(Disampaikan pada kajian Ibu-Ibu DWP KBRI Ankara,
Rabu 16 Januari 2013)
Ada dua buah cerita tentang anak. Pertama, suatu
ketika ibu saya yang guru SD bercerita bahwa salah satu muridnya sangat
kesusahan menerima pelajaran. Bahkan setelah tinggal kelas pun ia tetap susah
menerima pelajaran. Selidik punya selidik ayahnya adalah seorang polisi yang
bandel. Alias oknum polisi lalu lintas yang sering menilang orang dan memungut
biaya darinya. Uang itulah yang disuguhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari.
Ini bukan soal polisi atau bukan. Tapi soal ia
menjadi polisi yang baik atau tidak baik. Atau seorang ayah atau ibu menjadi
pekerja yang baik atau tidak. Sebab paman saya pun ada yang menjadi polisi dan
baik-baik saja. Soal uang haram yang disuguhkan untuk anaknya itulah yang
mungkin menyebabkan anaknya susah menerima pelajaran. Sebab kita adalah apa
yang kita makan. Kita akan menjadi sukses ketika semua yang kita gunakan halal
dan baik.
Kedua, tentang anak penghafal Alquran. Adalah Husein
Thabathaba’i sang penghafal Alquran sejak umurnya di bawah lima tahun. Di usianya
tujuh tahun Husein diujin para professor di salah satu kampus di Inggris. Dalam
ujian itu Husein diuji tentang hafalan dan tafsiran Alquran. Bukan hanya hafal,
Husein juga mampu menerangkan isi kandungan Alquran dengan baik. Husein mendapat
nilai 93 dalam ujian itu dan dinyatakan lulus menjadi doktor honoris causa (Dr.
HC).
Mengapa bisa demikian? Rupanya kedua orang tuanya
setelah menikah memiliki keinginan yang sama yaitu ingin menjadi penghafal
Alquran. Keseharian kedua pasangan itu dipenuhi dengan ayat-ayat Alquran. Bahkan
hingga Husein dilahirkan pun ibunya selalu membawa Husein ke
pengajian-pengajian Alquran. Sehingga Husein selalu dalam lingkungan Alquran. Ayahnya
yang mengajarkan hafalan Alquran dan maknanya dengan cara isyarat. Dan itu
berhasil, selain usaha juga karena kehendak Allah SWT tentunya.
Dulu ketika saya sudah menyelesaikan thawaf di
masjidilharam saya menelepon kakak saya. Saya bertanya apa permintaan doa
untuknya. Kakak saya hanya meminta dua doa, pertama agar ia bisa datang ke
masjidilharam untuk berhaji dan kedua ia meminta agar ketiga anaknya yang ada
ini menjadi anak yang shaleh dan shalehah. Saya melaksanakan semua
permintaannya. Namun saya bertanya pada diri saya mengapa sesimpel itu
permintaan doanya.
Setelah saya merenung ketemulah jawabannya dalam
sebuah hadist, bahwa jika seorang hamba meninggal dunia maka semua amalnya
terputus kecuali tiga hal. Pertama, anak yang shaleh yang mendoakan kedua
orangtuanya. Kedua, ilmu yang bermanfaat. Dan ketiga, sedekah jariah. Anak yang
shaleh adalah harta yang paling berharga di dunia dan akhirat. Atau sebagai
investasi jangka yang sangat panjang.
Sebuah hadits Rasulullah SAW menyebutkan setiap
manusia diciptakan dalam keadan fitrah alias suci dan kedua orangtuanyalah yang
menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi. Artinya dalam hadits ini dapat
dimaknai bahwa orang yang mengasuh anak inilah yang mewarnai kehidupan
keagamaan anaknya. Selain tentang agama anak juga bagai kertas putih yang dapat
diwarnai menjadi apapun sekehendak kedua orangtuanya.
Ada empat macam anak dalam Alquran. Pertama, pertama
anak adalah sebagai fitnah. Ada sebuah cerita, suatu ketika seorang ayah
menghadap Umar bin Khattab. Ayah itu mengadu tentang anaknya yang durhaka
padanya. Kemudian Umar memanggil anak dari ayah itu untuk mengonfirmasi apakah
betul dia sudah berdurhaka pada ayahnya. Setelah Umar bertanya anak itu balik
bertanya.
