Minggu, 02 Mei 2010

Ke Turki Kami Mengaji

(Dimuat di Majalah Gontor, Edisi Januari 2010/Muharram-Safar 1431)
Oleh: Deden Mauli Darajat


Menempuh Master Komunikasi dan Jurnalistik (S2) Universitas Ankara, Turki
Turki memang negara modern. Tapi mahasiswa Indonesia yang tengah belajar di sana harus pintar-pintar mengelola keuangan, lantaran biaya hidup di negeri Balkan itu relatif tinggi. Kecuali, jika masih mendapat kiriman dana dari keluarga di Tanah Air. Bagaimana dengan pemikiran sekularisme?


Tak pernah terbayangkan, ketika saya harus menempuh studi master (S2) Bidang Jurnalistik di Universitas Ankara, urki. Ini berawal saat mencicipi setahun sebagai wartawan HU Republika dan menulis beasiswa Turki di harian tersebut. Ketika esoknya laporan dimuat, secara ‘diam-diam’ saya pun mengirimkan berkas dokumen yang dibutuhkan ke Kedutaan Besar Republik Turki di Jakarta, awal tahun 2009 lalu.


Turki yang wilayahnya terbentang dari Semenanjung Anatolia di Asia barat Daya hingga ke daerah Balkan di Eropa Tenggara, sepertinya tengah berjalan pasti kembali ke pelukan Islam. Seperti halnya mentari, yang pasti akan terbit menerangi bumi setiap hari. Itulah mengapa banyak dari pelajar yang memiliki latar belakang studi Islam kemudian melanjutkan sekolah di negeri kekhalifahan terakhir, Khilafah Islamiyah.


Bagi sebagian orang, Turki dianggap negara yang banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Ini terlihat dari warga negara lain yang mengunjung tempat-tempat bersejarah di Turki khususnya Kota Istanbul. Meski begitu, Turki juga menyimpan banyak tradisi ilmu pengetahuan yang sampai saat ini masih terjaga orisinalitasnya. Tak sedikit mahasiswa Indonesia yang belajar di negeri yang pernah dipimpin Kemal Attaturk itu.


Memang proses ini begitu singkat. Baru setahun menjadi abituren Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Jakarta, alhamdulillah, saya segera mendapat beasiswa dari pemerintah Turki untuk melanjutkan studi master (S2) di Universitas Ankara, dengan konsentrasi komunikasi dan jurnalistik. Alasan memilih jurusan tersebut, tak lain untuk mengaplikasikan ilmu yang pernah didapatkan di bangku kuliah hingga kemudian bekerja sebagai wartawan di koran Republika, Jakarta.


Harapan saya, setelah menamatkan studi ini menjadi akademisi plus jurnalis. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi saat mengajukan aplikasi dokumen. Di antaranya, dua macam rekomendasi dari dua orang profesor, surat kesehatan, potocopy passport, dan legalisir ijazah. Semua berkas itu dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris, Prancis atau Turki.


Untuk rekomendasi diharapkan dari professor yang memiliki reputasi internasional. Saya mendapat rekomendasi dari tangan Prof Dr Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta, yang juga meraih doktor di bidang Filsafat Barat di Middle East Techical University, Ankara, Turki, 1990) dan Prof Andi Faisal Bhakti Ph.D (Guru Besar Ilmu Komunikasi UIN yang pernah lama mengajar di Oxford University, Inggris).


Setelah melalui verifikasi berkas dan wawancara dari pihak kedutaan Turki, akhir September 2009 pengumuman kelulusan itu saya terima. Tiga pecan setelah pengumuman kelulusan, saya pun meninggalkan kampung halaman di Rangkasbitung, Banten. Sangat mendadak. Sebab, awal masa studi di Turki dimulai pada September 2010 ini.


Namun demikian, penerima beasiswa dari Indonesia tidak langsung bisa duduk kuliah S2. Meskipun sudah mendapat kepastian di fakultas dan jurusan mana harus kuliah. Ketentuan mahasiswa asing terlebih dahulu harus mengikuti kursus bahasa Turki 10 bulan. Hal ini disebabkan sebagian besar universitas di Turki menggunakan bahasa Turki sebagai pengantar kuliah. Hanya sebagian kecil saja yang menggunakan bahasa Inggris.


