Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Kamis, 06 Oktober 2011

Idul Adha Sarana Mendekatkan Diri pada Allah SWT dan Sesama Manusia



(Disampaikan pada Kajian Ibu-ibu Darma Wanita Persatuan KBRI Ankara, Turki, Rabu, 5 Oktober 2011)

Oleh Deden Mauli Darajat


Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan berbagai nikmatNya kepada kita yang tak pernah dapat kita hitung. Shalawat serta salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mencerahkan manusia dari berbagai macam kejahiliyahan.

Beberapa waktu lalu saya dapat sms dari Mbak Bintari untuk mengisi pengajian atau lebih suka saya sebut kajian, karena kita sama-sama mengkaji tentang keislaman bersama ibu-ibu DWP KBRI Ankara. Dalam pesan itu pula saya diharapkan dapat menyampaikan tentang Idul Adha. Baiklah.

Suatu hari di sebuah kota di Turki diadakan sebuah pesta besar dan sang tuan rumah mengundang Nasruddin Hoja. Hoja datang dengan pakaian seadanya. Kedatangannya tidak begitu ditanggapi oleh tuan rumah dan para tamu undangan lainnya, sebab ia menggunakan pakaian a la kadarnya.

Ia pun kemudian kembali ke rumahnya dan mengganti pakaiannya dengan yang mewah. Kedatangannya kembali ke pesta itu disambut hangat dan disajikan untuknya makanan yang lezat nan nikmat. Dengan halus Hoja itu mengatakan sembari menyindir yang hadir di sana, “Wahai baju yang mewah, makanlah makanan yang lezat ini,” ujarnya.

Dalam kisah ini Nasruddin ingin mengatakan pada kita bahwa, manusia pada hakikatnya hanya melihat dari apa yang dikenakan. Tapi tidak melihat siapa sesungguhnya orang itu. Hal ini senada dengan Hadits Nabi Muhammad SAW yang bersabda, Sesunguhnya Allah tidak melihat dari bentuk kalian, dari kepemilikan kalian, tetapi Allah hanya melihat kepada hati kalian.
photo: nkfu.com

Baiklah mari kita bahas tentang Idul Adha. Idul secara bahasa artinya kembali, sementara Adha adalah binatang yang dikurbankan. Atau sering juga kita menyebutnya sebagai Idul Kurban. Kurban sendiri artinya secara bahasa adalah dekat. Dengan kata lain idul Adha maupun idul kurban adalah sarana untuk manusia agar dapat mendekatkan kembali kepada Sang Khaliq.

Sejarah Idul Adha adalah sejarah yang berkaitan dengan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Kisah tentang pengorbanan orang tua (Nabi Ibrahim) yang berani menyembelih anaknya (Nabi Ismail) dapat kita baca dalam surat Ash-Shaffat [37] ayat 100-111.

Singkat kisah dalam ayat-ayat di atas adalah, suatu ketika Nabi Ibrahim bermimpi bahwa ia menyembelih anaknya. Awalnya Ibrahim ragu akan mimpi itu, namun setelah beberapa kemudian ia mimpi hal yang sama, maka ia yakin bahwa mimpi itu adalah perintah langsung dari Allah SWT.

Ibrahim pun kemudian mengisahkan mimpinya kepada istrinya dan anaknya Ismail. Ismail pun menjawab dengan penuh keyakinan, “Jika itu perintah Allah maka mari kita lakukan, Ayah,” ujarnya. Keesokan harinya Ismail berangkat ke tempat yang sudah ditentukan.

Saat penyembelihan akan dilakukan dengan sangat cepat Ismail digantikan dengan binatang kurban yang bagus, sehat, putih dan bersih. Dan selamatlah Ismail dari penyembelihan. Maka pada saat itu para malaikat bertakbir kemudian Ibrahim pun meneruskannya dengan tahlil dan tahmid. Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar, Lailahaillalah, Allahuakbar, Allahuakbar, Walillahilhamdu.

Konon kabar binatang kurban yang menggantikan Nabi Ismail adalah binatang kurban yang digunakan oleh Habil puteranya Nabi Adam AS. Pada saat itu Nabi Adam meminta kedua anaknya untuk berkurban. Habil berkurban dengan hewan yang terbaik sementara Qabil dengan hewan yang seadanya. Selain itu Habil berkurban karena Allah semata sementara Qabil karena ingin mengalahkan saudaranya. Maka Allah menerima kurban yang diberikan oleh Habil.

Sejak zaman baheula sejarah berkurban sudah banyak diperaktekkan. Di Mesir kuno, misalnya, setiap tahun diadakan kontes kecantikan dan yang menjadi juaranya ditenggelamkan ke dalam sungai Nil sebagai sesaji untuk para dewa.

Di Mesotopamia (Irak) yang dijadikan sesaji adalah bayi. Di Aztek, pemuka agama yang dijadikan sesaji untuk para dewa. Jadi, digantikannya Nabi Ismail dengan hewan kurban adalah revolusi peradaban manusia pada saat itu.

Yang menarik dari kisah Nabi Ibrahim adalah ia tidak memiliki putera hingga usia 99 tahun. Suatu ketika sebelum memiliki anak, Ibrahim pernah berkurban karena Allah SWT dengan menyembelih 1000 domba, 300 sapi dan 100 ekor unta. Semua orang kaget termasuk para malaikat.

