Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Minggu, 20 November 2011

Menengok Makam Nasruddin Hoja



(Dimuat di Republika, Ahad, 20 Nov 2011)

Oleh Deden Mauli Darajat*

Ia dianggap sebagai filsuf yang populis dan orang bijak yang merangkai kisah kebijakannya dengan cerita lucu dan anekdot.

Di dunia Islam, nama Nasruddin Hoja begitu populer. Ia adalah seorang sufi masyhur dari abad ke-13 M. Hingga kini, kata-kata bijak dan hikmah yang disertai humor yang pernah dilontarkan dan ditulisnya masih tetap abadi, melintas zaman dan sekat geografis.

Itulah mengapa sosok Nasruddin begitu akrab di telinga kaum Muslim hampir di seluruh negara, khususnya yang penduduknya mayoritas Muslim. Di tempat kelahirannya, Aksehir, Konya, Turki, gambar Nasruddin Hoja yang sedang mengendarai keledai dengan badan terbalik diabadikan sebagai lambang resmi Kota Aksehir.

Saya tak hanya mendengar dan membaca kata-kata hikmah penuh humor dari sang sufi. Namun, juga berkesempatan menengok alias berziarah ke makam tokoh yang legendaris itu. Ya, beberapa waktu lalu, seorang rekan mahasiswa Universitas Ankara, Selahattin Gobel, asal Konya, mengajak saya dan beberapa kawan untuk singgah ke makam Nasruddin. Dengan bantuan Selahattin, kami pun tiba di Kota Aksehir, sekitar 130 km dari pusat Kota Konya.

Kota Konya juga merupakan tempat makam dan museum sufi terkenal, yakni Maulana Jalaluddin Rumi. Makam Nasruddin terletak di pusat Kota Aksehir. Makamnya berada di tengah-tengah tempat pemakaman umum. Atap makam Nasruddin berbentuk kerucut berwarna hijau.  Di depan makamnya terdapat lingkaran berdiameter sekitar 50 cm bertuliskan "Di sinilah pusat bumi".  Nah, ada cerita tersendiri soal "pusat bumi" itu. Alkisah, tiga orang bijak datang menghadap Nasruddin Hoja.

"Hoja, di manakah pusat bumi?" tanya ketiga orang bijak itu.
"Pusat bumi terdapat di bawah telapak kaki saya," ujar Nasaruddin.
"Bagaimana Anda bisa membuktikan kalau di sini adalah pusat bumi?" ketiga orang bijak itu kembali bertanya. "Hitung saja sendiri," jawab Nasruddin. Ketiga orang bijak pun akhirnya sadar jika Nasruddin adalah orang paling bijak di antara mereka.

Di Kota Aksehir, tepatnya di sekitar makam Nasruddin, terdapat museum yang menggambarkan  kehidupan Nasruddin. Selain gambar, terdapat juga patung-patung yang menggambarkan sang sufi legendaris sedang berdiskusi bersama rekan-rekannya. Di taman Kota Aksehir juga terdapat taman yang dipenuhi dengan patung Nasruddin dalam berbagai bentuk yang diambil dari kisah-kisahnya.

Di Ibu Kota Turki, Ankara, patung Nasruddin Hoja juga terdapat di depan sebuah stasiun kereta api. Namun, patung yang berada di Ankara bukanlah patung Nasruddin yang sedang mengendarai keledai, melainkan singa yang kekar dengan ujung ekornya kepala burung unta dan di atas kepala singa terdapat kepala manusia. Nasruddin duduk membelakangi singa.

Nasruddin adalah tokoh sufi satir, yang diyakini telah hidup selama abad pertengahan atau sekitar abad ke-13 Masehi. Ia dianggap sebagai filsuf yang populis dan orang bijak yang merangkai kisah kebijakannya dengan cerita lucu dan anekdot.

Klaim tentang asal-usul yang dibuat oleh banyak kelompok etnis, di antara mereka adalah orang-orang Turki, yang mengatakan, ia tinggal di Anataolia, mungkin lahir pada 1209 Masehi di Desa Hortu di Sivrihisar, Askisehir, pada abad ke-13, dan kemudian menetap di Aksehir. Ia meninggal pada 1257 Masehi di Konya yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Seljuk.