Wahai Umar, tanya anak itu, apakah ada kewajiban
orangtua kepada anaknya. Umar menjawab ada. Pertama ayah wajib memberikan nama
yang baik kepada anaknya, kedua ayah wajib menghadirkan ibunya wanita shalihah
dan ketiga ayah wajib mengajarkan Alquran. Sang anak mengatakan bahwa ayahnya
tidak mengerjakan kewajiban dari ketiganya. Maka si anak itu tidak bisa
disalahkan karena ada kewajiban yang ditinggalkan dari sang ayah.
Kedua anak sebagai musuh. Jika orangtua tidak becus
mendidik anaknya maka tunggu saatnya anak itu menjadi musuh baginya. Atau jika
anak selalu dimanja dengan harta benda dan bukan dengan ketakwaan maka harta
itu yang akan menjadikannya hancur. Tidak ada yang lebih baik dari sebuah
warisan selain ilmu agama dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Ketiga anak sebagai perhiasan. Lihatlah ibu-ibu
bagaimana menggunakan perhiasan. Gelang, cincin dan kalung atau barang berharga
lainnya sangat bangga dikenakan dan diperlihatkan kepada orang lain. Begitu juga
anak. Ibu mana yang tidak bangga jika anaknya berhasil. Si ibu itu tidak pernah
berhenti membicarakan keajaiban anaknya, meski itu adalah hal kewajaran namun
dimata ibunya itu adalah kemewahan.
Maka sebagai perhiasan, anak perlu dijaga dengan
baik. Anak juga harus dididik dengan sebaik mungkin. Anaknya butuh
perlindungan. Agar terjaga dari makhluk-makhluk jahat yang dapat menjerumuskan
anak itu.
Keempat anak sebagai qurrata ayun atau sebagai
penyejuk. Anak dapat menyejukkan hati orangtuanya meski si orangtua lelah
setelah seharian bekerja. Dulu saya punya teman di lapangan sewaktu menjadi
wartawan. Teman saya itu stres dan kelelahan. Lalu tiba-tiba hapenya berdering
dan terdengar suara anaknya di ujung telepon menanyakan kapan ayahnya pulang ke
rumah.
Si ayah tadi langsung semangat bekerja dan jadilah
semua berita dengan cepat. Kecepatan itu disebabkan semangat yang disuntikan
anaknya. Setiba di rumah si ayah itu lupa bahwa ia sudah seharian bekerja dan
berkeliling mencari berita. Namun senyum dan canda sang anak dapat menyejukkan
orangtua itu.
Kita tentu ingin memiliki anak macam ketiga dan keempat
sebagai perhiasan dan penyejuk hati. Untuk itu ada lima hal yang dapat
dilakukan agar kita dapat menjadikan anak kita sebagai anak yang shaleh yang
dapat dibanggakan oleh kedua orangtua. Sebab jika anak berhasil banyak yang
mengaku ia adalah saudaranya, tetapi jika anak itu gagal dan menjadi sampah
masyarakat tidak ada satupun yang menganggapnya.
Pertama adalah ajarkan anak itu shalat. Sebuah hadits
menyatakan ajarilah anak shalat pada umur tujuh tahun, jika pada umur 10 tahun
tidak melaksanakan halat maka pukullah ia, dan pisahkan tempat tidur anak
perempuan dan laki-laki. Mengajarkan anak shalat ya dengan shalat. Sebab jika
orangtua memerintahkan anaknya shalat sementara ia sendiri tidak shalat maka
anak juga akan meniru untuk tidak shalat.
Dan Allah dalam firmanNya mengatakan Allah sangat
marah kepada hambaNya yang mengatakan atau memerintahkan sesuatu sementara ia
sendiri tidak melaksanakannya. Maka agar anak itu bisa halat ajaklah ia ke
masjid untuk shalat berjamaah. Atau ajak anak itu ke pengajian-pengajian. Meski
saat itu ia tidak paham dengan apa yang dilakukannya namun itu akan membekas
dalam ingatannya sampai ia dewasa.