Ibrahim menjawab keheranan orang-orang itu, bahwa yang ia kurbankan dengan ribuan hewan itu tidaklah seberapa, bahkan jika memiliki anak lelaki maka ia juga akan mengurbankannya. Maka setelah 99 tahun ia tidak memiliki anak, lahirlah puteranya dan diberikan nama Ismail yang artinya, Allah telah Mendengar doa nabi Ibrahim. Maka ketika mimpi menyembelih anaknya, Ibrahim tanpa ragu melakukannya tentu dengan seizin Ismail.

Ayat yang mengisahkan tentang Ibrahim dan anaknya Ismail menggambarkan kejujuran kedua Nabi itu dalam melaksanakan ibadah kurban, indikatornya adalah: 

Pertama, Al-Istijabah alfauriyah yaitu kesigapan dalam melaksanakan perintah Allah SWT, meski ia harus menyembelih anak tercintanya. Ini juga terlihat dari perintah memalui mimpi yang langsung ia laksanakan.

Kedua, Shidqu al-Istislam, yakni kejujuran dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Dalam hal ini Ibrahim tak ragu untuk menyembelih anaknya Ismail. Inilah hakikat kehambaan yang dipancarkan oleh Ibrahim dan Ismail.

Ayat lainnya yang memerintahkan untuk berkurban adalah surat Al-Kautsar [108] ayat 1-3. Yang artinya, sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).

Dari ayat ini kita dapat memahami bahwa Allah sudah memberikan begitu banyak nikmat. Maka dengan banyak nikmat yang kita rasakan itu, tidak ada alasan lagi untuk kita untuk tidak beribadah sholat dan berkurban. Bahkan, jika pohon dijadikan sebagai pena dan lautan sebagai tintanya maka tidak akan cukup kita menuliskan akan nikmat Allah di dunia ini.

Secara khusus Allah berfirman dalam surat Ar-Rahman [55], yakni Allah mengingatkan hamba-Nya, dengan ayat “Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan.” Dalam surat Ar-Rahman ini Allah mengulangi ayat ini sebanyak 31 kali dari 78 ayat yang ada. Pertanyaannya adalah masihkah kita mengkufuri nikmat Allah yang tak terhingga ini? Semoga tidak.

Idul Adha memiliki tiga makna, yaitu: 

1. Ketakwaan manusia atas perintah Allah SWT. Kurban merupakan simbol penyerahan diri manusia secara utuh. Sekalipun dalam bentuk pengurbanan seorang anak yang dicintai ayahnya. 
2. Makna sosial. Artinya bahwa sebagai manusia yang diberikan banyak kenikmatan maka kita harus berbagi terhadap sesama manusia. 
3. Makna ketiga adalah apa yang dikurbankan adalah symbol dari sifat tamak dan kebinatangan yang ada dalam diri manusia seperti rakus, ambisius, menikam sesama rekan, dll dll.

Selain mendekatkan diri pada Allah SWT, berkurban juga adalah sarana kita untuk mendekatkan diri pada manusia. Hablumminallah wa hablumminannas. Dalam berkurban setidaknya orang yang tidak mampu untuk makan daging dapat memakannya di hari raya Idul Kurban.

Begitupun dengan hewan yang disembelih. Hewan memiliki nafsu tetapi tak memiliki akal. Maka yang dilakukan hewan adalah menghancurkan hewan lainnya yang lebih lemah darinya. Saling menikam. Sifat-sifat hewani inilah yang sebenarnya kita sembelih saat kita berkurban.

Mengapa berkurban harus kita lakukan setiap tahun. Karena Allah Maha Mengetahui bahwa manusia adalah tempatnya lupa dan khilaf. Untuk itu Idul Fitri dengan puasa Ramadhannya juga Idul Kurban dengan semangat berkurbannya sangat penting sebagai sarana kita mendekatkan diri pada Allah SWT sekaligus mendekatkan diri pada sesama manusia.

Hikmah dari Idul Adha adalah, Allah SWT menjadi muara awal dan akhir kehidupan. Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah di dunia ini dan akan kembali kepadaNya. Maka berkurban adalah penyerahan diri manusia sebagai hamba yang bergantung pada Tuhannya.

Ibadah kurban juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW setiap Idul Adha membeli dua ekor domba yang gemuk, bertanduk dan berbulu putih bersih. Setelah mengimami dan berkhutbah Nabi melasanakan sendiri prosesi penyembelihan kurban itu.

Saat hewan kurban pertama disembelih Nabi berdoa, Ya Allah terimalah ini dari Muhammad dan ummat Muhammad. Ketika hewan kurban kedua disembelih maka Nabi berdoa, Ya Allah terimalah ini dari umaku yang tidak mampu berkurban. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, At Turmudzi)

Pada hakikatnya dalam ibadah kurban ini Allah tidak menerima darah dan daging kurban melainkan ketakwaan dan kerikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Hal ini dapat kita baca dalam surat Al-Hajj [22] ayat 37. Jadi, yang diterima dari beribadah kurban adalah keikhlasannya.

Sebuah hadits sebagai penutup dari kajian ini adalah, Nabi SAW bersabda, segala perbuatan tergantung pada niatnya, dan manusia akan dinilai dari apa yang ia niatkan. Artinya bahwa semua ibadah yang kita lakukan harus dilandasi dengan niat yang baik dan karena Allah SWT semata. Karena Allah tidak melihat dari apa yang kita kenakan atau dari apa yang kita miliki tetapi Allah melihat dari hati kita. Wallahu ‘alam bish-shawab.

Bila ada kesahalan kata atau tulisan ini mohon dimaafkan, karena kekurangan itu datang dari diri saya pribadi, namun kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT.

Billahittaufik wal hidayah
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh