Sabtu, 11 Mei 2013

Saat Senggang Dengarlah Radio


Pagi tadi. Ya, pagi tadi saya diwawancara sama Radio Repubik Indonesia (RRI) Pro3 FM. Hampir satu jam wawancara melalui telepon seluler yang membahas tentang Simposium PPI Eropa Amerika yang akan diadakan di Istanbul, Turki. Secara umum wawancara membahas acara yang akan berlangsung pada 17-19 Mei 2013 di kampus Universitas Fatih itu.

Wawancara itu berlangsung mulai pukul 08.00 WIB, yang berarti saya yang berada di Ankara pukul 04.00 pagi. Adzan subuh pun belum berkumandang. Pekan lalu juga sama, saya diwawancara oleh Radio PPI Dunia, ini waktunya agak bersahabat, sore pukul 17.00 waktu Turki. Dan yang mewawancarai saya itu teman sendiri yang sedang belajar di Kayseri, Turki.

Ini tulisan tentang radio. Saya tidak begitu asing dengan radio. Dulu pertama kali saya berhubungan dengan penyiaran radio ketika mengabdi alias mengajar di Gontor, Ponorogo tahun 2002/2003. Nama radionya adalah Suara Gontor FM disingkat menjadi Suargo 102,9 FM. Meski saya ditugaskan di Photocopy Asia saya sering bertandang ke stasiun radio itu. Saat tulisan ini saya sedang mendengar siaran Suargo FM melalui internet.

Teman saya yang biasa mengudara mengajak saya untuk duet bareng. Tentu saya senang dan langsung menerima ajakan itu. Terkadang pernah juga saya mengudara sendiri menyapa pendengar di Ponorogo dan sekitarnya. Asiknya siaran radio itu ada timbalbalik langsung. Semisal ada yang menelepon dan mengirim sms untuk pesan lagu atau diskusi sebuah tema.

Sebab ketika kita siaran di sebuah stasiun, kita hanya dihadapkan dengan sebuah layar komputer dan alat-alat pemutar musik. Artinya kita harus membangun imajinasi menyapa orang tanpa melihat orang yang kita sapa. Maka ketika ada pesan masuk untuk memesan lagu atau mendiskusikan tema yang kita berikan itu sebuah hal yang sangat menyenangkan. Bahwa kita siaran tidak sendiri dan ada pendengarnya.

Rasa grogi saat siaran pasti ada. Tapi kalau sudah biasa groginya tinggal sedikit. Apalagi jika kita siarannya berdua. Selalu ada yang renyah untuk disampaikan kepada pendengar. Celotehan yang tak dikira sebelumnya membuat hangat sebuah siaran. Efek setelah siaran adalah nama kita sebagai penyiar tidak asing di telinga pendengar radio kita. Apalagi kalau si pendengar itu selalu menyetel radio kita.

Siaran di RDK FM
Mungkin hal ini juga yang menguatkan saya memilih jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di tahun pertama kuliah pada tahun 2004 di Ciputat saya dan teman-teman berinisiatif untuk mendirikan radio komunitas. Sebelum mendirikan radio kampus, kami mengunjungi beberapa stasiun radio di Jakarta dan sekitarnya.

Dan kami pun membuat proposal pendirian radio kepada Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Konumikasi UIN Jakarta. Dekan pun senang dan berdirilah Radio Dakwah dan Komunikasi disingkat menjadi RDK FM. Radio ini hanya mengudara di sekitaran Ciputat. Setelah mendirikan kami pun menjadi penyiar di radio tersebut.

Awalnya RDK FM hanya disiarkan di kantin Fidkom UIN Jakarta sebelum memiliki pemancar sendiri. Kami memasang speaker di sudut kantin yang kabelnya tersambung sampai ke lantai 7, dimana stasiun RDK FM berada. Lama kelamaan, kami punye pemancar sendiri. Dan stasiun RDK FM di setap semesternya dijadikan tempat ujian praktikum siaran radio.

Tema yang kami angkat saat siaran bermacam-macam. Mulai dari yang serius membahas perpolitikan nasional hingga yang ringan-ringan soal kuliner dan jalan-jalan. Tetapi yang paling digemari pendengar adalah tentang hubungan antarpribadi. Galau dan penanggulangannya, curhat, dsb. Kami tiba-tiba berpura-pura sebagai psikolog atau dokter cinta. Hahaha.

0 komentar:

Posting Komentar