(Catatan Perjalanan Haji Bagian-4)
Oleh Deden Mauli Darajat
Oleh Deden Mauli Darajat
Pernahkah kita berpikir bagaimana membersihkan masjid yang
selalu dipenuhi ribuan bahkan ratusan ribu jemaah setiap waktu? Tentu
jawabannya adalah susah, tapi tidak untuk di Masjidil Haram. Pengelola masjid
yang berdiri di kota Mekkah ini memiliki cara tersendiri untuk membersihkan masjidnya
agar para jemaah nyaman dalam beribadah.
Saya masih duduk bersila di dalam masjid yang diharamkan
untuk berbuat segala maksiat itu. Saat itu jam di Tower Zamzam yang paling
tinggi di dunia ini menunjukkan tepat pukul 00.00 waktu setempat. Sebelumnya saya berpikir bahwa masjid itu akan sepi di tengah malam, namun rupanya jemaahnya tetap
membludak. Memang ada sebagian jemaah yang kembali ke pemondokan, namun
sebaliknya ada juga yang baru datang ke masjid itu.
Dan yang datang bukan hanya orang-perorang. Yang datang ke
Masjidil Haram ini kebanyakannya adalah berkelompok atau rombongan. Salah satu rombongan dari
Lombok, Nusa Tengara Barat, misalnya, malam itu baru tiba di Mekkah dan
langsung ke Masjidil Haram untuk melakukan thawaf. Mereka berkumpul tepat
disamping saya duduk.
Sebagian langsung melakukan shalat tahiyatulmasjid sebagian
lainnya berdoa sembari menunggu giliran shalat karena terbatasnya tempat yang
sudah penuh. Seorang ibu yang usai melaksanakan sholat disamping saya
mengisakan air matanya. Ia tersedu sedan membaca doa. Ada air mata bahagia dan
penuh harap saat ia berdoa.
Saat rombongan dari Lombok itu bergerak mendekati ka’bah
untuk thawaf, segerombolan petugas pembersih masjid mendekati kami dan memerintahkan
kepada kami agar kami pindah dari tempat duduk kami. Karena gerakan mereka
cepat, saya pun mengangkut semua bawaan saya termasuk sejadah dan tas soren yang
selalu saya bawa ketika berada di Mekkah.
Sejumlah pembersih itu dibagi tugasnya masing-masing, ada
yang bertugas memegang tali merah, seukuran tali “police line” yang berwarna kuning.
Tali merah itu dibentangkan seluas 10 meter kali 10 meter, dan ditengah garis
itu terdapat sejumlah petugas, ada yang menyiramkan air pembersih ada juga yang
memegang alat pengepel. Dengan sekejap lantai masjid itu mengkilap. Para pembersih
yang bertugas saat itu sekitar 20-an orang.
Sangat mudah mengenali para petugas pembersih yang bertugas di
masjidilharam. Sebab, mereka mengenakan seragam berwarna hijau atau cokelat. Di
punggung seragam mereka bertuliskan Petugas Masjidil Haram dengan tulisan Arab. Seragam mereka
juga dilengkapi dengan peci yang juga warna hijau atau cokelat sesuai dengan seragam
yang mereka dikenakan.
Para petugas pembersih yang bertugas di Masjidil Haram bukanlah
penduduk setempat, melainkan orang-orang asing yang merantau dan mencari kerja
di jazirah arab, diantaranya, Indonesia, Pakistan, Bangladesh, India dll.
Anwar, petugas asal Jawaw Barat, misalnya, ia sudah tinggal di Mekkah selama 3,5
tahun. Ia bertugas di tempat minum air zamzam yang berada di dalam Masjidil
Haram. Usai meminum air Zamzam, saya menyapa dan berbincang dengannya. Anwar bercerita
mengapa dirinya ingin bekerja di Mekkah. Keinginannya sederhana, ia ingin
berhaji sekaligus ingin mencari nafkah. Dengan tinggal di Mekkah ia sudah
berhaji untuk ketiga kalinya pada tahun ini.
Para petugas pembersih menurutnya sangat banyak, hingga
ribuan orang. Orang Indonesia saja bisa mencapai 500 orang yang bekerja di
Masjidil Haram. Ribuan petugas itu dibagi menjadi berbagai shift. Satu shift
bekerja selama 12 jam. Dan diganti dengan shift selanjutnya setelah 12 jam
bekerja. Karena Anwar dan kawan-kawannyalah para jemaah bisa nyaman beribadah
dengan lantai yang selalu mengkilap.
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar