Selasa, 22 Mei 2012

Tentang Sebuah Catatan Perjalanan


Pembaca budiman, mungkin ada yang bertanya mengapa subjudul blog ini bertulisan 'sebuah catatan perjalanan'. Bagi saya, hidup adalah perjalanan. Blog ini merupakan kumpulan tulisan tentang apa saja yang ingin saya tulis atau renungan pemikiran yang dikemas dengan gaya bertutur. Gaya penulisan di blog ini juga tidak terpaku dengan cara penulisan ilmiah atau tata cara menulis dari berbagai buku. Saya hanya ingin tulisan itu mengalir.

Dalam sebuah perjalanan, kita membutuhkan sebuah perencanaan. Baik perjalanan itu pendek maupun panjang, tetap saja butuh perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik adalah setengah dari perjalanan. Setengah lainnya adalah pelaksanaan perencanaan perjalanan itu. Dalam perencanaan kita pasti sudah mengetahui bagaimana akhir perjalanan yang akan kita lakukan. 


Barang bawaan rombongan kami saat di Oxford, Inggris tahun 2010.
Tidak lupa dalam perencanaan kita juga mencatat berbagai kebutuhan dan bermacam keinginan. Yang paling utama adalah kita mempersiapkan kebutuhan primer, baru kemudian kebutuhan sekunder dan keinginan-keinginan lainnya. Namun dalam hal ini juga kita harus tahu kapasitas diri kita dalam menapaki sebuah perjalanan. Setelah perencanaan dan persiapan perjalanan dilakukan dengan baik, selanjutnya adalah menapaki perjalanan.

Terkadang, tidak semua yang perjalanan yang direncanakan sesuai dengan keinginan kita. Namun, paling tidak dengan adanya perencanaan kita mengumpulkan data tentang kemungkinan-kemungkinan lainnya yang bisa kita lakukan jika tidak sempat menyiapkannya atau memang di luar dugaan kita. Kemungkinan itu bisa baik ataupun buruk. Dalam perjalanan inilah dibutuhkan sebuah keberanian. Seperti tulisan besar yang terpampang di sebuah reklam besar di Jl. Warung Buncit, Jakarta Selatan. "Ada 1001 kesempatan dan hanya butuh satu keberanian untuk melakukannya". Begitulah kira-kira tulisan itu yang terdapat gambar Hatta Rajasa-nya.

Beberapa waktu lalu di awal April 2012, dalam sebuah perjalanan Jakarta-Yogyakarta untuk menghadiri undangan pernikahan rekan kami Fernan Rahadi , misalnya, rombongan kami belum hapal betul jalan mana yang akan kita lalui. Apakah melalui jalur utara atau selatan. Karena waktu itu termasuk long weekend maka dipastikan di jalan manapun pasti tercadi kemacetan. Akhirnya kami memutuskan untuk melalui jalur selatan setelah meleweti Cirebon. 


Pernikahan Fernan di kampus UIN Yogyakarta, 8 April 2012.
Di tengah jalan, ada jembatan yang putus dan akhirnya kami harus memutar. Dan di jalan putaran itu ada lebih dari 17 titik dan di setiap titik-titik itu ada orang-orang yang meminta 'uang receh' di jalan yang ada kubangan atau lubangnya. Mereka memang menunjukkan kepada para pengemudi jalan yang berlubang. Karena pengalaman itu, maka pulangnya kami mengambil arah lain. Kami benar-benar melalui jalur selatan dari Yogyakarta terus Bandung kemudian Jakarta. Agar tidak nyasar maka kami menggunakan google maps dari Blackberry. Alhamdulillah perjalanan kami lancar dan selamat sampai tujuan di Jakarta.

Keberanian. Satu kata ini adalah kunci dalam menapaki sebuah perjalanan. Terlepas bahwa setelah kita melaluinya salah atau benar. Sebab dari pengalaman salahlah kita akan menjadi benar. Jika saja kita tidak berani, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Selain itu, dalam perjalanan kita banyak menerima tantangan dan kita harus siap dengan berbagai tantangan dan rintangan sekalipun.

