Kamis, 17 Januari 2013

Anak Shaleh dan Akikah




(Disampaikan pada kajian Ibu-Ibu DWP KBRI Ankara, Rabu 16 Januari 2013)

Ada dua buah cerita tentang anak. Pertama, suatu ketika ibu saya yang guru SD bercerita bahwa salah satu muridnya sangat kesusahan menerima pelajaran. Bahkan setelah tinggal kelas pun ia tetap susah menerima pelajaran. Selidik punya selidik ayahnya adalah seorang polisi yang bandel. Alias oknum polisi lalu lintas yang sering menilang orang dan memungut biaya darinya. Uang itulah yang disuguhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Ini bukan soal polisi atau bukan. Tapi soal ia menjadi polisi yang baik atau tidak baik. Atau seorang ayah atau ibu menjadi pekerja yang baik atau tidak. Sebab paman saya pun ada yang menjadi polisi dan baik-baik saja. Soal uang haram yang disuguhkan untuk anaknya itulah yang mungkin menyebabkan anaknya susah menerima pelajaran. Sebab kita adalah apa yang kita makan. Kita akan menjadi sukses ketika semua yang kita gunakan halal dan baik.

Kedua, tentang anak penghafal Alquran. Adalah Husein Thabathaba’i sang penghafal Alquran sejak umurnya di bawah lima tahun. Di usianya tujuh tahun Husein diujin para professor di salah satu kampus di Inggris. Dalam ujian itu Husein diuji tentang hafalan dan tafsiran Alquran. Bukan hanya hafal, Husein juga mampu menerangkan isi kandungan Alquran dengan baik. Husein mendapat nilai 93 dalam ujian itu dan dinyatakan lulus menjadi doktor honoris causa (Dr. HC).

Mengapa bisa demikian? Rupanya kedua orang tuanya setelah menikah memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi penghafal Alquran. Keseharian kedua pasangan itu dipenuhi dengan ayat-ayat Alquran. Bahkan hingga Husein dilahirkan pun ibunya selalu membawa Husein ke pengajian-pengajian Alquran. Sehingga Husein selalu dalam lingkungan Alquran. Ayahnya yang mengajarkan hafalan Alquran dan maknanya dengan cara isyarat. Dan itu berhasil, selain usaha juga karena kehendak Allah SWT tentunya.

Dulu ketika saya sudah menyelesaikan thawaf di masjidilharam saya menelepon kakak saya. Saya bertanya apa permintaan doa untuknya. Kakak saya hanya meminta dua doa, pertama agar ia bisa datang ke masjidilharam untuk berhaji dan kedua ia meminta agar ketiga anaknya yang ada ini menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Saya melaksanakan semua permintaannya. Namun saya bertanya pada diri saya mengapa sesimpel itu permintaan doanya.

Setelah saya merenung ketemulah jawabannya dalam sebuah hadist, bahwa jika seorang hamba meninggal dunia maka semua amalnya terputus kecuali tiga hal. Pertama, anak yang shaleh yang mendoakan kedua orangtuanya. Kedua, ilmu yang bermanfaat. Dan ketiga, sedekah jariah. Anak yang shaleh adalah harta yang paling berharga di dunia dan akhirat. Atau sebagai investasi jangka yang sangat panjang.

Sebuah hadits Rasulullah SAW menyebutkan setiap manusia diciptakan dalam keadan fitrah alias suci dan kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi. Artinya dalam hadits ini dapat dimaknai bahwa orang yang mengasuh anak inilah yang mewarnai kehidupan keagamaan anaknya. Selain tentang agama anak juga bagai kertas putih yang dapat diwarnai menjadi apapun sekehendak kedua orangtuanya.

Ada empat macam anak dalam Alquran. Pertama, pertama anak adalah sebagai fitnah. Ada sebuah cerita, suatu ketika seorang ayah menghadap Umar bin Khattab. Ayah itu mengadu tentang anaknya yang durhaka padanya. Kemudian Umar memanggil anak dari ayah itu untuk mengonfirmasi apakah betul dia sudah berdurhaka pada ayahnya. Setelah Umar bertanya anak itu balik bertanya.

Wahai Umar, tanya anak itu, apakah ada kewajiban orangtua kepada anaknya. Umar menjawab ada. Pertama ayah wajib memberikan nama yang baik kepada anaknya, kedua ayah wajib menghadirkan ibunya wanita shalihah dan ketiga ayah wajib mengajarkan Alquran. Sang anak mengatakan bahwa ayahnya tidak mengerjakan kewajiban dari ketiganya. Maka si anak itu tidak bisa disalahkan karena ada kewajiban yang ditinggalkan dari sang ayah.

Kedua anak sebagai musuh. Jika orangtua tidak becus mendidik anaknya maka tunggu saatnya anak itu menjadi musuh baginya. Atau jika anak selalu dimanja dengan harta benda dan bukan dengan ketakwaan maka harta itu yang akan menjadikannya hancur. Tidak ada yang lebih baik dari sebuah warisan selain ilmu agama dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Ketiga anak sebagai perhiasan. Lihatlah ibu-ibu bagaimana menggunakan perhiasan. Gelang, cincin dan kalung atau barang berharga lainnya sangat bangga dikenakan dan diperlihatkan kepada orang lain. Begitu juga anak. Ibu mana yang tidak bangga jika anaknya berhasil. Si ibu itu tidak pernah berhenti membicarakan keajaiban anaknya, meski itu adalah hal kewajaran namun dimata ibunya itu adalah kemewahan.