Kedua adalah berikan anak penghargaan. Jika anak itu
anak pertama maka panggilah ia kakak, mas atau mbak. Sebab dengan begitu ia
menjadi bertanggungjawab kepada adik-adiknya. Atau penghargaan itu juga dapat
menghadirkan kepercayaan diri dalam anak. Jika anak melakukan suatu kebaikan
berikan ia penghargaan, dan jika anak melakukan kesalah tegurlah dengan
baik-baik. Jangan menggunakan kekasaran dan kekerasan.
Ketiga berikan hak anak. Setiap anak memiliki hak. Berikan
semua hak itu kepada anak, jangan ada sedikitpun kita menyembunyikannya. Misalnya
hak anak pada hari libur adalah bermain, maka berikan waktu itu. Sebab selain
waktu itu ia sudah habiskan waktunya untuk melakukan kewajibannya. Ini juga
sebagai pelajaran yang sangat berharga bagi seorang anak.
Keempat jangan pernah membohongi anak. Ada sebuah
perawi alias yang meriwayatkan hadits namun kemudian menjadikannya gagal
sebagai perawi yang jujur. Ini disebabkan hanya karena sutau ketika ia mengiming-imingi
rumput kepada kuda namun setelah kuda mendekat malah ia tidak memberikan rumput
itu kepada sang kuda.
Atau perintah Nabi juga begitu. Jika kita memanggil
seorang anak untuk dikasih sesuatu namun kemudian tidak jadi memberikannya itu
adalah sebuah kebohongan. Maka jika kita menjanjikan sesuatu kepada anak maka
penuhi janji itu secepat mungkin. Ini adalah pelajaran tentang kejujuran. Anak dilatih
untuk jujur dan tidak berbohong mulai dari hal-hal kecil.
Kelima ajari anak adab soban santun. Hadits Nabi
menyebutkan, wahai ananda makanlah dengan membaca bismillah, makanlah dengan
tangan kanan, ambillah makanan yang dekat denganmu dan ucapkan Alhamdulillah susadah
makan. Membaca bismillah adalah cara terbaik memberikan pelajaran kepada anak
bahwa apa yang kita makan semuanya datang dari Allah.
Sekarang kita membahas tentang akikah. Akikah berasal
dari bahasa Arab yang berarti memutus dan melubangi, dan dikatakan juga bahwa
akikah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun maknanya
secara syari’at adalah hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang
dilahirkan.
Hukum akikah menurut pendapat yang paling kuat
adalah sunah muakkadah. Hadits Nabi mengatakan, “Bersama anak laki-laki ada
akikah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan
darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan
Ashhabus Sunan)
Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk
memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat
bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)". Ini merupakan bentuk taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah SWT sekaligus sebagai wujud rasa
syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah SWT dengan
lahirnya sang anak.
Syarat Akikah adalah hewan dari jenis kibsy (domba
putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu
tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor. Imam
Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan
haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak,
kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi'iy berkata: Dan harus dihindari
dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
Kadar aqiqah yang mencukupi adalah satu ekor baik
untuk laki-laki atau pun untuk perempuan, sebagaimana perkataan Ibnu Abbas
rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengaqiqahi
Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan
Ibnu Al Jarud)
Ini adalah kadar cukup dan boleh, namun yang lebih
utama adalah mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor, ini berdasarkan
hadis-hadis berikut ini: Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi
Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan agar dsembelihkan akikah dari anak
laki-laki dua ekor domba dan dari anak perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya
shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan)
Dari Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya:
“Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar disembelihkan
akikah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan
satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)
Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang
ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya,
disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (HR:
Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi)
Dan bila tidak bisa melaksanakannya pada hari
ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa,
maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah
dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau berkata yang
artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan
keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)
Demikain pemaparan kajian kali ini. Semoga kita termasuk
dalam anak yang shaleh/shalehah, amin. Mohon maaf bila banyak kesalahan karena
itu datangnya dari saya pribadi. Dan jika terdapat kebenaran itu datangnya
mutlak dari Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar