Dalam mobil yang akan
mengangkut panitia simposium PPI Eropa Amerika dari kantor KJRI Istanbul menuju
tempat penginapan panitia, beberapa waktu silam, ada sepasang suami istri yang
sudah tua ikut dalam rombongan kami. Saya pikir kedua orangtua ini adalah salah
satu sanak keluarga dari diplomat atau staf KJRI Istanbul. Karena mereka
tinggal di kantor KJRI untuk beberapa hari, dan staf KJRI melayani mereka dengan
baik.
Kantor KJRI Istanbul saat
itu memang super sibuk. Selain menyiapkan tempat untuk para delegasi simposium
dari PPI berbagai negara di Eropa dan Amerika, para staf KJRI juga tetap menjalankan
tugasnya dengan baik. Menerima tamu dari Indonesia, salah satunya. Kalau pun
bukan dari keluarga KJRI, saya masih berpikir kedua ibu bapak ini masih ada
hubungannya dengan KJRI.
Tetapi ada yang janggal,
kedua orang ini hanya berbincang di antara mereka saja. Maksudnya, mereka
jarang berkomunikasi dengan yang lain. Kecuali ketika mereka mau masuk ke dalam
mobil yang akan kami kendarai. Mereka berdua dengan muka manis mengucapkan
terimakasih kepada Konjen RI, Pak Suri, dengan senyum termanisnya.
Akhirnya, insting wawancara dan untuk menghilangkan keraguan yang ada
dalam pikiran saya, saya membuka pembicaraan dengan kedua orangtua ini. Saya perkenalkan
diri saya sebelum saya bertanya siapa beliau, mengapa mereka ada di Istanbul
dan untuk apa? dan sebagainya. Jangan dikira ini wawancara serius, ini lebih
kepada ngobrol biasa saja.
Bapak itu bercerita pada
saya, kalau beberapa hari sebelumnya ia bersama rombongan jemaah umroh datang ke
Istanbul dari Indonesia. Umroh plus jalan-jalan ke Istanbul. Dalam beberapa
tahun terakhir ini memang banyak agen travel umroh di Indonesia yang
menyediakan tambahan jalan-jalan, salah satunya ke ibukota kesultanan Utsmani, Istanbul.
Yang aneh dalam
perjalanan umroh yang diikuti bapak dan ibu ini adalah, jalan-jalan dulu
sebelum ibadah umroh. Bukan umroh dulu baru jalan-jalan. Rombongan jemaah umroh
ini menikmati kota dua benua ini sebelum mereka terbang ke Mekkah dan Madinah. Di
saat bapak ini melaksanakan shalat di masjid biru alias Masjid Sultan Ahmet,
ada kejadian yang tidak diinginkan.
Ketika bapak ini makan di
restoran depan masjid biru dan akan membayar makanan, cerita sang ibu, tas yang
di kalungkannya sudah menghilang. Entah terjatuh dimana atau hilang dicopet orang.
Padahal, ungkap ibu yang pensiun dari departemen keuangan ini, si bapak selalu
teliti dengan barang bawaannya. “Baru kali ini bapak kehilangan barangnya,”
tutur ibu itu sedih.
Sepasang kekasih yang
sudah menikah selama 40 tahunan itu langsung mengecek tempat yang pernah mereka
lalui hari itu. Namun, setelah berkeliling hasilnya nahas. Mereka tak menemukan
tas mungil yang berisi paspor dan sejumlah uang tersebut. Mereka berdua
kemudian lepas dari rombongan yang melanjutkan safari keliling Istanbul.
Untuk menenangkan pikiran,
mereka kembali ke hotel. Mereka juga berpikir sang suami tak bisa jalan-jalan
keluar hotel karena tak memiliki paspor sekaligus visa. Si pembina travel yang
bertugas langsung menghubungi kedutaan atau konsulat jenderal Republik
Indonesia terdekat untuk melaporkan salah satu anggotanya yang kehilangan
paspor. Dihubungi demikian, Konjen RI di Istanbul langsung mengarahakan mereka untuk
melaporkan diri dan tinggal di kantor KJRI hingga semua urusan selesai.
Mobil yang akan membawa
kami ke tempat penginapan panitia itu mampir sejenak ke bandara untuk mengantar
bapak yang kehilangan paspor beserta istrinya. Kami pun mengantar mereka sampai
ke gerbang Bandara Internasional Ataturk. KJRI membantu membuatkan paspor
pengganti dan membuat surat keterangan bahwa yang bersangkutan kehilangan
paspor di Istanbul.
Satu hal yang paling membuat
mereka sedih. Karena paspor hilang, mereka tak bisa berangkat ke Arab Saudi
untuk beribadah umroh. Padahal inti perjalanan mereka adalah untuk berziarah ke
tanah suci Masjidil haram untuk berumroh. Sementara ke Istanbul hanyalah
perjalanan tambahan. Walapun ada kesedihan lainnya, yaitu sejumlah uang mereka juga hilang yang tersimpan di dalam tas
mungil yang hilang itu.
Satu yang saya banggakan dari
istri yang sudah menemani suaminya empat dekade itu. Ibu itu sebenarnya bisa
saja berangkat umroh tanpa suaminya. Karena paspor dan visa sang ibu itu masih
ada dan berlaku. Tapi ia mengaku tak mau berangkat sendiri. “Saya memilih untuk tidak
berangkat dan menemani bapak,” ujarnya.
Di kala suami sedih,
papar ibu itu, dirinya tidak mau meninggalkannya. Sebab, susah dan senang harus
ditanggung bersama. “Bapak selalu ada di samping saya. Saya pun harus begitu,”
kata ibu yang memiliki tiga anak lelaki dan enam orang cucu.
Sang ibu berkisah,
sebenarnya mereka sudah pernah melaksanakan umroh beberapa kali, bahkan ibadah
haji pun sudah pernah dilakukannya beberapa tahun silam. Keinginan mereka saat
itu adalah berumroh dan melaksanakan jalan-jalan tambahan. Dan daftarlah mereka
untuk berumroh plus jalan-jalan ke Istanbul. “Sebab Istanbul salah satu kota tujuan
wisata yang bagus,” ujarnya.
Tapi, Allah punya rencana
lain. Bapak dan Ibu itu kembali ke tanah air tanpa mampir ke Arab Saudi.
Mendengar itu saya hanya
diam menelan air ludah, dan mencoba untuk membesarkan hati mereka. “Allah punya
rencana lain untuk bapak dan ibu,” kata saya. “Dan selalu ada hikmah di balik
sebuah kejadian,” tambah saya.
Saya jadi teringat sebuah
kalam Ilahi dalam Quran surat Alhadid (57) ayat 22 dan 23, yang artinya: Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhulmahfuz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang
luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi
membanggakan diri.
Dan sabar memang terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, sabar dalam melaksanakan perintah Allah. Kedua,
sabar dalam menjauhi larangan Allah. Ketiga, sabar dalam menerima qada dan
qadar. Kejadian yang menimpa sepasang suami istri ini adalah termasuk dalam
sabar yang ketiga.
Kadang kala, secara mendadak
kita menerima sesuatu yang tidak kita inginkan. Maka hal yang paling penting
dan utama yang harus kita lakukan adalah menyerahkan semuanya kepada Allah. Karena
semua ini milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Dan yang dapat menenangkan
hati di kala gundah dan galau adalah menerima semua qada dan qadar yang telah
dituliskan Allah itu dengan ikhlas.
0 komentar:
Posting Komentar