Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Minggu, 26 Desember 2010

Al-Azhar, Masjid Pendiri Universitas Tertua di Dunia

(Dimuat di Republika, Ahad, 26 Des 2010)


Oleh Deden Mauli Darajat*


Mesir merupakan negara yang banyak melahirkan ulama-ulama terkemuka di dunia. Negara di daratan utara Afrika itu dikenal dengan "Negeri Kinanah" yang berarti 'anak panah' yang siap disebar di penjuru dunia. Anak panah yang berarti para ulama itu dilahirkan dari salah satu universitas tertua di dunia, yaitu Universitas Al-Azhar.


Beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke Kairo, Mesir, saya menyempatkan untuk berkunjung ke salah satu masjid tertua di negeri para nabi itu. Masjid Al-Azhar berada di pusat Kota Kairo yang berdekatan dengan pasar yang sangat asri. Angin sepoi berembus saat saya tiba di ruangan terbuka masjid itu. Meski musim panas, di masjid itu terasa dingin karena lantai masjid berbahan marmer.


Setelah berkunjung ke pasar yang dekat masjid, akhirnya saya dan beberapa rekan melaksanakan shalat Maghrib dan Isya sembari istirahat dan menikmati Masjid Al-Azhar pada malam hari. Lampu penerang dari menara menambah indahnya masjid itu pada malam hari. Pantulan cahaya di atas lantai marmer itu menambah kesyahduan dalam beribadah.


Beberapa orang yang selesai melaksanakan shalat Maghrib dan menunggu Isya, tampak asyik merebahkan diri di atas lantai masjid itu. Begitu juga sebagian lainnya membaca ayat suci Alquran. Di antara jamaah itu, terdapat mahasiswa asal Indonesia yang khusyuk membaca Alquran. Saat azan Isya berkumandang, sejumlah orang masuk ke dalam masjid dan ikut shalat berjamaah.


Masjid Al-Azhar dibangun pada 24 Jumadil Awal 359H/970 M. Masjid itu merupakan gabungan dari semua gaya dan pengaruh yang telah melewati Mesir, dengan sebagian besarnya telah direnovasi oleh Abdarrahman Khesheda. Masjid itu memiliki lima menara yang di dalamnya terdapat balkon kecil dan kolom berukir.


Masjid pendiri Universitas Al-Azhar itu memiliki enam pintu masuk, dengan pintu masuk utama menjadi Bab el-Muzayini (gerbang tukang cukur) pada abad ke-18, di mana siswa pernah dicukur di sana. Gerbang ini mengarah ke sebuah halaman kecil dan kemudian ke Madrasah Aqbaughawiya di sebelah kiri, yang dibangun pada 1340 M dan berfungsi sebagai perpustakaan. Di sebelah kanan terdapat Madrasah Taybarsiya yang dibangun pada 1310 M dan memiliki mihrab yang sangat halus.


Dalam perjalanan waktu yang panjang, Al-Azhar yang berdiri kokoh mulai dipadati oleh para penuntut ilmu dari berbagai pelosok dunia. Seiring dengan waktu, Al-Azhar, selain mempertahankan metode klasiknya dalam sistem pengajaran dalam bentuk talaqi, juga mengikuti metode modern berupa pembentukan universitas.


Universitas Al-Azhar merupakan lembaga ilmiah keagamaan terbesar di dunia. Universitas itu diresmikan oleh Khalifah Al-Muiz Li Dinillah-khalifah kedua Dinasti Fatimiah-ditandai dengan shalat Jumat di dalamnya pada 1 Ramadhan 361H/972M.


Al-Azhar adalah universitas tertua kedua di dunia setelah Universitas Al-Qairawain, Fes, Maroko, yang didirikan pada 245 H/859M. Al-Azhar didirikan dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam dan ilmu pengetahuan lainnya. Di bawah kepemimpinan Al-Qadhi Abu Hanifah bin Muhammad Al-Qairawaini, Al-Azhar mengajarkan ilmu keagamaan, bahasa, qiraat, mantiq dan falak.


