Kang Deden

Tidak ada awal, akhir ataupun pertengahan, sebab yang ada hanyalah perjalanan.

Kang Deden

Orang besar ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri.

Kang Deden

Berlarilah mengejar impian. Disana terdapat indahnya kehidupan.

Kang Deden

Berjalanlah, engkau akan mendapatkan banyak pelajaran.

Kang Deden

Tenangkan hatimu, karena itu sumber kebahagiaan.

Kamis, 30 Mei 2013

Simposium PPI Eropa Amerika 2013 Hasilkan Draf Istanbul

Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) kawasan Eropa dan Amerika menghasilkan "Draft Istanbul" pasca simposium yang berlangsung pada tanggal 17-19 Mei 2013 di kampus Universitas Fatih, Istanbul, Turki. Acara simposium ini dihadiri oleh Azwar Abubakar (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia), Edfian Noerdin (Dirut PT.Yudhistira), Prof. Richardus Eko Indrajit (Staf Khusus Menpora), dan Asmoro Hadiyanto (Direktur Dompet Dhuafa Indonesia).

PPI yang hadir dalam simposium PPI Eropa Amerika yakni, PPI United Kingdom, PPI Spanyol, PPI Austria, PPI Swedia, PPI Serbia, PPI Portugal, PPI Perancis. Selain itu, juga dihadiri oleh PPI lainnya yang di luar PPI Eropa Amerika, yaitu PPI Libanon dan PPI Oman.

Ketua Pelaksana Simposium PPI Eropa Amerika Firdaus Guritno menerangkan, hari pertama pelaksanaan simposium ini membahas tentang permasalahan kebangsaan, yang dibahas khusus oleh para delegasi dari PPI Eropa Amerika. Sementara hari kedua, berupa kuliah umum kebangsaan tentang "Mengoptimalkan Peran Demokrasi dan Kemajuan Ekonomi Indonesia Sebagai Modal Menjadi Bangsa yang Besar". Di hari ketiga, panitia dan delegasi mengadakan napak tilas sejarah Istanbul.

"Istanbul merupakan tempat bersejarah. 560 tahun lalu di bulan Mei, Sultan Fatih menaklukkan Konstantinopel dan mengubah namanya menjadi Istanbul. Banyak sejarah yang terukir pada bulan Mei," ujar Ketua Pengarah Simposium PPI Eropa Amerika Deden Mauli Darajat.

105 tahun yang lalu, papar Deden, para pelajar Indonesia mendirikan Boedi Oetomo yang tanggal lahirnya kita peringati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Reformasi 15 tahun yang lalu pun juga terjadi di bulan Mei. Begitu halnya dengan simposium kali ini yang digelar pada Mei 2013, dan ini sebuah rangkaian sejarah

Berdasarkan rencana awal, hari pertama Simposium ini disusun dengan skema roadmap di mana ini merupakan rangkaian acara berupa dialog yang dibentuk berdasarkan komisi-komisi yang terbagi menjadi tiga komisi; Komisi Demokrasi dan Kepemimpinan, Komisi Sains dan Teknologi, serta Komisi Ekonomi dan Kewirausahaan.

Di hari kedua, Teleconference dengan pembicara Bj Habibie (Presiden RI ke-3) dibatalkan karena beberapa alasan teknis. Begitu pula dengan KMRT Roy Suryo (Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia), yang pada akhirnya mengirimkan staf khususnya untuk menjadi pembicara dan mengirimkan pesan kepada seluruh delegasi dengan pesan bangsa yaitu "youth, nation and technology".

Di akhir acara, para delegasi PPI Eropa Amerika membacakan hasil Simposium yang dirangkum dalam "Draft Istanbul". Ketua PPI Turki Yaumil Fadli Suhairi selaku tuan rumah, menjadi pembaca Draft Istanbul yang berbunyi:

Berkat rahmat  Tuhan Yang Maha Esa, kami perwakilan PPI Kawasan Eropa dan Amerika, berkumpul di Istanbul, Turki untuk menyumbangkan pemikiran dan peranan bagi bangsa Indonesia.

1. Menerapkan praktik demokrasi dan kepemimpinan yang bertanggung jawab untuk menciptakan bangsa yang lebih maju, berintegritas, dan bermartabat.

2. Meningkatkan peran bangsa Indonesia di dalam pergaulan internasional melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencerdaskan dan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia.

3. Mempersiapkan Indonesia menuju kemandirian ekonomi bangsa yang bersaing dan berdayaguna secara global.

4. Dengan itikad baik, siap mendukung dan mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia melalui roadmap PPI kawasan Eropa dan Amerika sebagaimana terlampir.


Istanbul, 18 Mei 2013. Atas nama PPI Eropa Amerika.


Agus Mulyana
Redaktur : Miftahul Falah

Sambutan Ketua SC Simposium PPI Eropa Amerika 2013



Oleh Deden Mauli Darajat

Selamat datang di Istanbul, sebuah kota yang maha padat sejarah. Bulan Mei adalah juga bulan sejarah. Pada 29 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih (Sultan  Mehmet II) menaklukkan kota Konstantinopel dan mengubah namanya menjadi kota Istanbul. Sultan Mehmet II dikenal sebagai sebaik-baiknya pemimpin di masanya, dan pasukannya adalah sebaik-baik  pasukan. Siapapun raja di dunia ini pada waktu itu ingin menaklukkan atau merebut kota Konstantinopel ini. Bahkan Napoleon Bonaparte pernah berujar, seandainya dunia ini adalah satu negara maka Istanbul adalah ibukotanya dan aku tidak keberatan untuk memimpin dunia.

Di kota yang hebat inilah, kita para pelajar Indonesia berkumpul hari ini. Sejarah pergerakan pelajar dan pemuda Indonesia dimulai saat Boedi Oetomo berdiri pada 20 Mei 1908 di Jakarta. Boedi Oetomo merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern yang dibangun oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya. 

Selain pergerakan di dalam negeri pelajar Indonesia di luar negeri juga membentuk organisasi bernama Perhimpunan Indonesia. Salah seorang proklamator bernama Mohammad Hatta adalah salah satu motor penggeraknya. Hingga saat ini PPI Belanda merupakan PPI tertua di belahan dunia.

Kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan para pelajar, mahasiswa, pemuda dan pejuang yang tidak mengenal lelah dan tidak gentar dengan ancaman dari para penjajah. Soekarno dan Hatta adalah pejuang yang merasakan berbagai macam intimidasi dari pihak asing. Namun, mereka tetap berjuang demi kedaulatan Bangsa Indonesia. Setelah perjuangan kemerdekaan, para pelajar dan pemuda tetap menjadi penggerak perubahan di Indonesia.

Sejarah pergerakan mahasiswa selanjutnya adalah terjadi pada 21 Mei 1998 yaitu reformasi. Reformasi ini menumbangkan rezim otoriter pimpinan Soeharto. Reformasi ini menjadi titik balik perubahan sistem politik dari otoriter menjadi demokrasi. Selain itu, efek dari reformasi adalah adanya  kebebasan pers dan kebebasan berpendapat yang telah lama dibungkam. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai Negara Demokrasi terbesar setelah Amerika.

Perubahan bangsa tidak bisa dilepaskan dari pergerakan pelajar dan pemuda baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Simposium PPI Eropa Amerika ini, yang mengambil tema  “Mengoptimalkan Peran Demokrasi dan Kemajuan Ekonomi Indonesia Sebagai Modal Menjadi Bangsa yang Besar” selain sebagai sejarah yang kita ukir pada 17-19 Mei 2013 ini, juga sebagai pergerakan pelajar dan pemuda Indonesia yang berada di Eropa dan Amerika. PPI hadir untuk Indonesia. Impian kita adalah Indonesia maju dan menjadi bangsa yang besar.

