Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Rabu, 31 Juli 2013

Penikmat Rindu



Aku tahu aku sedang merindu
Tapi tak mengapa
Disebabkan rindu itu
Terkadang juga nikmat

Yang menyedihkan dari rindu
Adalah siapa yang kita rindukan
Tidak merindukan kita
Pun sebaliknya

Tapi itu bukan masalah
Sebab rindu hadir dari hati
Untuk dinikmati
Bukan untuk ditangisi

Rindu lahir dari cinta
Wahai cinta lihatlah
Kau hadirkan rindu
Diantara para pecinta

Mereka yang dilanda rindu
Menikmati siksaan rasa
Yang hanya bisa dirasakan
Para perindu yang tak saling bertemu

Banyak kata-kata lahir
Dari para pecinta
Yang merindukan rindu
Yang mencari arti hidup

Sebab hidup tak bermakna
Tanpa hadirnya cinta
Dan tak akan merasakan indahnya 
Rindu jika tak merasakan cinta

Ankara, 29 Juli 2013 

Minggu, 28 Juli 2013

Adakah yang Abadi?


Ingin kusampaikan padamu
Mungkin kau sudah lupa
Atau kau ingat tapi
Kau sengaja lupakan

Sebab kau terlalu sibuk
Dengan urusan duniamu
Karena kau jua terlena
Dengan semua yang kau miliki

Kau terlalu berpikir keras
Bagaimana menaklukkan dunia
Padahal itu sama saja dengan mencari
Pangkal dunia yang tak berujung

Hidup ini seharusnya
Kau bawa dengan santai
Dan tak usah terlalu
Sebab yang berlalu akan berlalu

Kenikmatan hidup kadangkala
Terletak saat kita
Menerima apa adanya
Hidup yang sementara ini

Ohya, ini yang ingin
Aku sampaikan padamu
Bahwa hidup ini sementara
Dan tak ada yang abadi

Yang abadi hanyalah
Tuhan yang menciptakan
Dunia dan seisinya
Termasuk aku dan kamu

Jadi tak usahlah
Terlalu serius, terlalu gembira
Terlalu sedih, terlalu galau
Ini semua hanya sementara

Hidup hanya sebentar saja
Seperti naik bus
Dari satu halte
Dan turun di halte lain

Pemandangan di tengah jalan
Adalah hiasan kehidupan
Orang-orang dalam bus
Merupakan sahabat hidupmu

Jangan kau sangkal lagi
Mungkin kau berpikir
Hidup ini akan abadi
Kawan, kau salah besar

Jangan kau puja tahta harta
Wanita dan keluargamu
Semua itu hanya titipan dari
Tuhan yang mahabaik

Suatu saat semua akan pulang
Ya, pulang ke kampung halaman
Kembali ke sedia kala
Laiknya kita dilahirkan

Kawan, manusia akan dilihat
Bukan saat dia dilahirkan
Melainkan saat ajal datang
Dan bagaimana ia meninggal


Ankara, 27 Juli 2013

Minggu, 21 Juli 2013

Gagal Umroh



Dalam mobil yang akan mengangkut panitia simposium PPI Eropa Amerika dari kantor KJRI Istanbul menuju tempat penginapan panitia, beberapa waktu silam, ada sepasang suami istri yang sudah tua ikut dalam rombongan kami. Saya pikir kedua orangtua ini adalah salah satu sanak keluarga dari diplomat atau staf KJRI Istanbul. Karena mereka tinggal di kantor KJRI untuk beberapa hari, dan staf KJRI melayani mereka dengan baik.

Kantor KJRI Istanbul saat itu memang super sibuk. Selain menyiapkan tempat untuk para delegasi simposium dari PPI berbagai negara di Eropa dan Amerika, para staf KJRI juga tetap menjalankan tugasnya dengan baik. Menerima tamu dari Indonesia, salah satunya. Kalau pun bukan dari keluarga KJRI, saya masih berpikir kedua ibu bapak ini masih ada hubungannya dengan KJRI.

Tetapi ada yang janggal, kedua orang ini hanya berbincang di antara mereka saja. Maksudnya, mereka jarang berkomunikasi dengan yang lain. Kecuali ketika mereka mau masuk ke dalam mobil yang akan kami kendarai. Mereka berdua dengan muka manis mengucapkan terimakasih kepada Konjen RI, Pak Suri, dengan senyum termanisnya.

Akhirnya, insting wawancara dan untuk menghilangkan keraguan yang ada dalam pikiran saya, saya membuka pembicaraan dengan kedua orangtua ini. Saya perkenalkan diri saya sebelum saya bertanya siapa beliau, mengapa mereka ada di Istanbul dan untuk apa? dan sebagainya. Jangan dikira ini wawancara serius, ini lebih kepada ngobrol biasa saja.

Bapak itu bercerita pada saya, kalau beberapa hari sebelumnya ia bersama rombongan jemaah umroh datang ke Istanbul dari Indonesia. Umroh plus jalan-jalan ke Istanbul. Dalam beberapa tahun terakhir ini memang banyak agen travel umroh di Indonesia yang menyediakan tambahan jalan-jalan, salah satunya ke ibukota kesultanan Utsmani, Istanbul.

Yang aneh dalam perjalanan umroh yang diikuti bapak dan ibu ini adalah, jalan-jalan dulu sebelum ibadah umroh. Bukan umroh dulu baru jalan-jalan. Rombongan jemaah umroh ini menikmati kota dua benua ini sebelum mereka terbang ke Mekkah dan Madinah. Di saat bapak ini melaksanakan shalat di masjid biru alias Masjid Sultan Ahmet, ada kejadian yang tidak diinginkan.

Ketika bapak ini makan di restoran depan masjid biru dan akan membayar makanan, cerita sang ibu, tas yang di kalungkannya sudah menghilang. Entah terjatuh dimana atau hilang dicopet orang. Padahal, ungkap ibu yang pensiun dari departemen keuangan ini, si bapak selalu teliti dengan barang bawaannya. “Baru kali ini bapak kehilangan barangnya,” tutur ibu itu sedih.

Sepasang kekasih yang sudah menikah selama 40 tahunan itu langsung mengecek tempat yang pernah mereka lalui hari itu. Namun, setelah berkeliling hasilnya nahas. Mereka tak menemukan tas mungil yang berisi paspor dan sejumlah uang tersebut. Mereka berdua kemudian lepas dari rombongan yang melanjutkan safari keliling Istanbul.

Untuk menenangkan pikiran, mereka kembali ke hotel. Mereka juga berpikir sang suami tak bisa jalan-jalan keluar hotel karena tak memiliki paspor sekaligus visa. Si pembina travel yang bertugas langsung menghubungi kedutaan atau konsulat jenderal Republik Indonesia terdekat untuk melaporkan salah satu anggotanya yang kehilangan paspor. Dihubungi demikian, Konjen RI di Istanbul langsung mengarahakan mereka untuk melaporkan diri dan tinggal di kantor KJRI hingga semua urusan selesai.

Mobil yang akan membawa kami ke tempat penginapan panitia itu mampir sejenak ke bandara untuk mengantar bapak yang kehilangan paspor beserta istrinya. Kami pun mengantar mereka sampai ke gerbang Bandara Internasional Ataturk. KJRI membantu membuatkan paspor pengganti dan membuat surat keterangan bahwa yang bersangkutan kehilangan paspor di Istanbul.

Satu hal yang paling membuat mereka sedih. Karena paspor hilang, mereka tak bisa berangkat ke Arab Saudi untuk beribadah umroh. Padahal inti perjalanan mereka adalah untuk berziarah ke tanah suci Masjidil haram untuk berumroh. Sementara ke Istanbul hanyalah perjalanan tambahan. Walapun ada kesedihan lainnya, yaitu sejumlah uang mereka juga hilang yang tersimpan di dalam tas mungil yang hilang itu.

Satu yang saya banggakan dari istri yang sudah menemani suaminya empat dekade itu. Ibu itu sebenarnya bisa saja berangkat umroh tanpa suaminya. Karena paspor dan visa sang ibu itu masih ada dan berlaku. Tapi ia mengaku tak mau berangkat sendiri. “Saya memilih untuk tidak berangkat dan menemani bapak,” ujarnya.

Di kala suami sedih, papar ibu itu, dirinya tidak mau meninggalkannya. Sebab, susah dan senang harus ditanggung bersama. “Bapak selalu ada di samping saya. Saya pun harus begitu,” kata ibu yang memiliki tiga anak lelaki dan enam orang cucu.

Sang ibu berkisah, sebenarnya mereka sudah pernah melaksanakan umroh beberapa kali, bahkan ibadah haji pun sudah pernah dilakukannya beberapa tahun silam. Keinginan mereka saat itu adalah berumroh dan melaksanakan jalan-jalan tambahan. Dan daftarlah mereka untuk berumroh plus jalan-jalan ke Istanbul. “Sebab Istanbul salah satu kota tujuan wisata yang bagus,” ujarnya.

Tapi, Allah punya rencana lain. Bapak dan Ibu itu kembali ke tanah air tanpa mampir ke Arab Saudi.

Mendengar itu saya hanya diam menelan air ludah, dan mencoba untuk membesarkan hati mereka. “Allah punya rencana lain untuk bapak dan ibu,” kata saya. “Dan selalu ada hikmah di balik sebuah kejadian,” tambah saya.

