaksanakannya. Jangan sampai kita tunda-tunda. Karena kita tidak tahu sampai kapan kita mampu berbuat kebaikan. Atau kita tidak tahu kapan ajal kita akan datang kepada kita. Maka jangan sampai kita lalai dengan waktu yang ada. Sebab kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Begitu juga kejahatan akan dibalas dengan kejahatan. Namun balasan kebaikan bisa berkali lipat, bisa dibalas dengan satu kebaikan, bisa 10 kebaikan bahkan bisa sampai 700 kebaikan. Tergantung Allah yang Maha Baik.

Dan kajian kita kali ini kita tutup dengan satu ayat terakhir dalam surat Alhijr. Dan beribadahlah kepada Robbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” (QS. Alhijr: 99). Jelas bahwa perintah berbuat kebaikan adalah kewajiban kita sebagai hamba Allah sampai datang kepada kita sebuah kematian. Wallahu ‘alam.

0 komentar:

Posting Komentar