Minggu, 26 Mei 2013

Instrumen dan Akustik

Gambar dari sini: yogyakartacity.olx.co.id
Saya selalu menikmati lagu yang dibawakan dengan akustik atau biola atau piano. Dulu pas  latihan drama teater di sekolah, kami latihan selalu diiringi dengan instrumen Kitaro. Meresap. Penuh penghayatan.

Tapi sebenarnya beberapa hari ini orang-orang di sekitar saya lagi keranjingan lagunya P!nk yang judulnya, Just Give Me a Reason. Awalnya sih saya iseng nemu lagu ini, terus saya putar di telepon seluler dan teman saya tanya lagu apa yang diputar.

Kemudian mereka mengunduh lagu itu dari internet. Dan berputarlah lagu itu di telepon seluler mereka. Ini menjadi semacam lagu kebangsaan di Gema Ilmiah Ankara, karena mereka hafal lirik lagu ini. Dan teman saya sampai mendengar lagu ini dengan berbagai macam cover-nya di Youtube.

Semalam, saya ditunjukin sesuatu dari Youtube. Rupanya Novita X Factor menyanyikan ini lagu di final. Dan kami langsung bernyanyi dengan gitar lalu direkam di laptop. Begitulah memang pengaruh musik. Cepat menyebar. 

Kamis, 23 Mei 2013

Adalar



Burung terbang berkejaran
Ombak beriak menghempas karang
Kapal bersandar pada dermaga
Ah Adalar sungguh indah nian

Adalar Istanbul, 6 Mei 2013

Mencatat, Belajar Akurat



Pas kecil dulu saya sering disuruh ibu untuk membeli sesuatu ke warung. Apa saja yang diminta saya turuti sebisa saya. Kadang telur, kerupuk, makanan, bahan makanan dan semacamnya.

Saya tidak ingat tentang keadilan pendelegasian untuk membeli sesuatu itu kepada kakak-kakak saya juga atau tidak. Yang saya ingat saya selalu semangat untuk berbelanja meski tidak diberi upah.

Saking semangatnya, ibu saya yang waktu itu menyuruh saya membeli bihun dua bungkus, eh saya salah membelinya. Saya bilang sama pedagangnya kalah saya mau beli soun.

Dan dua bungkus soun sudah ada di tangan, kemudian saya berikan pada ibu saya. Hampir saja saya keluar rumah untuk kembali bermain bersama kawan-kawan, ibu saya memanggil saya. "Apa yang kamu beli?" tanya ibu.

"Soun," jawab saya. "Kan, ibu bilang, ibu butuhnya bihun," tandas ibu. Kemudian saya balik lagi membawa itu soun. Dan si penjaga warung senyam-senyum. Pasalnya, sebelum saya membeli dia bertanya dulu pada saya. "Bihun apa soun," tanya dia, saya jawab "Soun."

Saat itu saya tidak terlalu peduli apa itu soun dan apa itu bihun. Yang penting warna sama dan bentuknya mirip. Eh, rupanya salah. Apa perbedaan mendasar antara soun dan bihun. Soun itu lebih besar dan lebih lembek ketimbang bihun jika sudah dimatangkan.

Ah, itu hanya pelajaran keakuratan tentang sesuatu yang saya kadang tidak peduli terhadapnya.

Agar tidak terulang lagi, terpaksa ibu saya mencatat apa-apa saja yang akan dibeli. Gunanya agar saya tidak salah membeli dan tidak lupa tentunya. Sampai saat ini saya masih belajar mencatat, karena kapasitas ingatan tidak selalu akurat.

Senin, 13 Mei 2013

Jadilah Turis dan Nikmati Istanbul



Sembari mempersiapkan Simposium PPI Eropa Amerika di Istanbul, akhir pekan lalu saya dan teman baik saya, Ahmad Faris (Mahasiswa S3 HI Universitas Ankara) menikmati kota dua benua itu. Saya dan Faris sebenarnya berbeda tujuan berangkat ke Istanbul. Bang Faris, sebutan saya untuknya, dating ke Istanbul untuk mengisi ceramah pada cukuran Selim, anak dari Kak Anita dan Bang Arhami. Sementara saya, itu tadi untuk persiapan symposium.

Kami berangkat bersama dari Ankara. Dalam perjalanan itu Faris bertanya pada saya, mau jadi turis atau backpacker di Istanbul? Saya jawab kita bagusnya jadi turis saja. Bisa menikmati Istanbul. Memang baru kali ini saya menjadi turis di Istanbul. Biasanya menjadi pelajar. Artinya datang ke Istanbul menginap di rumah pelajar Indonesia di Istanbul. Atau kalau menginap di hotel, itu berarti sedang menemani tamu dari Indonesia. 

Sebelum acara cukuran Selim, kami mencari hotel di sekitar Gulhane, satu stasiun setelah Masjid Biru atau Sultan Ahmet Camii. Setelah bertanya dan mengecek beberapa hotel, kami menemukan hotel Hurriyet di ujung jalan. Kami memesan satu kamar berdua seharga 110 TL. Ini setelah nego harga yang awalnya 130 TL permalam. Harga ini termasuk kahvalti atau sarapan pagi.

Usai acara cukuran Selim, saya menuju kantor KJRI untuk rapat dengan panitia symposium, sementara Faris balik ke hotel dan tidur. Pas tengah malam saya kembali ke hotel, di kamar tidak ada Faris. Saya baru saja merebahkan badan dan whatsapp di hape saya berbunyi dan pesan masuk, dimana posisi? Lalu saya telepon dan menemui Faris yang sedang asik makan tengah malam di sebuah kafe di pojok Istanbul.

“Ini yang menarik menjadi turis, kita bisa menikmati kuliner tengah malam,” ujar Faris. Wajar saja dia makan tengah malam, sebab tidur di hotel hamper lebih dari 6 jam. Sementara saya makan setelah rapat di kantor KJRI Istanbul. Saya mencicipi masakan ikan bakar dan saladnya. Kemudian kami pindah ke kafe lain untuk menikmati teh.

Sebenarnya ini bukan pertama kali bagi saya berkuliner dan jalan-jalan di pusat kota Istanbul pada tengah malam. Dulu, saya menemani Mas Alfan Alfian selama penelitian di Turki. Kami berangkat maghrib sekitar pukul 19.00 dari Ankara dan tiba di Istanbul pukul 01.00 dini hari. Sebelum mencari hotel kami cicipi kuliner dan menyeruput kopi Turki. Maklum, Mas Alfan ini pecinta berat kopi, meski bukan perokok.

Menikmati pusat kota Istanbul pada tengah malam berbeda dengan Istanbul di siang hari yang padat oleh pengunjung lokal maupun mancanegara. Saya lebih suka duduk di tengah taman yang memisahkan antara Masjid Biru dan Aya Sofia. Aya Sofia ini dulunya gereja dan setelah penaklukan Konstantinopel berubah fungsi menjadi masjid. Lalu di masa Republik Turki berubah lagi menjadi museum. Konon ada kabar akhir bulan Mei ini akan dibuka lagi menjadi masjid.

Air mancur di tengah taman dan cahaya malam yang menghiasi taman dan gedung-gedung bersejarah itu membuat syahdu malam di musim semi. Ada beberapa turis yang menggeret koper. Mungkin mereka sedang mencari penginapan yang murah. Atau mungkin juga mereka ingin pindah penginapan. Atau mungkin mereka ingin berangkat menuju bandara, kembali ke negaranya masing-masing.

Usai sarapan di Hotel Hurriyet, kami berankak ke dermaga Kabatas. Tak begitu jauh dari tempat penginapan kami. Kami tiba di dermaga lambat 10 menit. Jadwal kapal menuju Adalar selanjutnya pukul 12 siang sementara waktu itu pukul 11. Kami mampir dulu ke kafe di samping dermaga. Kami pesan teh Turki dan sutlac, semacam bubur sumsum yang terbuat dari susu dan beras putih. Hari Senin itu kami bermaksud mengunjungi Adalar atau Princes Island Istanbul.

Tiket kapal menuju Adalah seharga 3,5 TL. Ini angkutan yang negeri. Kalau yang swasta sekitar 5 atau 6 TL. Kami duduk di lantai paling atas, lantai 3. Angin laut menampar muka kami. Tapi Selat Bosporus, mungkin, menjadi selat terindah yang dimiliki Turki dan dunia. Selat ini juga yang diperebutkan oleh kerajaan-kerajaan besar zaman dulu. Karena pelabuhan Bosporus ini menjadi penghubung tiga benua sekaligus, Asia, Afrika dan Eropa.

Di samping kami duduk dua turis wanita asal Jerman, terlihat dari buku lonely planet berbahasa Jerman. Yang satu sibuk membaca sejarah Adalar satunya lagi sibuk mengutak-atik gawai yang dipersiapkan untuk memotret perjalanan. Di saat perjalanan itu, Baim mengirimkan pesan tentang poster simposium PPI Eropa Amerika agar kami periksa. Seakan-akan ia tak rela kami menyempatkan liburan. Hehe.

Setelah kami kedinginan di lantai 3 kapal, kami turun ke lantai dua, ruangan tertutup dari angina laut. Usai kapal yang kami tumpangi merapat ke beberapa dermaga akhirnya ia tambatkan badannya ke dermaga Adalar. Perjalanan dari Kabatas menuju Adalah sekitar 1 jam 45 menit. Cukup lama juga dalam perjalanan itu.


Terik matahari siang itu membuat mata silau, beruntung saya bawa kacamata hitam. Karena panas dan lapar, kami pun mencari restoran di pinggir pantai.  Meski matahari begitu panas, tapi turis anyak berkeliaran di pulau yang dipenuhi dengan gedung-gedung tua itu. Kemudian saya teringat 6 tahun yang lalu berkunjung ke Lombok, pulau seribu masjid. Pantai di Lombok sebenarnya lebih bersh ketimbang di Bali.

Pantai di Adalar juga bersih, rapi dan terawat. Saya memesan cumi bakar dan Faris memesan ikan bakar yang dilengkapi dengan saus. Tak ada nasi di paket makanan kali ini. Kami hanya disuguhi beberapa irisan roti. Saya lapar dan saya habiskan roti itu. Sebelum roti habis, Faris langsung menyerobot sisa roti. Ia berpikir kalau tidak diamankan ia tak akan kebagian roti. Sementara makan ikan saja tidak cukup mengenyangkan.

Karena masih lapar dan ikan masih ada di piring, saya memanggil pelayan untuk memberikan roti tambahan buat kami. Ia menyuguhkan makanan dengan baik dan ramah. Meski sudah minum air bersoda, kami tetap memesan teh hangat Turki. Usai makan, kami bayar makan itu. Tak dinyana, roti tambahan yang biasanya di berbagai restoran biasanya gratis, di Adalar ini dikenakan biaya sebanyak 5 TL. Tidak sampai di sana, servisnya pun kena biaya sebesar 6 TL. Pantas saja si pelayan itu ramah, dibayar, bisik saya pada Faris.

Dan petualangan dimulai. Pukul 16.00 matahari sudah mulai bersahabat dan kami pun menyewa sepeda untuk keliling Adalar. Untuk menyewa sepeda, sejamnya 5 TL, namun jika seharian dikenakan 15 TL. Kami menawar harga, menyewa untuk tiga jam bayar sebesar 10 TL perorang persepeda. Sepeda yang saya kendarai sangat ringan dan saya mudah mengayuhnya.

Saya teringat pertengahan tahun 2009 lalu, ketika saya ditugaskan redaktur saya untuk meliput di Kepulauan Seribu. Liputan itu atas undangan Marine Buddies WWF dalam rangka membersihkan laut dari sampah semacam plastik, sandal, dan lainnya di Pulau Pari. Ini termasuk peliputan yang paling mengasikan. Meski liputan selama 3 hari, tapi ini bukan liputan lebih pada hiburan.

Pantai di Pulau Pari sangat bersih hijau kebiruan. Berbeda dengan semenanjung Jakarta Utara, hitam pekat. Setelah menjauh dari Jakarta, lambat laun warna air laut berubah kepucatan, dari hitam menjadi abu-abu, dan lama kelamaan menjadi biru dan bersih dari limbah. Ini berbeda dengan selat Bosphorus, dimana air lautnya sama saja mau di dermaga maupun di tengah laut, yaitu biru.


Di Pulau Pari itu tim Marine Buddies WWF melakukan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana merawat pantai. Saya juga ikut dalam menanam pohon bakau atau mangrove. Juga mencoba menanam dan memanen budidaya rumput laut di pantai Pulau Pari yang landai. Sayang saya tak bisa menyelam. Karena menyelam harus memiliki pelatihan khusus sebelumnya.

Kami mengayuh sepeda mengelilingi pulau Adalar. Rumah-rumah hunian di Adalar sudah sangat tua. Ada yang umurnya seratus tahun bahkan ada juga yang melebihi 500 tahun. Jalan yang kami telusuri itu menanjak, hanya sesekali saya menurun. Di tengah-tengah pulau itu terdapat bebukitan yang dipenuhi dengan pohon. Banyak turis yang beristirahat dan bercengkrama dengan sahabat dan pasangannya.

Tak sedikit juga yang membawa bekal makanan untuk dinikmati di pulau yang terkenal dengan harga makanan yang mahal itu. Di pulau ini tidak diperkenankan kendaraan bermotor. Hanya ada mobil ambulan dan mobil kebersihan. Selain itu hanya sepeda dan sepeda. Hutan di tengah lautan itu sejuk tanpa polusi udara.


Minjem kamera untuk diphoto di Pulau Pari
Di tengah pulau Adalar itu ada taman makam umat kristiani. Kuburan-kuburan itu di atasnya terdapat salib-salib. Menurut cerita cewek-cewek Yunani yang berbincang-bicang tentang asal usul pulau Adalar. Mereka mengatakan kalau pulau itu awalnya milik Yunani namun kemudian direbut sama Turki usai pasukan Turki Usmani menaklukkan Istanbul. Di pulau Adalar ini selain masjid ada juga gereja tua.

Dari sudut ekonomi pariwisata, pulau ini sangat subur dalam bidang tourism. Hamper setiap hari ramai dikunjungi pelancong. Seakan sadar dengan kepariwisataan ini, pemerintah setempat selalu membersihkan jalan dan mempercantik pulau ini hari demi hari. Penjagaan ini terlihat dengan mata bahwa jalan yang kita lalui bersih, seakan daun tidak jatuh di atas jalan itu. Padahal pohon-pohon rindang memenuhi pulau itu.

Manusia memang pada akhirnya harus memikirkan manusia selanjutnya. Bahwa bumi ini bukan hanya miliknya tapi juga milik anak cucunya. Kebaikan yang ditinggalkan manusia masa lalu akan dikenang sejarah, apalagi jika sejarah itu nyata seperti yang bisa kita lihat di Istanbul. Maka, menjadi turis dan menikmati alam adalah salah satu lembar kebahagiaan hidup.

Sabtu, 11 Mei 2013

Saat Senggang Dengarlah Radio


Pagi tadi. Ya, pagi tadi saya diwawancara sama Radio Repubik Indonesia (RRI) Pro3 FM. Hampir satu jam wawancara melalui telepon seluler yang membahas tentang Simposium PPI Eropa Amerika yang akan diadakan di Istanbul, Turki. Secara umum wawancara membahas acara yang akan berlangsung pada 17-19 Mei 2013 di kampus Universitas Fatih itu.

Wawancara itu berlangsung mulai pukul 08.00 WIB, yang berarti saya yang berada di Ankara pukul 04.00 pagi. Adzan subuh pun belum berkumandang. Pekan lalu juga sama, saya diwawancara oleh Radio PPI Dunia, ini waktunya agak bersahabat, sore pukul 17.00 waktu Turki. Dan yang mewawancarai saya itu teman sendiri yang sedang belajar di Kayseri, Turki.

Ini tulisan tentang radio. Saya tidak begitu asing dengan radio. Dulu pertama kali saya berhubungan dengan penyiaran radio ketika mengabdi alias mengajar di Gontor, Ponorogo tahun 2002/2003. Nama radionya adalah Suara Gontor FM disingkat menjadi Suargo 102,9 FM. Meski saya ditugaskan di Photocopy Asia saya sering bertandang ke stasiun radio itu. Saat tulisan ini saya sedang mendengar siaran Suargo FM melalui internet.

Teman saya yang biasa mengudara mengajak saya untuk duet bareng. Tentu saya senang dan langsung menerima ajakan itu. Terkadang pernah juga saya mengudara sendiri menyapa pendengar di Ponorogo dan sekitarnya. Asiknya siaran radio itu ada timbalbalik langsung. Semisal ada yang menelepon dan mengirim sms untuk pesan lagu atau diskusi sebuah tema.

Sebab ketika kita siaran di sebuah stasiun, kita hanya dihadapkan dengan sebuah layar komputer dan alat-alat pemutar musik. Artinya kita harus membangun imajinasi menyapa orang tanpa melihat orang yang kita sapa. Maka ketika ada pesan masuk untuk memesan lagu atau mendiskusikan tema yang kita berikan itu sebuah hal yang sangat menyenangkan. Bahwa kita siaran tidak sendiri dan ada pendengarnya.

Rasa grogi saat siaran pasti ada. Tapi kalau sudah biasa groginya tinggal sedikit. Apalagi jika kita siarannya berdua. Selalu ada yang renyah untuk disampaikan kepada pendengar. Celotehan yang tak dikira sebelumnya membuat hangat sebuah siaran. Efek setelah siaran adalah nama kita sebagai penyiar tidak asing di telinga pendengar radio kita. Apalagi kalau si pendengar itu selalu menyetel radio kita.

Siaran di RDK FM
Mungkin hal ini juga yang menguatkan saya memilih jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di tahun pertama kuliah pada tahun 2004 di Ciputat saya dan teman-teman berinisiatif untuk mendirikan radio komunitas. Sebelum mendirikan radio kampus, kami mengunjungi beberapa stasiun radio di Jakarta dan sekitarnya.

Dan kami pun membuat proposal pendirian radio kepada Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Konumikasi UIN Jakarta. Dekan pun senang dan berdirilah Radio Dakwah dan Komunikasi disingkat menjadi RDK FM. Radio ini hanya mengudara di sekitaran Ciputat. Setelah mendirikan kami pun menjadi penyiar di radio tersebut.

Awalnya RDK FM hanya disiarkan di kantin Fidkom UIN Jakarta sebelum memiliki pemancar sendiri. Kami memasang speaker di sudut kantin yang kabelnya tersambung sampai ke lantai 7, dimana stasiun RDK FM berada. Lama kelamaan, kami punye pemancar sendiri. Dan stasiun RDK FM di setap semesternya dijadikan tempat ujian praktikum siaran radio.