Kebudayaan Eropa tampaknya berpengaruh, baik pada pengayaan keilmuan yang dikaji maupun sistem pendidikannya. Pada masa Muhammad Ali Al-Kabir, sistem pengajaran di Al-Azhar mulai dibenahi. Mahasiswa bebas memilih pelajaran dan guru sesuai minat. Setelah merasa mampu menguasai pelajaran, setiap mahasiswa akan diuji di hadapan gurunya secara lisan. Jika dinyatakan lulus, diberi ijazah untuk mengajarkan ilmu tersebut.


Pada akhir abad ke-19, Universitas Al-Azhar baru menerapkan sistem modern di kampus negeri Nabi Musa itu. Pada 1961, Al-Azhar mulai membuka fakultas-fakultas umum di samping fakultas keagamaan yang meliputi kedokteran, farmasi, tarbiyah, teknik, administrasi, bahasa dan terjemah, pertanian, dan sains.


Kini, Al-Azhar yang bercirikan wasathiyyah (moderat), memiliki cabang di sebagian besar Provinsi Mesir dan beberapa negara di Afrika yang mencapai 62 fakultas.


*penulis Mahasiswa Pascasarjana Universitas Ankara, Turki.


dapat juga diakses di: http://koran.republika.co.id/koran/0/125921/OKI_Negara_Islam_Harus_Perkuat_Media

Jumat, 17 Desember 2010

Singgah ke Gua Kesabaran Nabi Ayyub

(Dimuat di Republika, Jumat, 17 Des 2010)


Oleh Deden Mauli Darajat (Mahasiswa pascasarjana Universitas Ankara, Turki)


Kesabaran lekat pada diri Nabi Ayyub. Berbekal sifat ini ia mampu melewati ujian yang menerpanya. Semua harta benda miliknya habis tak bersisa. Anggota keluarganya meninggal satu per satu. Penyakit yang tak kunjung sembuh juga membekap dirinya. Namun, ia tegar dan ikhlas menghadapi itu semua.


Belum lama ini, saya bersama sejumlah rekan mengunjungi gua kesabaran Nabi Ayyub yang berlokasi di Urfa, Turki. Gua ini berada di bawah tanah yang dikelilingi bangunan seluas 5x5 meter. Untuk memasukinya, seseorang harus turun melalui tangga yang hanya cukup untuk satu orang.


Gua itu sendiri mempunyai luas 5x4 meter persegi dengan tinggi sekitar satu hingga dua meter. Karena tak begitu luas, pengungung tak bisa berlama-lama berada di dalam gua tersebut. Sebab, banyak pengunjung lain yang juga ingin masuk ke dalam gua kesabaran itu.


Sekitar 15 meter dari gua kesabaran, ada sebuah sumur sebagai sumber air yang digunakan Nabi Ayyub untuk menyembuhkan penyakitnya. Sumur yang ditutup rapat itu hanya dapat dilihat dari lubang kecil yang berada di atas sumur. Di area gua juga terdapat masjid cukup besar.


Pengunjung gua biasanya menyempatkan singgah ke masjid dan menunaikan shalat di sana. Cukup banyak wisatawan lokal maupun luar negeri yang menyambangi gua kesabaran yang pernah dihuni Nabi Ayyub itu. Mereka berpose dan mengabadikan tempat bersejarah itu dengan kamera yang mereka bawa.


Sejumlah warga sekitar memanfaatkan kunjungan para wisatawan untuk menjaring rezeki. Mereka mendirikan toko dan warung. Sementara itu, di samping gua terdapat lapangan luas yang biasa digunakan warga untuk berolahraga. Terkadang, lapangan digunakan untuk tempat penyembelihan kurban saat Idul Adha.


Dalam kehidupannya, Nabi Ayyub merupakan hamba Allah yang dikaruniai dengan harta benda berlimpah dan keluarga sakinah. Gelimang harta tak membuat dia lupa untuk menunaikan ibadah dan berzikir kepada Allah. Ia menunaikan itu semua sebagai ungkapan syukur atas segala karunia yang Allah berikan.