Sebagai generasi lama, cerita yang kini kita dapatkan telah dimodifikasi. Kisah-kisah Nasruddin telah menyebar ke berbagai daerah. Tema dalam dongeng telah menjadi bagian dari cerita rakyat dari sejumlah negara dan mengekspresikan imajinasi nasional dari berbagai budaya.

Meskipun sebagian besar dari mereka menggambarkan Nasruddin dalam suasana desa kecil, awal cerita-ceritanya berurusan dengan konsep-konsep yang memiliki keabadian tertentu. Mereka menyiapkan sebuah bernas kebijaksanaan rakyat yang menang atas semua cobaan dan kesengsaraan.

Naskah tertua Nasruddin ditemukan pada 1571. Hari ini, cerita Nasruddin yang diceritakan dalam berbagai daerah, terutama di seluruh dunia Muslim, dan telah diterjemahkan ke banyak bahasa.

Beberapa daerah secara mandiri mengembangkan karakter yang mirip dengan Nasruddin dan cerita-cerita telah menjadi bagian dari keseluruhan yang lebih besar. Di banyak daerah, Nasruddin adalah bagian utama dari budaya dan dikutip atau disinggung sering dalam kehidupan sehari-hari. Karena ada ribuan cerita Nasruddin berbeda, satu dapat ditemukan cocok hampir setiap kesempatan.

Kisah-kisah bijak Nasruddin Hoja sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia. Apa pasal? Bukan hanya karena humornya saja yang menarik, melainkan juga di balik humor yang dituliskannya itu terdapat pesan yang memuat kebijakan dan hikmah.

Di Turki sendiri, Nasruddin sangat terkenal. Hampir semua penduduk Turki mengenalnya. Ini terbukti dari patung-patung yang bukan hanya ada di Aksehir, melainkan juga ada di beberapa kota lainnya di negeri tempat Daulah Usmani pernah berkuasa. N ed: heri ruslan. *Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana pada Universitas Ankara, Turki.

Dapat juga diakses di: http://koran.republika.co.id/koran/153/148176/Menengok_Makam_Nasruddin_Hoja

Jumat, 18 November 2011

Lantai Masjid yang Selalu Mengkilap

(Catatan Perjalanan Haji Bagian-4)


Oleh Deden Mauli Darajat

Pernahkah kita berpikir bagaimana membersihkan masjid yang selalu dipenuhi ribuan bahkan ratusan ribu jemaah setiap waktu? Tentu jawabannya adalah susah, tapi tidak untuk di Masjidil Haram. Pengelola masjid yang berdiri di kota Mekkah ini memiliki cara tersendiri untuk membersihkan masjidnya agar para jemaah nyaman dalam beribadah.

Saya masih duduk bersila di dalam masjid yang diharamkan untuk berbuat segala maksiat itu. Saat itu jam di Tower Zamzam yang paling tinggi di dunia ini menunjukkan tepat pukul 00.00 waktu setempat. Sebelumnya saya berpikir bahwa masjid itu akan sepi di tengah malam, namun rupanya jemaahnya tetap membludak. Memang ada sebagian jemaah yang kembali ke pemondokan, namun sebaliknya ada juga yang baru datang ke masjid itu.

Dan yang datang bukan hanya orang-perorang. Yang datang ke Masjidil Haram ini kebanyakannya adalah berkelompok atau rombongan. Salah satu rombongan dari Lombok, Nusa Tengara Barat, misalnya, malam itu baru tiba di Mekkah dan langsung ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf. Mereka berkumpul tepat disamping saya duduk.

Sebagian langsung melakukan shalat tahiyatulmasjid sebagian lainnya berdoa sembari menunggu giliran shalat karena terbatasnya tempat yang sudah penuh. Seorang ibu yang usai melaksanakan sholat disamping saya mengisakan air matanya. Ia tersedu sedan membaca doa. Ada air mata bahagia dan penuh harap saat ia berdoa.

Saat rombongan dari Lombok itu bergerak mendekati ka’bah untuk thawaf, segerombolan petugas pembersih masjid mendekati kami dan memerintahkan kepada kami agar kami pindah dari tempat duduk kami. Karena gerakan mereka cepat, saya pun mengangkut semua bawaan saya termasuk sejadah dan tas soren yang selalu saya bawa ketika berada di Mekkah.

Sejumlah pembersih itu dibagi tugasnya masing-masing, ada yang bertugas memegang tali merah, seukuran tali “police line” yang berwarna kuning. Tali merah itu dibentangkan seluas 10 meter kali 10 meter, dan ditengah garis itu terdapat sejumlah petugas, ada yang menyiramkan air pembersih ada juga yang memegang alat pengepel. Dengan sekejap lantai masjid itu mengkilap. Para pembersih yang bertugas saat itu sekitar 20-an orang.

Sangat mudah mengenali para petugas pembersih yang bertugas di masjidilharam. Sebab, mereka mengenakan seragam berwarna hijau atau cokelat. Di punggung seragam mereka bertuliskan Petugas Masjidil Haram dengan tulisan Arab. Seragam mereka juga dilengkapi dengan peci yang juga warna hijau atau cokelat sesuai dengan seragam yang mereka dikenakan.

Para petugas pembersih yang bertugas di Masjidil Haram bukanlah penduduk setempat, melainkan orang-orang asing yang merantau dan mencari kerja di jazirah arab, diantaranya, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, India dll.

Anwar, petugas asal Jawaw Barat, misalnya, ia sudah tinggal di Mekkah selama 3,5 tahun. Ia bertugas di tempat minum air zamzam yang berada di dalam Masjidil Haram. Usai meminum air Zamzam, saya menyapa dan berbincang dengannya. Anwar bercerita mengapa dirinya ingin bekerja di Mekkah. Keinginannya sederhana, ia ingin berhaji sekaligus ingin mencari nafkah. Dengan tinggal di Mekkah ia sudah berhaji untuk ketiga kalinya pada tahun ini.

Para petugas pembersih menurutnya sangat banyak, hingga ribuan orang. Orang Indonesia saja bisa mencapai 500 orang yang bekerja di Masjidil Haram. Ribuan petugas itu dibagi menjadi berbagai shift. Satu shift bekerja selama 12 jam. Dan diganti dengan shift selanjutnya setelah 12 jam bekerja. Karena Anwar dan kawan-kawannyalah para jemaah bisa nyaman beribadah dengan lantai yang selalu mengkilap.

(bersambung)


Kamis, 17 November 2011

Jatuh Bangun Dapatkan Visa Haji



(Catatan Perjalanan Haji Bagian-3)


Oleh Deden Mauli Darajat


Sahabat saya di Jeddah Arab Saudi bertanya di pesan facebook, "Saya lihat di daftar haji KJRI ada nama antum. Tapi pas hari H-nya gak muncul. Kenapa?". Atau mungkin juga ada yang bertanya bagaimana saya bisa berangkat haji dari Turki, sementara Turki juga memberangkatkan banyak jemaahnya ke tanah suci Mekkah?


Ya, Turki merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pas musim haji di Mekkah pun jemaah haji asal Turki cukup banyak sekitar 70 ribu jamaah. Seperti halnya Indonesia yang memberangkatkan haji sebanyak 220 ribu jamaah. Untuk berangkat haji dari Indonesia, misalnya, kita harus menunggu 2 atau 3 tahun bahkan bisa lebih, dengan sistem menunggu atau waiting list.


Berbeda dengan di Turki, sistem yang digunakan adalah undian. Misalnya, di salah satu kota Urfa, memiliki kuota sebanyak 2000 jemaah sementara yang mendaftar sebanyak 200 ribu jemaah, maka panitia penyelenggara haji dalam hal ini kementerian agama mengundi 2000 jemaah yang berhak berangkat ke haji tahun ini.


Bagi calon jemaah haji yang belum mendapatkan undian maka tahun depan bisa mendaftar ulang di kementerian agama setempat. Jadi pendaftaran haji di Turki diadakan setiap tahun dengan sistem undian. Namun tetap saja kebanyakan pendaftar calon jemaah haji adalah orang tua bukan yang muda.


Baiklah kita mulai ceritanya. Beberapa tahun lalu, 2004 dan 2007, mahasiswa Indonesia di Turki mendapatkan jatah untuk tenaga musim haji (temus) untuk diperbantukan melayani jemaah haji Indonesia. Namun sejak 2008 jatah untuk mahasiswa Turki dan negara yang tidak berbahasa arab di hapuskan.