Tema yang kami angkat saat siaran bermacam-macam. Mulai dari yang serius membahas perpolitikan nasional hingga yang ringan-ringan soal kuliner dan jalan-jalan. Tetapi yang paling digemari pendengar adalah tentang hubungan antarpribadi. Galau dan penanggulangannya, curhat, dsb. Kami tiba-tiba berpura-pura sebagai psikolog atau dokter cinta. Hahaha.

Selasa, 07 Mei 2013

Simposium PPI Eropa Amerika di Istanbul



RMOL. Dalam hitungan hari Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Eropa dan Amerika akan mengadakan simposium di Istanbul, Turki. Simposium itu digelar selama tiga hari pada 17-19 Mei 2013 dengan tema 'Mengoptimalkan Peran Demokrasi dan Kemajuan Ekonomi Indonesia Sebagai Modal Menjadi Bangsa yang Besar'.

Kegiatan akbar ini merupakan bagian dari program kerja PPI Turki periode 2013-2014 yang dipimpin oleh Yaumil Fadli Suhairi. Simposium ini akan dihadiri oleh beberapa perwakilan pelajar dari Indonesia yang sedang menimba ilmu di negara-negara kawasan Eropa Amerika seperti Jerman, Prancis, Inggris, Rusia,Ceko,Swedia, Portugal, Kanada dan Amerika.

Ketua Panitia Pengarah (Steering committee) Deden Mauli Darajat menyebutkan, bahwa berdasarkan perkembangan, kegiatan yang akan digelar langsung selama tiga hari ini akan disusun dengan skema Road Map. 

Road Map di hari pertama yaitu rangkaian acara berupa dialog yang dibentuk berdasarkan komisi-komisi, dan nantinya akan terbagi menjadi 3 komisi antara lain komisi Kepemimpinan dan Demokrasi, Komisi Sains dan Teknologi, serta Komisi Ekonomi dan Kewirausahaan. 

"Komisi ini sendiri dibentuk berdasarkan gabungan perwakilan para pelajar Indonesia yang datang dari berbagai negara di kawasan Eropa dan Amerika. Hasil dari dialog ini akan ditutup dengan pengesahan Piagam Istanbul yang sebelumnya akan dirumuskan dalam rapat paripurna dan diserahkan sebagai rekomendasi untuk Indonesia," ujar Deden seperti dalam rilis yang diterima redaksi, (Jumat, 3/5).

Selanjutnya di hari kedua ungkap Deden, akan dilaksanakan seminar bertemakan 'Mengoptimalkan Peran Demokrasi dan Kemajuan dengan pemeteri Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia, Azwar Abubakar dan Menteri Pemuda dan Olahraga, KMRT Roy Suryo.

"Acara seminar ini terbuka untuk umum dan akan dihadiri kurang lebih 200 peserta dari berbagai elemen masyarakat Turki," ungkapnya. 

Setelah beres dengan agenda di dua hari pertama, Operating Committee Firdaus Guritno akan mengajak para peserta simposium menjelajahi tempat-tempat wisata dan bersejarah di wilayah Istanbul seperti Museum Hagia Sophia, Museum Dolmabahçe, Topkapı Sarayı yang dikemas dalam kegiatanfield trip. 

Acara akbar kali ini juga didukung oleh pihak KBRI dan KJRI Turki serta pihak konsulat kehormatan di beberapa wilayah Turki. Untuk media partner sendiri, Panitia simposium PPI Eropa Amerika ini juga bekerjasama dengan pihak Radio PPI Dunia, yaitu radio streaming online para pelajar Indonesia yang berada di luar negeri. 

Yaumil Fadli Suhairi, selaku Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Turki mengharapkan agar Simposium yang akan berlangsung di pertengahan Mei 2013 ini bisa menjadi sebuah sumbangsih nyata para pelajar Indonesia di Turki untuk perkembangan iptek, kewirausahaan juga politik khususnya di bidang reformasi di Indonesia nantinya. [rsn]