Sabtu, 04 Februari 2012

Teh, Tea, Cay, dan Say


Pernah suatu hari saya meminum teh lebih dari 10 gelas dalam sehari. Atau di hari itu, sesudah bangun tidur dan sebelum tidur minuman saya adalah teh. Teh atau Cay dalam bahasa Turki memang minuman yang sangat populer di semenanjung Anatolia ini. Hampir di setiap dapur milik orang Turki memiliki teko khusus untuk memasak teh.

Beberapa waktu lalu saya menginap di rumah teman saya, Selahattin, di Konya. Pas sarapan pagi dengan makanan khas Turki, seperti menemen, roti, buah zaytun, cokelat dan lain sebagainya (mungkin nanti kita bahas soal kuliner Turki lainnya yah, insya Allah) minumannya adalah teh hangat. Itu saat musim dingin. Jadi, pas lah kalau dingin-dingin kita minum teh hangat.

Çay
Tapi, pas makan siang bersama juga minumannya adalah teh panas. Hingga makan malam bersama keluarga teman saya itu tetap saja minumannya adalah teh. Meski terkadang mereka juga menyediakan minuman lainnya, jus atau minuman bersoda. Intinya, (bukan ngiklan yah) apapun makanannya minumnya cay.

Teh di Turki ini sudah menjadi budaya. Di pelosok Turki atau di masyarakat pedesaan meminum teh, begitu juga di perkotaan dan di kantor-kantor pemerintahan serta di gedung parlemen, semuanya minum teh tanpa memandang status sosial. Tua, muda, miskin, kaya, lelaki, perempuan, semuanya minum teh. Mungkin juga teh menjadi simbol keegaliteran di sini. Dalam jamuan resmi, biasanya teh disajikan di akhir jamuan makanan.

Necmettin, misalnya, ia mengaku suka minum teh karena selain menjadi kebiasaan teh juga dapat menenangkan pikirannya. "Saya sangat menikmatinya," ungkapnya. Ia mengaku dari kecil hingga kini usianya 57 tahun hampir setiap hari meminum teh. Tradisi ini sangat membudaya di Turki.

Bahkan, saat saudara saya bertugas di pesawat jemaah haji asal Turki, ia mengatakan, hampir semua penumpang pesawat itu memesan teh. Berbeda dengan jemaah haji dari Maroko yang kebanyakan memesan kopi saat perjalanan dari Maroko ke Arab Saudi atau sebaliknya.

Teh yang biasa diminum di Turki adalah jenis teh hitam. Sangat pahit menurut saya. Maka saya pasti mencampurnya dengan gula. Dosen saya yang baik selalu memesan teh untuk para mahasiswanya saat belajar di dalam kelas. Namun, dosen kami itu jarang mencampur air tehnya dengan gula. Pahit banget kali, yah, hehe.

Cara memasak teh di Turki menggunakan teko tersendiri. Teko untuk membuat minuman teh adalah dengan menggunakan dua teko yang ditumpuk. Teko yang pertama di isi air putih dan yang kedua diisi air dan jika sudah mendidik maka dimasukkanlah teh hitam. Biasanya nama teh yang digunakan adalah caykur.

Cara menuangkannya adalah yang pertama air teh dituangkan di dalam gelas gecil berbentuk bunga tulip sebanyak setengah gelas, kemudian setangah gelasnya lagi dituangkanlah air putih. Gelas berbentuk bunga tulip ini berguna agar ujung gelas itu melengkung dan tangan kita tidak kepanasan saat teh akan diseruput.
Teko khusus untuk membuat çay

Jika ingin pahit maka air tehnya lebih banyak dari air putih yang dicampur. Juga sebaliknya, jika ingin tidak terlalu pahit maka air tehnya sedikit dan air putihnya yang banyak. Meminum teh di Turki mesti panas, karena jika sudah mendingin, orang yang memberikan minuman teh akan mengambilnya dan menggantikannya dengan teh yang panas atau hangat.

Bicara soal teh, saya sebenarnya lebih suka teh tubruk yang diseduh langsung daunnya ketimbang teh celup yang dibungkus dengan kertas. Aroma teh tubruk yang wangi ini yang saya suka.

Dulu, pas saya kecil, ibu saya setiap hari pasti menyediakan teh di rumah. Setiap selesai memasak air panas, ibu saya menuangkan sebagian air panas ke termos, sebagian lainnya ke teko untuk diseduh menjadi air teh. Jadi ada dua teko di dapur, pertama teko berisi air putih dan kedua teko berisi teh.

Kisah yang paling banyak ditulis tentang asal usul teh adalah cerita tentang Kaisar Shen Nung yang hidup sekitar tahun 2737 sebelum Masehi. Cerita penemuan teh oleh sang Kaisar juga sangat tidak disengaja ketika daun teh pertama dari tanaman teh yang ada di kebun Kaisar Shen Nung jatuh kedalam air panas yang sedang dimasak oleh Sang Kaisar. (www.sosro.com)

Ketika daun teh tersebut terseduh dengan air panas, aroma sedap langsung muncul membuat Sang Kaisar sangat tergoda untuk meminumnya. Bukan hanya aromanya yang sedap, rasa sepat dan pahit yang ditimbulkan oleh daun teh juga sangat disukai oleh Sang Kaisar karena dipercaya dapat membuat tubuh lebih segar dan menurut penelitian Kaisar Shen Nung, minuman teh dapat menyembuhkan beberapa penyakit.

Teh dalam berbagai bahasa di dunia ini sangat mirip kalau memang tidak bisa dikatakan sama. Misalnya, teh dalam bahasa Inggris adalah tea, dalam bahasa Turki cay yang sangat dekat dengan bahasa Arab yaitu Say. Mari kita simak Teh dalam berbagai bahasa yang ditulis oleh Prof. Google:

Aksara hanzi untuk teh adalah , tapi diucapkan berbeda-beda dalam berbagai dialek bahasa Tionghoa. Penutur bahasa Hokkien asal Xiamen menyebutnya sebagai te, sedangkan penutur bahasa Kantonis di Guangzhou dan Hong Kong menyebutnya sebagai cha. Penutur dialek Wu di Shanghai dan sekitarnya menyebutnya sebagai zoo.

Bahasa yang menyebut "teh" mengikuti sebutan te menurut bahasa Hokkien: bahasa Afrikaans (tee), bahasa Armenia, bahasa Katalan (te), bahasa Denmark (te), bahasa Belanda (thee), bahasa Inggris (tea), bahasa Esperanto (teo), bahasa Estonia (tee), bahasa Faroe (te), bahasa Finlandia (tee), bahasa Perancis (thé), bahasa Frisia (tee), bahasa Galicia (té), bahasa Jerman (Tee), bahasa Ibrani (תה, /te/ or /tei/), bahasa Hongaria (tea), bahasa Islandia (te), bahasa Irlandia (tae), bahasa Italia (tè), bahasa Latin (thea), bahasa Latvia (tēja), bahasa Melayu (teh), bahasa Norwegia (te), bahasa Polandia (herbata dari bahasa Latin herba thea), bahasa Gaelik-Skotlandia (tì, teatha), bahasa Sinhala, bahasa Spanyol (té), bahasa Swedia (te), bahasa Tamil (thè), bahasa Wales (te), and bahasa Yiddish (טיי, /tei/).

Bahasa yang menyebut "teh" mengikuti sebutan cha atau chai: bahasa Albania (çaj), bahasa Arab (شَاي), bahasa Bengali (চা), bahasa Bosnia (čaj), bahasa Bulgaria (чай), bahasa Kapampangan (cha), bahasa Cebuano (tsa), bahasa Kroasia (čaj), Bahasa Ceko (čaj), bahasa Yunani (τσάι), bahasa Hindi (चाय), bahasa Inggris Britania (char, chai)*, bahasa Jepang (, ちゃ, cha), bahasa Korea (), bahasa Makedonia (čaj), bahasa Malayalam, bahasa Nepal (chai), bahasa Persia (چاى), bahasa Punjabi (ਚਾਹ), bahasa Portugis (chá), bahasa Rumania (ceai), bahasa Rusia, (чай, chai), bahasa Serbia (чај), bahasa Slowakia (čaj), bahasa Slovenia (čaj), bahasa Swahili (chai), bahasa Tagalog (tsaa), bahasa Thai (ชา), bahasa Tibet (ja), bahasa Turki (çay), Bahasa Ukraina (чай), bahasa Urdu (چاى) dan bahasa Vietnam (trà atau chè).

Pertanyaannya adalah sudahkah anda minum teh hari ini?

2 komentar:

  1. Rata-rata 10 gelas cay (bardak cay) per hari, maka seminggu total 70 gelas.
    Kalau kita masih tinggal di Turki sampai bulan Oktober dan sekarang awal February, maka minimal masih ada 2250 gelas lagi yang akan kita minum.
    Hhhmmm... nikmatnya Turkish Cay..

    BalasHapus
  2. Hahaha..Bu Tamara menghitung dengan sangat detail..selamat menikmati çay :)

    BalasHapus