Tahun 2010 lalu saya dan rekan-rekan di Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Turki mengajukan permohonan kepada KBRI Ankara untuk mengajukan temus tahun 2010. KBRI Ankara pun kemudian mengirimkan permohonan kami kepada kementerian Agama RI di Jakarta. Jawaban dari Kemenag RI adalah tidak ada temus untuk mahasiswa Indonesia di Turki.


Rupanya bukan hanya Turki yang mengajukan hal demikian. Ingin lebih diperkuat lagi, Badan Kerjasama (BK) PPI se-Timur Tengah dan Sekitarnya mengajukan hal yang sama di awal tahun 2011. Isinya adalah mengajukan untuk membuka kembali temus untuk negara-negara Turki, Iran, Pakistan dll. Beberapa waktu lalu kami terima jawaban yang sama, yakni tidak ada temus untuk negara-negara tersebut.


Karena niat berhaji sudah lama tertanam di hati, saya mencoba bertanya sekaligus ingin mendaftar haji ke kementerian agama Turki di Ankara. Jawaban mereka adalah bagi orang asing di Turki tidak bisa berangkat haji namun hanya bisa berangkat ke Mekkah untuk umrah. Dan mereka menyarankan saya untuk bertanya ke kantor wilayah kemenag Ankara.


Lalu saya pun mendatangi kanwil kemenag Turki di Ankara dekat masjid Kocatepe, masjid terbesar di Ankara. Mereka ramah dan kami berbincang hangat dengan disediakannya cay atau teh. Dan saya kemukakan keinginan saya untuk berhaji melalui kementerian agama ini, maka jawabannya adalah sama dengan di kementerian agama Turki pusat.  Yaitu, tidak ada jatah asing untuk berhaji. Ini saya lakukan di bulan Maret dan April tahun ini, dimana masih ada pendaftaran haji.


Saudara saya di Iran akhirnya bisa berangkat haji dengan menjadi pelayan/pramugara di pesawat Saudi Arabian selama musim haji bersama rekan-ekannya mahasiswa Indonesia di Iran. Saya pun berpikir siapa tahu saya bisa seperti dia, dan saya kirimkan CV dan daftarkan diri. Namun, jawabannya adalah saya tidak bisa diterima karena tidak bisa berbahasa persia, meski saya ajukan bahwa saya bisa berbahasa Turki selain Inggris dan Arab.


Saya menarik nafas dalam-dalam. Sejenak ingin saya berdamai dengan keadaan. Dalam kesibukan belajar saya masih berpikir bagaimana caranya agar saya bisa berhaji. Memang tidak banyak yang tahu orang-orang di sekitar saya tentang keinginan ini. Seakan-akan tidak terjadi ada apa-apa.


Usai lebaran Idul Fitri 1432 H, saya mendapatkan kabar dari KBRI Ankara bahwa Koperasi di KJRI Jeddah membuka pendaftaran untuk haji Luar Negeri. Untuk memperjelas informasi ini maka saya langsung menelepon KJRI Jeddah dan bertanya apakah saya, mahasiswa di Turki bisa mendaftar di Koperasi KJRI Jeddah untuk berhaji, jawabannya boleh.


Masalahnya adalah saya harus mendapatkan visa haji dari kedutaan Arab Saudi di negara setempat. Dengan semangat tinggi saya mendatangi kedutaan Arab Saudi di Ankara untuk mengajukan visa. Dengan mendapatkan data dari KJRI Jeddah ditambah surat keterangan dari KBRI Ankara saya yakin bisa mendapatkan visa itu.


Di luar dugaan, counsellor atau diplomat Arab Saudi yang bertanggungjawab dengan visa haji menolak pengajuan visa haji saya. Dia beralasan bahwa orang Indonesia jika ingin berhaji maka ia harus berangkat dari Jakarta atau kota lainnya di Indonesia. Saya tidak sendiri, ada juga orang Irak, Afganistan, Iran dll yang bernasib sama, visa ditolak. Saya langsung membatalkan pendaftaran haji saya di KJRI Jeddah.


Saya masih tidak percaya dengan kejadian hari itu. Saya galau. Makan susah tidur pun tak bisa. Akhirnya saya paksakan tidur agar soal visa ini tak selalu beredar di pikiran saya. Saya berusaha berdamai dengan keadaan. Berangsur-angsur saya mulai ikhlas dengan apa yang telah terjadi, mungkin memang belum rejekinya. Berkali-kali menarik napas.