Beasiswa yang didapatkan dari pemerintah Turki antara lain, uang saku, biaya riset ilmiah, asrama dan asuransi kesehatan. Uang saku yang diberikan sebesar 220 Turki Lira (TL) untuk S2 dan sebesar 195 TL untuk beasiswa S1. Sementara biaya hidup di negeri Balkan itu tinggi, maka mahasiswa harus sebisa mungkin menghemat dana tersebut. Kecuali, jika masih diberi kiriman dana dari keluarga di Indonesia. Saat ini kurs uang 1 Lira = Rp. 7.000,-.


Visa yang diberikan oleh pemerintah Turki adalah visa pelajar selama tiga sampai enam bulan. Sesampainya di Turki visa tersebut tidak diperpanjang. Tetapi mahasiswa asing diwajibkan memiliki “Ikamet” (sejenis KTP) agar dapat tinggal di Turki. Mahasiswa asing yang memiliki ikamet pelajar tidak diperbolehkan untuk bekerja mencari uang, meskipun sampingan. Jadi kerjaannya hanyalah belajar dan belajar.


Sebelum ini ada beberapa beasiswa belajar ke Turki selain beasiswa pemerintah Turki sendiri. Sebab, beasiswa pemerintah Turki baru dibuka sejak tahun 2007 lalu. Beasiswa lainnya adalah beasiswa dari sekolah Turki Indonesia di bawah naungan Pasiad Indonesia, serta organisasi masa (ormas) Islam di Turki. Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Turki mencapai 150-an orang lebih. Mereka terbagi atas beasiswa pemerintah Turki, beasiswa Pasiad, beasiswa ormas Islam Turki dan biaya sendiri.


Saya bukanlah alumnus Gontor pertama yang melanjutkan studi di Turki. Pelopor lulusan Gontor tercatat nama Prof Dr HM Amin Abdullah, yang kini menjabat Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Amin Abdullah, menamatkan studi master dan doktornya di Turki bersama rekannya Prof Dr Komaruddin Hidayat yang juga kini menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


Seangkatan saya, alumnus Gontor yang mendapat beasiswa pemerintah Turki untuk melanjutkan studi S2 adalah Christian Kuswibowo (alumnus tahun 2001). Christian mengambil jurusan Manajemen Bisnis di Universitas Hacetepe, di Ankara. Christian menamatkan studi S1 di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, Jawa Barat. Selain kami berdua, terdapat nama Gusty Ayuman Mukasafah (alumnus tahun 2007) yang mendapat kesempatan melanjutkan studi S1 di Turki dari Pasiad Indonesia. Ia kini belajar Islamic Studies atau Dirasah Islamiyah di Universtas Selcuk, Kota Konya, Turki. Ya, ke Turki kami hendak mengaji.


Biaya hidup di Turki relatif tinggi dibanding Indonesia. Sekadar ukuran, transportasi jauh-dekat untuk sekali perjalanan sebesar 1,5 Lira (1 Lira = Rp. 7.000). Selain transportasi makanan dan kebutuhan sehari-hari pun hampir lebih tinggi harganya dibanding Negara kita. Dengan tingginya biaya hidup diTurki, mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa menyiasatinya dengan menggunakan dana tersebut untuk hal-hal yang dibutuhkan saja.


Bahkan tidak sedikit dari kami melaksanakan puasa sunah. Mendapat pahala sekaligus bisa berhemat. Di sisi lain, Turki disebut-sebut sebagai negara sekular yang memiliki arena pemisahan antara kewajiban agama dan negara. Di negara Kemalis Turki ini, tentara terus menerus menjalankan politik “secular fundamentalis”, sehingga banyak aspek-aspek sosial yang berbau agama tidak bisa dijalankan oleh rakyat, meski hal-hal yang sama bisa mereka nikmati di negara-negara secular Barat.


Ilmu komunikasi
Universitas Ankara didirikan oleh Ataturk yang bertujuan menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang dijunjung tinggi. Universitas Ankara termasuk universitas yang sangat bergengsi dengan 15 Fakultas, 7 Pascasarjana, 12 sekolah, dan 25 pusat penelitian. Saat ini terdapat 3.720 staf akademik yang berkualifikasi tinggi. Universitas ini telah menjadi orangtua untuk beberapa universitas yang mencapai pendidikan berkualitas.


Universitas melakukan riset berkualitas tinggi dan menawarkan pendidikan dan pelatihan dalam setiap bidang ilmiah termasuk Kedokteran, Kedokteran Hewan, Kedokteran Gigi, Farmasi, Sains, dan Pertanian, dan dalam hamper semua bidang ilmu sosial. Selain itu, universitas juga menyediakan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk puluhan ribu orang melalui klinik kesehatan dan rumah sakit, dengan kapasitas tempat tidur lebih dari 2500.



Kajian media dan komunikasi juga tidak ketinggalan. Fakultas Ilmu Komunikasi ini didirikan sebagai Sekolah Jurnalistik dan Penyiaran pada 1965, yang bekerjasama antara UNESCO dan Asosiasi Wartawan. Bidang ini telah dianggap sebagai sumber yang memenuhi syarat jurnalis dan produsen. Mengenai peningkatan besar di media massa di Turki, sekolah telah direstrukturisasi sebagai fakultas pada tahun 1992. Di Fakultas Ilmu Komunikasi, saat ini terdapat 983 siswa dan sekitar 150 lulusan setiap tahun. Staf akademik memiliki 61 yang memiliki kajian penelitian yang kemudian memiliki kepentingan dari media.

10 komentar:

  1. Assalamu'alaikum... Kebetulan ana juga alumni Gontor yang mendapat beasiswa dari PASIAD, insya Allah 2 minggu lagi-jika tidak ada halangan-akan berangkat ke Turki, O ya saya mau tanya, apakah ada universitas yang bisa ditempuh selama 3 tahun sampai S1 jika kita pintar (ikut accelerasi)??

    BalasHapus
  2. Assalamu'alikum wr.wb

    Selamat dan sukses bisa meluaskan cakrawala ilmu di negeri Turki. Sebagai sesama orang kulon saya ikut bangga...

    Saya tidak tahu apakah Deden mengenal saya atau tidak. Saya dari Malingping, mengajar di UIN Jakarta Fak. Ushuluddin dan suami saya alumni Gontor. Kebetulan anak saya, namanya Nazmia Humaira, mendapat kesempatan melanjutkan kuliah SI di Turki rencananya di METU (sebelumnya krg/lbh 3 bulanan kuliah di UI Fak. Teknik) berangkat akhir September 2010 kemaren,sekarang sdg mengambil kursus bahasa di Tomer IZMIR. Mudah2an Deden sempat bertemu, dan menyapanya. Senang rasanya...di negeri orang ada kawan sekampung...

    Wassalam,

    Siti Nadroh

    BalasHapus
  3. @Jaini Mukhlis: Alaikumsalam..apa kabar?
    Kamu sudah di Turki? bisa hubungi saya di 05548916587..

    BalasHapus
  4. @Siti Nadroh:
    Alaikumsalam wr wb
    Saya kayanya kenal teteh..saya dulu tinggal di Asrama HMB Jakarta untuk waktu yg cukup lama (selama menempuh S1 di UIN Jakarta).

    Iya, teh..insya Allah bisa ketemu saya, saya tinggal di Ankara..salam untuk keluarga di Jakarta.
    Makasih

    BalasHapus
  5. Assalamu'alaikum wr.wb
    Alhamdulillah...kalau pernah tinggal di HMB, kayaknya iya...

    Deden masuk dan lulus UIN thn berapa?

    Teteh senang sekali membaca tulisan2 Deden. Terus berkarya...insyaallah memberi pencerahan untuk banyak orang.

    Kita sdh temenan di Fb khan? share terus pengalaman dan tulisannya, ya.

    Salam kembali dari keluarga teteh...

    BalasHapus
  6. Alaikumsalam wr wb
    Saya masuk UIN Jakarta tahun 2004 dan lulus awal 2008..insya Allah saya masih menulis..alikumsalam

    BalasHapus
  7. @Ust Deden : Afwan ustadz ana ga pernah nlp, coz ana jarang pny pulsa bnyak, hhe..
    Insya Allah tetap kontak via Fb aja :)
    oya ustadz, kalau boleh ana sarankan sptnya ada yang perlu diralat ditulisan antum, kurs sekarang sudah turun menjadi 1TL : Rp 5.000,-

    BalasHapus
  8. wah....
    ternyata ada banyak orang hebat yang sudah dan juga sedang belajar di Negri ini,
    saya sangat beruntung sekali bisa menuntut ilmu di sini.

    salam kenal ustadz...

    BalasHapus
  9. alaikumsalam. iya banyak orang hebat yang belajar di sini (Turki) tapi itu bukan saya :)

    BalasHapus
  10. Assalamu'alaykum.
    Saya dari Komunikasi juga. Semoga bisa menempuh pendidikan di Ankara Turki. Aamiin..

    BalasHapus