Saya jadi teringat sebuah kalam Ilahi dalam Quran surat Alhadid (57) ayat 22 dan 23, yang artinya: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhulmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Dan sabar memang terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, sabar dalam melaksanakan perintah Allah. Kedua, sabar dalam menjauhi larangan Allah. Ketiga, sabar dalam menerima qada dan qadar. Kejadian yang menimpa sepasang suami istri ini adalah termasuk dalam sabar yang ketiga.

Kadang kala, secara mendadak kita menerima sesuatu yang tidak kita inginkan. Maka hal yang paling penting dan utama yang harus kita lakukan adalah menyerahkan semuanya kepada Allah. Karena semua ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Dan yang dapat menenangkan hati di kala gundah dan galau adalah menerima semua qada dan qadar yang telah dituliskan Allah itu dengan ikhlas.

Rabu, 17 Juli 2013

Cobaan Berpuasa di Turki



(Dimuat di Republika, Rabu 17 Juli 2013)

Oleh Deden Mauli Darajat

Tidak ada larangan untuk menutup restoran atau kafe.

ANKARA -- Tidak ada yang istimewa dalam menyambut puasa Ramadhan di Turki. Meski penduduk negara bekas Kesultanan Ustmani mayoritas Muslim, suasana Ra madhan dan bulan lainnya sama saja. Bahkan, restoran dan kafe-kafe masih buka pada bulan puasa ini.

Tidak ada peraturan yang mewajibkan restoran tutup pada bulan puasa. Dari anak muda sampai dengan tua, tanpa rasa malu minum ataupun makan di kafe pinggir jalan. Di pagi hari, mereka tetap menikmati sarapan dan segelas air teh hangat.

Walaupun demikian, Pemerintah Kota Ankara tahun ini menyediakan buka puasa gratis di sembilan titik utama di ibu kota Turki. Kesembilan titik itu adalah Masjid Haji Bayram, Genclik Park alias Taman Pemuda, Guven Park, Kecioren, Pasar Sincan, Stasiun Metro OSTIM, Abidin Pasa Makro Market, Siteler Girisi Ust Gecit Ayagi, dan Terminal Bus ASTI.

Puasa pada musim panas di Turki ini lebih dari 17 jam. waktu imsak di Ankara, misalnya, pukul 03.26 dan buka puasa pukul 20.30. Cuaca terik pada musim panas juga merupakan ujian lainnya selain durasi yang panjang.

Ini memang bukan kali pertama cuaca cukup terik. Tahun lalu, suhu udara sempat mencapai 45 derajat Celsius. Puasa lebih ringan jika dilakukan pada musim dingin. Dengan waktu berpuasa hanya 10 jam. Tapi, siklusnya ini bisa berlangung lama, 15 sampai 20 tahun.

Di hari ketiga puasa, semaraknya sua sana berbuka tampak di Masjid Ha ji. Buka puasa disediakan langsung oleh Wali Kota Ankara Melih Gokcek. Setibanya di pelataran salah satu masjid tertua di Ankara itu, para pengunjung sudah memenuhi masjid.

Ada beberapa pengunjung yang se ngaja datang bersama keluarga dan membawa makanan pembukaan. Mereka membawa karpet dan menggelar di taman masjid. Di halaman masjid yang terletak di Ulus ini sudah disediakan tenda besar untuk berbuka bersama. Satu jam setengah sebelum berbuka antrean sudah mengular belasan meter.

Sementara, makanan dibagikan setengah jam sebelum berbuka. Menu buka puasa di tempat ini ada empat macam, nasi, sup, lauk pauk, dan salad, ditambah dua buah kurma dan sebotol air minum. Sebenarnya, tidak ada makanan khusus Ramadhan. Menu buka puasa di pusat Ramadhan pun sama saja dengan menu makanan di kantin kampus atau kantin asrama.

Yang menarik dari berpuasa di sini adalah undangan buka puasa bersama di wisma Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ankara atau diundang buka puasa oleh warga negara Indonesia di rumahnya.
Undangan seperti ini hukumnya wajib datang bagi para pelajar. Selain untuk silaturahim, juga untuk menyantap masakan In donesia. Biasanya, disedikan takjil kolak atau es buah.

Godaan terbesar dalam menjalan kan ibadah puasa Ramadhan di Turki adalah masih banyak warga setempat yang tidak berpuasa. Restoran yang menjajakan makanan ma sih dikunjungi oleh para konsumen. Ini disebabkan sistem negera Republik Turki yang sekuler. Artinya, aturan negara/pemerintah harus dipisah dengan aturan agama. Bahwa, soal ibadah adalah masalah pribadi dan negara tidak berhak mencampurinya.

Meski begitu, pada malam hari masjid-masjid penuh oleh jamaah shalat Tarawih. Puncaknya terjadi pada malam 27 Ramadhan. Masjid membeludak hingga pelataran, bahkan jika letak masjid di samping jalan, juga akan penuh oleh jamaah sha lat Tarawih. Sebagian besar warga setempat percaya bahwa malam 27 Ramadhan adalam malam Lai - latul Qadar, malam seribu bulan.


(mahasiswa indonesia studi S-2 di universitas ankara, turki, ed:teguh firmansyah)

Selasa, 16 Juli 2013

Berpuasa di Ujung Timur Eropa


Oleh Soraya Bunga Larasati (Dimuat di Media Indonesia, Senin, 15 Juli 2013)


Waktu imsyakiyah di Ankara sekitar pukul 03.26, sedangkan waktu berbuka puasa pukul 20.30.

BERKESEMPATAN menuntut ilmu di Turki membuat Deden Mauli Drajat, 30, harus meninggalkan keluarga dan pekerjaannya sebagai wartawan.

Deden telah melalui tiga Ramadan di negara paling timur Eropa tersebut.
Turki ialah negara dengan empat musim, yakni musim panas (Juni-Agustus), musim gugur (SeptemberNovember), musim dingin (Desember-Februari), dan musim semi (Maret-Mei). “Saya kena puasa di musim panas yang siangnya lama.“

Karena itu, sebelum bulan suci, ia selalu berusaha menjalani puasa sunah untuk membiasakan diri tidak makan dan minum lebih dari 17 jam. “Nambah tiga sampai empat jam ketimbang waktu berpuasa di Indonesia.“

Waktu imsyakiyah di Ankara sekitar pukul 03.26, di sisi lain waktu berbuka puasa pukul 20.30. “'Bonusnya lagi', selain puasanya lama, musim panas di Turki suhunya bisa ekstrem mencapai 45 derajat celsius. Padahal, di Jakarta kita biasanya kena panas 30 derajat saja sudah ngeluh macam-macam.“

Meski mayoritas penduduk di Turki beragama Islam, terkait agama, sistem negara Republik Turki ialah sekuler. Tidak ada larangan beroperasi bagi restoran dan orang makan atau minum di luar rumah pada Ramadan.

Buka puasa bersama Menurut Deden, yang unik ialah setiap tahun dalam satu hari Ramadan, Pemerintah Kota Ankara menyelenggarakan buka puasa bersama. “Dua tahun lalu terpusat di Genclik Park alias Taman Pemuda. Tahun lalu di Masjid Haji Bayram, salah satu masjid tertua di Ankara.“

Untuk Ramadan tahun ini, ia belum tahu di mana pusat acara buka puasa bersama akan digelar. Pada acara itu disediakan menu buka puasa gratis. Selain itu, ada berbagai pameran, seperti buku dan penjual aksesori.

Namun, tahun ini ada sembilan titik tempat berbuka puasa bersama gratis yang disediakan pemerintah Kota Ankara, yakni di Masjid Haji Bayram, Genclik Park alias Taman Pemuda, Guven Park, Kecioren, Pasar Sincan, Stasiun Metro OSTIM, Abidin Pasa Makro Market, Siteler Girisi Ust Gecit Ayagi, dan Terminal Bus ASTI.

Karena gratis, banyak orang yang mengantre.
“Mayoritas mahasiswa yang bulanannya terbatas seperti saya, sisanya orang biasa, ada juga para pekerja. Ada yang membawa keluarga.“

Mereka mengantre bisa menghabiskan satu bahkan dua jam sebelum berbuka.
Ada satu makanan khas Turki yang menurut Deden paling ia sukai. “Namanya iskender. Makanan ini berupa irisan roti ditutup dengan irisan daging kebab, disiram dengan saus tomat. Di pinggirnya diberi yogurt. Rasanya ‘maknyus’,” ujarnya.

Yang menarik, menurut Deden, di Turki tidak pernah ada perbedaan penetapan waktu berpuasa ataupun Idul Fitri seperti di Indonesia.

“Awal puasa dan Idul Fitri serempak di seluruh Turki. Masyarakat di sini menerima keputusan pemerintah, yaitu Kementerian Agama Republik Turki, yang menentukan kalender Hijriah di sini.”

Mahasiswa di fakultas pascasarjana Universitas Ankara yang sudah memasuki tahap akhir itu mengaku amat menikmati pengalaman berpuasa di Turki meski berat dijalani karena waktu berpuasa yang lebih panjang dibandingkan di Tanah Air. Namun, ia mengaku lebih berbahagia menjalankan ibadah Ramadan di Indonesia. “Tak ada tempat yang lebih nyaman selain rumah,“ ujar Deden menandaskan. 

(H-1) soraya @mediaindonesia.com

Senin, 08 Juli 2013

Sunyi



Sepi menuntut untuk berani
Sunyi ajarkan bertahan diri
Diam bukan berarti tak mengerti

Menutup bukan berarti tak tahu
Membuka hanya untuk menerka
Melihat kadang terkena muslihat

Gerak adalah puncak diam
Benci itu puncak cinta
Air mata puncak segala rasa


Ankara, 7.7.2013

Rabu, 03 Juli 2013

Pernikahan di Turki



"Menikahlah karena itu anjuran agama"

Kali ini saya pingin bercerita tentang pernikahan di Turki. Kalau pernikahan di Indonesia sudah tidak asing lagi bagi saya. Di Indonesia mungkin hanya berbeda adat saja, tapi umumnya sama. Prosesi akad nikah kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Seperti halnya tahun lalu saya hadir di pernikahan sahabat saya, Fernan Rahadi di Jogjakarta.

Pekan lalu, teman saya, Muhammad Nasir Rofiq, dari Adana datang ke Ankara. Tujuan Bang Nasir, sapaan saya untuknya, dua agenda besar. Pertama menghadiri wisuda kelulusan penerima beasiswa Pemerintah Turki dan kedua menghadiri pernikahan temannya. Bang Nasir yang baru saja lulus S3-nya ini datang bersama istrinya ke Ankara.

Hanefi Kansiz menikah dengan Esra di sebuah gedung terbuka milik TCDD, semacam PT KAI di Indonesia. Tenda-tenda sudah dipasang saat kami datang ke pesta pernikahan. Saya, Bang Nasir dan istrinya, dijemput Emrah dan adiknya di stasiun Akkopru dekat Ankamall, kemudian kami meluncur ke tempat resepsi pernikahan.

Sebelum pesta pernikahan dimulai.

Kami datang lebih awal, untuk menghargai Yasin, nama kecil Hanefi. Jadwal pernikahannya pukul 19.30 dan kami datang pukul 19.00 sore. Matahari masih menampakkan dirinya di ujung barat. Musim panas ini maghrib tiba pukul 20.30. Tetamu mulai berdatangan dan mengisi kursi yang telah disediakan. Para tamu wanita berpakaian pesta sementara para lelaki berpakaian rapi necis.

Keluarga Emrah datang dengan lengkap. Kami berkenalan satu dan lainnya. Teman-teman Emra dan Yasin pun tiba dan mengisi meja kami. Kami berbincang kesana kemari sampai acara dimulai.

Pasangan kekasih Hanefi dan Esra berjalan di pinggir kolam renang dari sebuah ruangan kecil menuju panggung pelaminan. Petasan air mancur mengiringi perjalanan mereka yang bersejarah itu. Langkah mereka santai, tidak seperti langkah-langkah orang-orang di Kizilay, pusat kota Ankara, yang begitu cepat. Langkah yang penuh penghayatan. Senyum di bibir mereka pun tidak pernah hilang.

Berdansa dan menari bagian dari pesta pernikahan di Turki.

Setiba di depan panggung pelaminan, kedua sejoli ini berdansa. Kamera video dan photo mengiringi arah dansa mereka. Petasan air mancur dinyalakan di sekitar pedansa. Usai berdansa kedua mempelai duduk manis di singgasana pelaminan.

Penghulu dari pemerintah daerah setempat maju ke pelaminan dan menggunakan jubah penghulu. Semacam jubah imam masjid di Turki. Kemudian si penghulu memanggil para wali dan para saksi untuk maju ke panggung pelaminan. Dan si penghulu bertanya pada mempelai wanita apakah ia ikhlas untuk menikah dengan pasangannya, Esra menjawab dengan yakin, “ya.”

Kemudian penghulu bertanya pada para wali dan para saksi, apakah ia berkenan dan menganggap sah pernikahan dua mempelai ini. Mereka semuanya menjawab “ya.” Ada yang menambahkan dari salah satu wali itu bahwa dirinya senang dengan pernikahan ini. Esra tak henti-hentinya tersenyum dalam pelaksanaan akad nikah ini.

Akad nikah yang dipandu oleh penghulu.

Lalu penghulu menandatangani buku nikah, yang juga ditandatangani oleh kedua mempelai. Buku nikah ukurannya lebih besar dari pada buku nikah di Indonesai. Ukuran buku nikah di Turki ini sebesar buku tulis sedang (A5) di Indonesia. Sebab buku nikah di Indonesia ukurannya sebesar ukuran paspor.

Ada yang ganjil dalam proses akad nikah yang saya lihat dan saya pelajari dalam ilmu fikih. Di Indonesia cara akad nikah sesuai dengan aturan agama Islam. Dimana si wali menyatakan bahwa ia menikahkan putrinya, dan sang mempelai lelaki menerima pernikahan itu. Inilah ijab kabul yang disyariatkan agama.

Lalu saya bertanya pada Emrah tentang pernikahan di Turki. Emrah menerangkan kalau di Turki ada dua macam pernikahan, pertama pernikahan secara negara, kedua pernikahan secara agama. Orang yang menikah  secara negara maka ia sudah resmi menikah dan tercatat dalam data negara. Jika ia ingin menikah lagi secara agama juga boleh.

Sebelum pamit kami berphoto dengan keluarga Emrah.

Tetapi, papar Emrah, jika seseorang hanya menikah secara agama, maka ia tidak sah secara konstitusi atau secara aturan negara. Nikahnya dianggap tidak sah secara negara. Menurutnya banyak juga teman-temannya yang melaksanakan keduanya, tapi tidak sedikit juga yang hanya menikah secara agama. Itu menurut kepercayaan masing-masing saja. Dan inilah aturan negara Turki yang sekuler, yang memisahkan antara negara dan agama.

Untuk makanan, mungkin ini lebih simpel dibanding pernikahan di Indonesia. Resepsi pernikahan di Turki ini, kita cukup duduk saja. Kita semacam makan di sebuah restoran yang sudah dipesankan menunya. Semua orang menunya sama. Dibuka dengan makanan salad, kemudian makanan kecil, makanan besar yaitu nasi dan nugget ayam. Ditutup dengan buah-buahan.

Usai acara akad nikah kedua mempelai kembali berdansa. Para tamu pun ikut berdansa dengan pasangannya masing-masing. Usai berdansa yang santai dilanjut dengan menari khas Turki. Hampir sajian resepsi pernikahan ini diisi dengan dansa dan tarian. Mungkin ini penanda sebagai kebahagiaan. Orang-orang bergantian turun ke depan panggung untuk berdansan atau menari.

Bang Nasir, Hanefi, Esra dan Shofia (istri Bang Nasir).

Kami tidak membawa hadiah apa pun untuk kedua mempelai. Sebab saya dan Bang Nasir tidak pernah datang ke pernikahan orang Turki sebelumnya. Saya hanya pernah melihat pesta pernikahan tetangga kami dari jendela rumah kami. Saya hanya menyediakan amplop saja, jika orang-orang di sini memberikan hadiah berupa uang dalam amplop.

Ternyata budaya berbeda. Di akhir acara, setelah pemotongan tumpeng pernikahan, kedua mempelai dikalungi selendang kecil oleh kedua orang tua mereka. Para tamu yang hadir mengantre untuk memberi ucapan selamat dan menempelkan sebuah emas kecil yang dipasangkan di selendang kedua mempelai.

Bang Nasir mengatakan kepada saya, bahwa para tamu membawa bingkisan kecil. Rupanya bingkisan kecil itu berisi emas, yang mungkin beratnya sekitar 0,5, satu, dua atau tiga gram dan diberikan kepada kedua mempelai. Mempelai wanita menyiapkan tas kecil untuk menerima hadiah itu, jika hadiah itu tidak bisa disematkan pada selendangnya.

Orangtua mempelai memberi hadiah.

Dekorasi dalam perayaan pernikahan ini sangat sederhana, tidak semewah acara pernikahan di Indonesia. Tidak ada dekorasi di belakang layar panggung pelaminan. Juga tidak ada tulisan "Mohon doa restu" atau "Selamat menempuh hidup baru". Di panggung hanya ada bunga-bunga yang bertulisan ucapan selamat dari para tamu dan sebuah alat musik sejenis orkes tunggal, piano dan sebuah laptop sebagai alat pemutar musik.

Karena waktu sudah malam pukul 22.00 kami undur pamit kepada kedua mempelai, meski acara secara resmi belum juga ditutup. Kata Emrah, acara seperti ini bisa selesai pukul 23.00 atau bahkan lebih. Sebelum pamit Bang Nasir dan istrinya meminta diphoto bersama kedua mempelai. Klik, photo pun jadi. Tapi sayang saya tidak bisa photo bersama mempelai karena waktu yang mepet.

Dan benar pernikahan adalah sebauh anjuran agama. Sebuah ibadah yang menyenangkan. Bukan hanya untuk kedua mempelai tapi juga untuk kedua keluarga, bahkan untuk semua orang yang mengenalnya. Bahwa lembaran hidup baru dimulai. Selamat ya, Hanefi dan Esra!

Selasa, 02 Juli 2013

Bersegera dalam Berbuat Kebaikan



(Disampaikan pada pengajian Ibu-Ibu Alhikmah di Ankara, Rabu, 26 Juni 2013)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kita sebaik-baik makhluk-Nya. Shalawat dan salam kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW, sebab cahayanya menerangi alam kegelapan. Kali ini kita akan membahas tentang “Bersegera dalam berbuat kebaikan.”

Banyak ayat Alquran yang menyebutkan setelah kata orang-orang yang beriman, kemudian dilanjutkan dengan kata-kata dan orang-orang yang berbuat kabaikan, amilusshalihat. Maka berbuat kebaikan adalah sebuah keutamaan dalam Islam.

Apa sebenarnya definisi kebaikan? Semua hal yang diperintahkan oleh Allah adalah kebaikan. Juga semua hal yang dilarang oleh Allah adalah kebaikan. Rukun Iman dan Rukun Islam adalah kebaikan. Tersenyum adalah kebaikan, karena dapat membahagiakan orang lain. Maka ada empat hal yang harus kita perhatikan dalam berbuat kebaikan ini.

Pertama adalah niat. Kebaikan yang kita lakukan harus dilandaskan pada niat karena Allah semata. Hadits Nabi Muhammad SAW menyatakan, sesungguhnya semua perbuatan tergantung dengan niatnya. Artinya, semua perbuatan baik yang dilandaskan pada niat bukan karena Allah maka akan sia-sia dan mungkin bisa disebut perbuatan buruk.

Banyak perbuatan yang sebenarnya bisa menjadi ibadah, tetapi karena salah niat maka menjadi kebutuhan nafsu saja. Misalnya, makan tidak membaca bismillah, maka makannya hanya akan mengenyangkan perut saja dan akhirnya tidak berkah. Tetapi niat  baik juga harus dilaksanakan dan diuji kesungguhannya.

Suatu ketika Rasulullah SAW berkunjung ke rumah Abu Bakar Shidiq. Di saat perbincangan, datang seorang Arab Badui dan langsung mencela Abu Bakar. Abu Bakar bergeming. Sabar. Dan ia tersenyum dengan celaan itu. Rasulullah pun memberikan senyuman terbaiknya kepada Abu Bakar.

Merasa tidak berhasil, si Arab Badui ini menambah celaannya dengan kata-kata yang lebih kotor. Namun, Abu Bakar tetap sabar dan Nabi memberikan senyuman terbaiknya lagi. Si Arab Badui tak habis sampai di sana, ia menambah celaan dan hinaannya kepada Abu Bakar.

Abu Bakar pun kemudian tak sanggup lagi mendengarnya dan ia membalas celaan dan hinaan itu. Rasulullah kemudian pulang ke rumahnya tanpa pamit dan tanpa salam kepada Abu Bakar. Abu Bakar kemudian mengejar Nabi ke rumahnya. Kemudian Abu Bakar mengatakan:

“Wahai Rasulullah, mohon jelaskan dan maafkan kesalahanku. Jangan biarkan aku dalam kebingungan.” Rasulullah lalu menjawab, “Sewaktu orang Arab Badui itu datang lalu mencelamu dan kamu tidak mnanggapinya, aku tersenyum karena banyak malaikat di sekelilingmu yang akan membelamu di hadapan Allah.”

Beliau melanjutkan, “Begitu pun yang ke-dua kali ketika ia terus menghinamu dan kamu tetap membiarkannya, maka para malaikat semakin bertambah banyak jumlahnya di sisimu. Oleh sebab itu, aku semakin tersenyum. Namun, ketika yang ke-tiga kali ia menghinamu dan kamu menanggapinya serta kamu membalas makiannya, maka seluruh malaikat pergi meninggalkanmu, dan hadirlah iblis di sisimu untuk semakin memanasimu. Oleh karena itu, aku tidak ingin berdekatan dengannya, dan aku tidak memberikan salam kepada kamu.”

Yang kedua adalah, cara atau metode dalam berbuat kebaikan. Berbuat kebaikan tidak cukup sampai di niat saja. Harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Niat berbuat baik tetapi dengan cara yang tidak baik juga sebuah masalah. Maka dalam berbuat kebaikan kita harus memikirkan juga cara yang baik, agar sampai pada tujuan dan tidak menyinggung siapa pun.

Misalnya, niat di awal adalah bersedekah karena Allah. Tiba-tiba di tengah jalan kita terpikir untuk memamerkan sedekah kita kepada banyak orang. Atau kita terpikir agar orang yang kita sedekahi berterima kasih dan menyebut nama kita kepada orang-orang. Atau setelah kita bersedekah kita menyakiti hati yang disedekahi. Cara inilah yang salah. 

Dalam Alquran surat An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dari ayat di atas kita bisa pahami bahwa dalam berbuat dan mengajak kebaikan kita harus memperhatikan cara. Cara yang pertama adalah dengan hikmah dan kebijaksanaan. Cara kedua adalah dengan ilmu dan pelajaran yang baik. Cara ketiga adalah jika kita berdebat maka bantahlah dengan cara yang baik.

Jika kita berbuat baik dengan niat baik dan cara yang baik, maka serahkan semuanya kepada Allah, karena Allah lah yang menilai diri kita. Meski, ada saja orang yang tidak suka dengan apa yang kita lakukan, maka kita harus ikhlas. Ikhlas ini yang dinilai Allah. Seperti halnya nilai berkurban sapi atau kambing pada lebaran haji, yang sampai kepada Allah bukanlah dagingnya tetapi takwanya.

Ketiga adalah kepada siapa kita berbuat baik. Ada sebuah hadits menyebutkan, suatu ketika ada seseorang kepada Rasulullah SAW, kepada siapa saya harus berbuat baik, Rasulullah menjawab, kepada ibumu. Kemudian orang itu nanya kembali kepada siapa selanjutnya berbuat baik, kepada ibumu. Begitu juga jawaban yang ketiganya. Baru jawaban yang keempat dari pertanyaan yang sama berbuat baiklah kepada bapakmu. Kemudian kepada kerabatmu.

Dari hadits ini kita mengerti bahwa berbuat baik yang pertama kali adalah kepada ibu kita, kemudian bapak kita. Selanjutkan kepada karib kerabat. Jika sudah punya anak dan istri/suami maka inilah yang harus diutamakan. Kemudian kepada kakak-adik. Saudara terdekat. Jika semuanya sudah, maka kita bisa memberikan kebaikan kepada orang fakir miskin dan delapan golongan yang dapat menerima zakat.

Sebuah hadits menyebutkan, “Barangsiapa diperlakukan baik (oleh orang), hendaknya ia membalasnya. Apabila ia tidak mendapatkan sesuatu untuk membalasnya, hendaknya ia memujinya. Jika ia memujinya, maka ia telah berterima kasih kepadanya; namun jika menyembunyikannya, berarti ia telah mengingkarinya…” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad. Lihat Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 157)

Hadits ini menerangkan, jika kita diperlakukan baik oleh orang lain maka kita wajib membalasnya dengan kebaikan lagi. Bisa juga kita membalasnya dengan memujinya. Dalam riwayat lain, kita bisa membalasnya dengan mendoakannya, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik. Namun jika kita tidak membalasnya sama sekali maka kita mengingkari kebaikan itu.

Dalam hadits lain disebutkan, pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, Rasulullah SAW keluar menuju lapangan untuk melaksanakan shalat. Setelahnya beliau berkhutbah dan ketika melewati para wanita beliau bersabda: “Wahai sekalian wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah istighfar (meminta ampun) karena sungguh diperlihatkan kepadaku mayoritas kalian adalah penghuni neraka.”

Berkata salah seorang wanita yang cerdas: “Apa sebabnya kami menjadi mayoritas penghuni neraka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian banyak melaknat dan mengkufuri kebaikan suami. Aku belum pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya namun dapat menundukkan lelaki yang memiliki akal yang sempurna daripada kalian.”

Wanita itu bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan kurang agama?“. “Adapun kurangnya akal wanita ditunjukkan dengan persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Sementara kurangnya agama wanita ditunjukkan dengan ia tidak mengerjakan shalat dan meninggalkan puasa di bulan Ramadhan selama beberapa malam (yakni saat ditimpa haidh).” (HR. Al-Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79)

Keempat adalah, sampai kapan kita berbuat baik? Allah berfirman dalam Alquran, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan berbagai macam kebaikan, dan mereka senantiasa berdoa kepada Kami dengan disertai rasa harap dan cemas. Dan mereka pun senantiasa khusyu’ dalam beribadah kepada Kami.” (QS. Al Anbiyaa’ [21] : 90).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan makna ayat tersebut, bahwa para nabi dan orang-orang salih itu besegera dalam melakukan amal pendekatan diri kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya (Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 5/273. cet al-Maktabah at-Taufiqiyah).

Jika hari ini kita mampu berbuat kebaikan maka segeralah melaksanakannya. Jangan sampai kita tunda-tunda. Karena kita tidak tahu sampai kapan kita mampu berbuat kebaikan. Atau kita tidak tahu kapan ajal kita akan datang kepada kita. Maka jangan sampai kita lalai dengan waktu yang ada. Sebab kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Begitu juga kejahatan akan dibalas dengan kejahatan. Namun balasan kebaikan bisa berkali lipat, bisa dibalas dengan satu kebaikan, bisa 10 kebaikan bahkan bisa sampai 700 kebaikan. Tergantung Allah yang Maha Baik.

Dan kajian kita kali ini kita tutup dengan satu ayat terakhir dalam surat Alhijr. Dan beribadahlah kepada Robbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” (QS. Alhijr: 99). Jelas bahwa perintah berbuat kebaikan adalah kewajiban kita sebagai hamba Allah sampai datang kepada kita sebuah kematian. Wallahu ‘alam.