Pas kecil dulu saya sering disuruh ibu untuk membeli sesuatu ke warung. Apa saja yang diminta saya turuti sebisa saya. Kadang telur, kerupuk, makanan, bahan makanan dan semacamnya.
Saya tidak ingat tentang keadilan pendelegasian untuk membeli sesuatu itu kepada kakak-kakak saya juga atau tidak. Yang saya ingat saya selalu semangat untuk berbelanja meski tidak diberi upah.
Saking semangatnya, ibu saya yang waktu itu menyuruh saya membeli bihun dua bungkus, eh saya salah membelinya. Saya bilang sama pedagangnya kalah saya mau beli soun.
Dan dua bungkus soun sudah ada di tangan, kemudian saya berikan pada ibu saya. Hampir saja saya keluar rumah untuk kembali bermain bersama kawan-kawan, ibu saya memanggil saya. "Apa yang kamu beli?" tanya ibu.
"Soun," jawab saya. "Kan, ibu bilang, ibu butuhnya bihun," tandas ibu. Kemudian saya balik lagi membawa itu soun. Dan si penjaga warung senyam-senyum. Pasalnya, sebelum saya membeli dia bertanya dulu pada saya. "Bihun apa soun," tanya dia, saya jawab "Soun."
Saat itu saya tidak terlalu peduli apa itu soun dan apa itu bihun. Yang penting warna sama dan bentuknya mirip. Eh, rupanya salah. Apa perbedaan mendasar antara soun dan bihun. Soun itu lebih besar dan lebih lembek ketimbang bihun jika sudah dimatangkan.
Ah, itu hanya pelajaran keakuratan tentang sesuatu yang saya kadang tidak peduli terhadapnya.
Agar tidak terulang lagi, terpaksa ibu saya mencatat apa-apa saja yang akan dibeli. Gunanya agar saya tidak salah membeli dan tidak lupa tentunya. Sampai saat ini saya masih belajar mencatat, karena kapasitas ingatan tidak selalu akurat.
0 komentar:
Posting Komentar