Melihat keteguhan iman dan rasa syukur Nabi Ayyub yang berlimpah, iblis merasa panas hati dan dongkol. Sang iblis tak rela melihat itu semua. Maka pergilah ia mendatangi Ayyub untuk menguji sebesar apa imannya kepada Allah. Sebelumnya, iblis menghadap Allah meminta izin melakukan godaan terhadap Ayyub. Allah mengizinkannya.


Lalu, iblis mengumpulkan kekuatan, mencoba merusak keimanan Ayyub agar berpaling dari Allah. Mereka menempuh cara dengan memusnahkan harta kekayaan Ayyub hingga membuatnya menjadi seorang yang miskin. Harta yang semula terkumpul di tangannya, lenyap sudah.


Cobaan lainnya menghantam Ayyub. Keluarga dan anak-anaknya meninggal dunia. Penyakit kulit juga menempel di tubuhnya. Hanya istrinya yang setia mendampinginya. Namun, dengan bisikan iblis akhirnya sang istri pun meninggalkannya. Ia berjanji akan memukul istrinya dengan 100 kali cambukan karena istrinya sudah tergoda imannya.


Akhirnya, Ayyub sendirian. Ia bermunajat kepada Allah dengan sepenuh harap rahmat dan kasih sayang-Nya. Ia berdoa, "Wahai Tuhanku, aku telah diganggu setan dengan kepayahan, kesusahan, serta siksaan. Engkaulah wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang". (QS Shad [38]: 41).


Allah menerima doa Ayyub yang telah mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman. Ia diminta untuk menghantam tanah. Dari situ air memancar dan digunakan untuk membasuh penyakit yang ia derita. Tak lama kemudian, penyakit kulit yang melekat di badannya sirna.


Dapat juga diakses di: http://koran.republika.co.id/koran/52/125334/Singgah_ke_Gua_Kesabaran_Nabi_Ayyub

Menengok Tempat Pembakaran Nabi Ibrahim AS

(Dimuat di Republika, Jumat, 26 Nopember 2010)


Oleh Deden Mauli Darajat *


Nabi Ibrahim AS merupakan rasul atau utusan Allah yang diberikan banyak mukjizat. Salah satunya, Ibrahim AS tak mempan dibakar api yang ganas. Bapak monoteisme itu sempat dibakar dalam api yang menyala-nya setelah menghancurkan berhala-berhala yang disembah oleh ayah dan kaumnya.


Namun, Nabi Ibrahim tak takut menghadapi hukuman dari kaumnya itu. Lalu, Allah SWT menyelamatkannya dari panasnya api yang menyala-nyala. "Kami berfirman, 'hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim'." (QS Al-Anbiyaa [21]: 69)


Konon, Nabi Ibrahim AS dibakar di wilayah Urfa, Turki. Saat liburan Idul Adha 1431 H, saya bersama beberapa rekan mengunjungi tempat pembakaran ayah dari Nabi Ismail itu. Untuk menuju tempat pembakaran yang berada di bagian selatan Turki itu, kami berangkat dari Ankara menggunakan bus antarkota selama 12 jam perjalanan.


Kami tiba di Urfa pukul 07.00 waktu setempat. Pagi itu, rupanya para peziarah sudah banyak yang berdatangan. Maklum, di Turki sedang musim liburan. Berbeda dengan di Indonesia, liburan Idul Adha di Turki lebih panjang ketimbang liburan Idul Fitri.


Di tempat pembakaran itu, terdapat kolam ikan yang cukup luas. Kolam itu berisi ikan berwarna hitam doveyang seperti ikan gabus. Hanya ada satu jenis ikan dalam kolam itu dengan berbagai ukuran, mulai dari kecil hingga besar.


Masyarakat setempat mengatakan bahwa ikan-ikan yang berada di kawasan pembakaran Nabi Ibrahim itu tidak boleh dimakan. Tidak tahu mengapa ikan itu tidak boleh dimakan. Setelah kami berkeliling, kolam itu rupanya mengalir ke berbagai selokan di sekitar tempat itu. Selokan yang jernih itu dihiasi dengan sejumlah ikan hitam itu.


Sekitar 100 meter dari tempat pembakaran terdapat tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Di samping tempat kelahiran itu telah berdiri dua masjid, yaitu Masjid Maulid Halil yang didirikan pada 1808 M dan Masjid Maulid Halil Baru yang didirikan pada 1980 M.


Para pengunjung melantunkan zikir dan doa saat mereka berkunjung ke tempat kelahiran Nabi Ibrahim. Para wisatawan yang mengenakan peci haji dan perempuan-perempuan yang berkerudung hitam menyempatkan untuk shalat di masjid tersebut.


Dari tempat kelahiran itu kami beranjak ke bukit di belakang masjid. Bukit itu adalah tempat Nabi Ibrahim dilempar dari atas bukit ke tempat pembakaran dengan api yang telah menyala. Di bukit itu terdapat dua tiang besar dan bekas bangunan tua yang sudah runtuh, tetapi dirawat dan dijadikan museum oleh pemerintah setempat.


Untuk memasuki museum itu, para pengunjung harus membayar sebesar 3 lira Turki atau sekitar Rp 18 ribu (1 lira sama dengan Rp 6.000). Nabi Ibrahim adalah putra Aazar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh AS.


Ia dilahirkan di sebuah tempat bernama "Faddam A'ram" dalam kerajaan "Babylon" yang pada waktu itu diperintah oleh seorang raja bernama Namrud bin Kan'aan.


Pada masa itu, Babylon termasuk kerajaan yang makmur dan rakyat hidup senang. Akan tetapi, kebutuhan rohani mereka masih berada di tingkat Jahiliyah. Mereka menyembah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.


Raja Namrud bin Kan'aan menjalankan tampuk pemerintahnya dengan tangan besi dan kekuasaan mutlak. Di tengah-tengah masyarakat yang sedemikian buruknya, lahir dan dibesarkanlah Nabi Ibrahim dari seorang ayah yang bekerja sebagai pemahat dan pedagang patung.


Mulai beranjak dewasa, Ibrahim sudah mulai berdakwah kepada masyarakatnya untuk meninggalkan kebiasaan menyembah berhala. Yang pertama, ia mengajak ayahnya ke jalan yang diridai Allah. Namun, ayahnya murka dan mengusir Ibrahim. Meski demikian, Ibrahim tak pernah berhenti untuk berdakwah di kalangan kaum musyrik.


Sudah menjadi tradisi dan kebiasaan penduduk kerajaan Babylon bahwa setiap tahun mereka keluar kota beramai-ramai pada suatu hari raya yang mereka anggap sebagai keramat. Berhari-hari mereka berada di luar kota. Nabi Ibrahim pun diajak, teatpi ia berpura-pura sakit dan diizinkanlah untuk tinggal di rumah.


Saat kota itu kosong, Nabi Ibrahim menghancurkan sejumlah patung dengan menggunakan kapak. Cuma satu patung yang besar yang ia tidak hancurkan. Dan, pada patung besar itulah kapak Ibrahim diletakkan. Alangkah kaget dan murkanya masyarakat saat datang ke kotanya saat melihat patung sesembahannya telah hancur. Mereka sadar yang menghancurkan itu adalah Ibrahim.


Akhirnya, Nabi Ibrahim diadili di pengadilan yang dihadiri semua masyarakat setempat. Di sinilah Ibrahim berdakwah secara terang-terangan. Nabi Ibrahim pun dihukum dan dibakar hidup-hidup sebagai ganjaran atas perbuatannya menghina dan menghancurkan tuhan-tuhan mereka. Masyarakat sekitar bergotong royong mengumpulkan kayu bakar.


Kayu lalu dibakar dan terbentuklah gunung berapi yang dahsyat. Kemudian dalam keadaan terbelenggu, Nabi Ibrahim dilempar dari atas sebuah gedung di atas bukit yang tinggi ke dalam tumpukan kayu yang menyala. Ajaibnya, usai api itu berhenti menyala, keluarlah Nabi Ibrahim dari pembakaran itu dengan tidak terluka sedikit pun.


*penulis: mahasiswa pascasarjana universitas Ankara, Turki