Suatu hari saudara saya yang mulai bertugas di Jeddah memberikan kabar bahwa rekan kami mahasiswa di Pakistan dan di Austria sudah mendapatkan visa haji dan bersiap berangkat ke Mekkah. Dia menegaskan bahwa, haji adalah ibadah. Dan memang untuk beribadah haji banyak rintangan dan ujiannya. Cobalah sekali, dua, atau tiga kali datangi kedutaan Arab Saudi lagi, siapa tau masih bisa.


Ya, semangat saya tumbuh lagi. Saya kembali datangi kedutaan Arab Saudi, jawabannya sama: tidak bisa. Pernah dari pagi sampai sore (diselingi istirharat) sampai kantor kedutaan tutup saya masih di ruang tunggu dan tidak ada satu pun petugas visa yang menyapa. Mereka sudah hapal dengan muka saya. Saya dicuekin. Berkali-kali saya datangi pun, nasib saya sama, meski ada peningkatan yaitu disapa dan mau apa namun jawabannya sama tidak bisa.


Sampai suatu ketika saya pulang dari Istanbul dan hanya sempat tidur di bus dalam perjalanan malam menuju Ankara, pagi itu saya kembali mendatangi kedutaan Arab Saudi. Hari itu Rabu, 19 Oktober 2011. Siangnya pas istirahat kantor saya diundang untuk hadir di pengajian ibu-ibu di Ankara. Usai makan siang di pengajian itu, saya kembali ke kedutaan Arab yang memang tidak jauh dari lokasi pengajian.


Saat itu di kedutaan Arab Saudi ada diplomat Sudan di tengah-tengah kami di ruang tunggu. Sang diplomat Arab Saudi yang menolak saya dan tak pernah senyum itu kini tersenyum dan tertawa saat berbincang dengan diplomat Sudan. Saya ajukan kembali ke diplomat Arab, dan sekilas ia membaca dokumen saya dan mengatakan "ikuti dia saja," ujarnya singkat.


Arabi nama diplomat Sudan itu. Arabi, saya dan 4 orang mahasiswa asing asal Irak dan Libya, keluar dari kedutaan Arab menuju kantor travel haji. Arabi mengatakan jika ingin berangkat haji dari Turki maka harus mendaftar di travel haji dari Turki. Baiklah, saya menyanggupi semua persyaratan itu. Saya serahkan paspor dan ikamet kepada Arabi untuk mengurus visa.


Ternyata hanya butuh sehari untuk mengurus visa haji. Dan visa haji di paspor saya adalah majjanan alias gratis. Semua serba dadakan. Seminggu kemudian tanggal 28 Oktober saya terbang ke Jeddah dan kemudian ke Mekkah untuk berhaji. Alhamdulillah. Hadza min fadhli Rabbi liyabluwani a asykuru am akfur. Segala puji bagi Allah. Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya).


(bersambung)

Senin, 14 November 2011

Menikmati Lontong di Bin Dawood Mekkah



(Catatan Perjalanan Haji Bagian-2)


Oleh Deden Mauli Darajat




Ini bukan di Indonesia. Ini di Arab Saudi. Tapi suasana pagi di sini serasa di Jakarta atau di kota lainnya di nusantara. Para pedagang di sekitar perempatan Mall Bin Dawood ini menyediakan makanan khas Indonesia, antara lain, lontong gado-gado, bakso, dan yang lainnya.


Sewaktu kembali dari mabit di mina untuk jumrah, saya berjalan menuju hotel plaza dimana saya tinggal bersama rombongan haji Turki, saya melintasi Mall Bin Dawood. Saat itu saya mampir dan memesan satu porsi  gado-gado lontong untuk sarapan pagi, meski sebenarnya di hotel sudah disediakan sarapan, tapi sarapan khas Turki.


Bukannya tidak bisa makan makanan Turki, tapi kalau ada masakan Indonesia saya gak bisa nolak, hehe.  Alasan aja sih. Yang pasti pagi itu saya kaget sekaligus senang. Kaget karena di Ankara, Turki, tempat saya bersekolah tak ada pasar semacam ini. Senang karena masih bisa mencicipi gado-gado lontong di pagi yang sejuk itu.