Maka sebagai perhiasan, anak perlu dijaga dengan baik. Anak juga harus dididik dengan sebaik mungkin. Anaknya butuh perlindungan. Agar terjaga dari makhluk-makhluk jahat yang dapat menjerumuskan anak itu.

Keempat anak sebagai qurrata ayun atau sebagai penyejuk. Anak dapat menyejukkan hati orangtuanya meski si orangtua lelah setelah seharian bekerja. Dulu saya punya teman di lapangan sewaktu menjadi wartawan. Teman saya itu stres dan kelelahan. Lalu tiba-tiba hapenya berdering dan terdengar suara anaknya di ujung telepon menanyakan kapan ayahnya pulang ke rumah.

Si ayah tadi langsung semangat bekerja dan jadilah semua berita dengan cepat. Kecepatan itu disebabkan semangat yang disuntikan anaknya. Setiba di rumah si ayah itu lupa bahwa ia sudah seharian bekerja dan berkeliling mencari berita. Namun senyum dan canda sang anak dapat menyejukkan orangtua itu.

Kita tentu ingin memiliki anak macam ketiga dan keempat sebagai perhiasan dan penyejuk hati. Untuk itu ada lima hal yang dapat dilakukan agar kita dapat menjadikan anak kita sebagai anak yang shaleh yang dapat dibanggakan oleh kedua orangtua. Sebab jika anak berhasil banyak yang mengaku ia adalah saudaranya, tetapi jika anak itu gagal dan menjadi sampah masyarakat tidak ada satupun yang menganggapnya.

Pertama adalah ajarkan anak itu shalat. Sebuah hadits menyatakan ajarilah anak shalat pada umur tujuh tahun, jika pada umur 10 tahun tidak melaksanakan halat maka pukullah ia, dan pisahkan tempat tidur anak perempuan dan laki-laki. Mengajarkan anak shalat ya dengan shalat. Sebab jika orangtua memerintahkan anaknya shalat sementara ia sendiri tidak shalat maka anak juga akan meniru untuk tidak shalat.

Dan Allah dalam firmanNya mengatakan Allah sangat marah kepada hambaNya yang mengatakan atau memerintahkan sesuatu sementara ia sendiri tidak melaksanakannya. Maka agar anak itu bisa halat ajaklah ia ke masjid untuk shalat berjamaah. Atau ajak anak itu ke pengajian-pengajian. Meski saat itu ia tidak paham dengan apa yang dilakukannya namun itu akan membekas dalam ingatannya sampai ia dewasa.

Kedua adalah berikan anak penghargaan. Jika anak itu anak pertama maka panggilah ia kakak, mas atau mbak. Sebab dengan begitu ia menjadi bertanggungjawab kepada adik-adiknya. Atau penghargaan itu juga dapat menghadirkan kepercayaan diri dalam anak. Jika anak melakukan suatu kebaikan berikan ia penghargaan, dan jika anak melakukan kesalah tegurlah dengan baik-baik. Jangan menggunakan kekasaran dan kekerasan.

Ketiga berikan hak anak. Setiap anak memiliki hak. Berikan semua hak itu kepada anak, jangan ada sedikitpun kita menyembunyikannya. Misalnya hak anak pada hari libur adalah bermain, maka berikan waktu itu. Sebab selain waktu itu ia sudah habiskan waktunya untuk melakukan kewajibannya. Ini juga sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi seorang anak.

Keempat jangan pernah membohongi anak. Ada sebuah perawi alias yang meriwayatkan hadits namun kemudian menjadikannya gagal sebagai perawi yang jujur. Ini disebabkan hanya karena sutau ketika ia mengiming-imingi rumput kepada kuda namun setelah kuda mendekat malah ia tidak memberikan rumput itu kepada sang kuda.

Atau perintah Nabi juga begitu. Jika kita memanggil seorang anak untuk dikasih sesuatu namun kemudian tidak jadi memberikannya itu adalah sebuah kebohongan. Maka jika kita menjanjikan sesuatu kepada anak maka penuhi janji itu secepat mungkin. Ini adalah pelajaran tentang kejujuran. Anak dilatih untuk jujur dan tidak berbohong mulai dari hal-hal kecil.

Kelima ajari anak adab soban santun. Hadits Nabi menyebutkan, wahai ananda makanlah dengan membaca bismillah, makanlah dengan tangan kanan, ambillah makanan yang dekat denganmu dan ucapkan Alhamdulillah susadah makan. Membaca bismillah adalah cara terbaik memberikan pelajaran kepada anak bahwa apa yang kita makan semuanya datang dari Allah.

Sekarang kita membahas tentang akikah. Akikah berasal dari bahasa Arab yang berarti memutus dan melubangi, dan dikatakan juga bahwa akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.

Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat adalah sunah muakkadah. Hadits Nabi mengatakan, “Bersama anak laki-laki ada akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan)

Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)". Ini merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah SWT dengan lahirnya sang anak.

Syarat Akikah adalah hewan dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor. Imam Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak, kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.

Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud)

Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan hadis-hadis berikut ini: Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)

Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar disembelihkan akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)

Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)

Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)

Demikain pemaparan kajian kali ini. Semoga kita termasuk dalam anak yang shaleh/shalehah, amin. Mohon maaf bila banyak kesalahan karena itu datangnya dari saya pribadi. Dan jika terdapat kebenaran itu datangnya mutlak dari Allah SWT.

0 komentar:

Posting Komentar