Rupanya tidak cuma satu warung emperan saja yang menjual masakan Indonesia ini. Tapi masih ada sejumlah warung yang sama. Ada yang hanya menjual bakso dengan pop mie, atau bakso saja. Laiknya pasar kaget, di pasar Bin Dawood ini juga dijual berbagai barang, mulai dari tasbih, baju gamis, buah-buahan dan lain sebagainya.


Mekkah di musim haji memang padat. Kota suci ini didatangi para jemaah haji dari penjuru mata angin. Dengan satu tujuan, melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu haji. Namun, masyarakat Indonesia pada musim haji bukan hanya berasal dari para jemaah haji, namun juga para mukimin atau yang menetap di Mekkah dan kota lainnya di Arab Saudi sebagai tenaga pekerja atau TKI.


Para tenaga kerja Indonesia (TKI) inilah yang menjual berbagai makanan Indonesia di Arab Saudi. Mereka mengadu nasib di negeri para nabi ini. Diantara yang saya temui ada yang mengaku baru 3 bulan, ada yg sudah 3 tahun, hingga 6 tahun. Kebanyakan yang saya temui mereka belum pernah pulang kampus selama bekerja di Jazirah Arab ini.


Saipuddin, misalnya, yang sudah 2 tahun di Mekkah, tidak ingin pulang kampung sebelum 'menghasilkan' tabungan yang memadai. "Minimal pulkam bisa beli mobil. Malu nanti, jauh-jauh ke sini gak ada hasil," ungkapnya. Saepuddin yang asal sunda itu tidak sendiri, ia bersama istrinya ke arab saudi dengan tujuan yang sama, mencari rejeki di negeri orang.


Selain dagangan masakan Indonesia yang dijual di pasar pagi, sebenarnya masih terdapat restoran atau rumah makan yang menjual masakan Indonesia. Pangsa pasarnya jelas, orang Indonesia, Malaysia dan negara-negara asia lainnya.


Jadi, bagi anda yang ingin ke Mekkah atau Madinah dan hanya bisa makan masakan Indonesia tak perlu khawatir karena hampir di tiap kota di Arab Saudi terdapat penjual masakan Indonesia yang memang tidak ada di Turki. hehe.


(bersambung)

Minggu, 13 November 2011

Titik Cinta dan Rindu

*Catatan Perjalanan Haji Bagian-1

Oleh Deden Mauli Darajat


(Sebelumnya ijinkan saya menuliskan sebuah catatan perjalanan haji, yang dimulai dengan catatan singkat, entah apa namanya, puisi atau bukan. Selamat menikmati pembaca yang budiman)


Pencarian cinta tak usah dipaksa
Saat rindu tak bertemu
Sinar mentari di bayang-bayang menara
Masjid yang diharamkan
Untuk kita berbuat segala maksiat

Aku duduk termenung
Melihat berbagai pigmen
Yang melekat pada jasad manusia
Tak ada kesamaan dalam luar
Tapi kuyakin semua sama dalam hati
Menuju ridha Ilahi

Sebab, di titik ini tak ada cinta 
Melebihi cinta-Nya
Tak juga menemukan rindu
Karena disinilah rindu ini tercipta
Saat cinta dan rindu menyatu di titik ini
Tak ada lagi cinta dan rindu yang dicari

Titik dimana semua nyata
Titik dimana berputarnya waktu
Titik di tengah-tengah titik
Titik dimana semua Muslim merindukan 
Untuk memalingkan wajah kepadanya
Titik dimana semua utusan Tuhan diturunkan
Dan semua kebaikan bersatu di titik ini

Aku terpana dan tak terasa
Mata mengalirkan airnya
Air mata cinta dan rindu ini
Pecah saat melihat titik
Titik dimana kepala lebih rendah
Daripada bujur manusia

Titik dimana Ia menciptakan
Langit dan bumi karena cintaNya
Titik dimana dienyahkannya sesembahan
Yang bukan ditujukan kepadaNya

Titik dimana Ibrahim mengikhlaskan
Ismail menjadi kurban untuk disembelih
Titik dimana semua keikhlasan kehambaan 
Ditujukan hanya kepadaNya
Titik cinta dan rindu

(Ditulis pada sebuah sore di hamparan Masjidilharam, Ahad, 10 Oktober 2011)