Pernah suatu hari di awal tahun 2011 lalu, setalah berkumpul, salah satu diplomat di KBRI Ankara mengajak saya jalan-jalan secara dadakan. Perkumpulan itu sendiri selesai tengah malam dan pagi harinya jalan-jalan itu akan dilakukan. Tak ada persiapan apapun. Tapi, karena saya penyuka jalan dan jalan-jalan, kesempatan baik itu tidak ingin dilewatkan begitu saja, hehehe. Saya pun ikut jalan-jalan dengan seadanya. Pakaian yang ada dan uang seadanya. Tapi ini tak menghilangkan rasa senang dalam perjalanan. Malah lebih 'menantang'.
Perjalanan dadakan ke Pamukkale

Dadakan. Hidup juga terkadang dadakan. Jika kita tidak siap dengan dadakan maka kita akan terkaget seakan tak dapat menerimanya. Kalau kita sering menghadapi sebuah situasi dadakan dan kita selalu bisa menghadapinya dengan tabah dan dilakukan dengan baik, niscaya kita tidak akan terkaget-kaget jika kita menemuinya dalam kehidupan ini. Sebab dalam sebuah perjalanan kita selalu menghadapi situasi yang selalu mendadak.

Misalnya, dalam sebuah perjalanan mengelilingi kota-kota di Inggris, rombongan kami tidak mendapatkan hotel maupun hostel saat kami berada di Oxford. Sudah kami mengelilingi semua hostel dan hotel di wilayah itu dan hasilnya nihil. Jika pun ada itu adalah hotel berbintang, yang kami sebagai mahasiswa, tidak mampu membayarnya karena uang kami pas-pasan. Padahal hari itu sudah beranjak malam. Dalam keadaan ini semua kemungkinan kita coba satu persatu.

Yang pertama adalah kita mencari adakah orang Indonesia yang menetap di Oxford. Jika ada berapa nomor hape yang bisa kita hubungi. Selanjutnya adalah apakah orang itu mau menerima kita untuk menginap di rumahnya. Dan seterusnya. Pahitnya adalah, jika tidak juga mendapatkan penginapan gratis, terpaksa kami harus menginap di hotel berbintang. Karena waktu itu mau masuk musim dingin dan dipastikan kami tidak mampu melawan cuaca itu. 


Jamuan makan di rumah Mas Landry, Mahasiswa S3 Oxford University
Beruntunglah kami malam itu. Salah seorang mahasiswa dokotoral, Mas Rahmat Wibowo yang baik hati (sekarang sudah lulus dan mengajar di Universitas Indonesia) menjamu kami dengan masakan Indonesia di rumahnya di kawasan Universitas Oxford. Rupanya selain kami, Mas Rahmat juga mengundang beberapa orang Indonesia yang tinggal di Oxford. Usai jamuan malam itu kami dibagi tiga kelompok untuk menginap di tiga tempat orang Indonesia. 



Dalam perjalanan juga kita akan menghadapi berbagai macam tipikal dan budaya orang-orang yang kita temui. Kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan dan orang-orang di dalamnya. Kelenturan dibutuhkan agar kita dapat tetap bertahan dalam perjalanan. Kecuali dalam beberapa hal yang kita anggap sebagai pegangan hidup dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan, dalam ajaran agama pun ada beberapa keringanan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan. Shalat bisa dijama dan diqhashar, misalnya. 

Banyak pelajaran yang berharga dalam melakukan perjalanan. Pengalaman itu tidak akan kita dapatkan jika hanya kita berdiam diri di rumah. Seeperti halnya pepatah arab yang mengatakan, air akan rusak jika ia tidak mengalir. Begitupun manusia. Kita membutuhkan perjalanan, agar hidup kita tidak statis. Tidak bosan dan selalu menggairahkan.




Dalam perjalanan kita pasti menemui pemberhentian. Setiap pemberhantian adalah istirahat untuk melakukan perjalanan lainnya. Hidup juga adalah menunggu pemberhentian akhir hayat. Jika kita menyiapkannya dengan baik, maka perjalanan selanjutnya pun akan baik. Kita pasti lelah dalam berjalan, tapi kita pasti senang dengan perjalanan jika dilakukan dengan persiapan yang matang. Persiapan yang matang adalah dengan membaca dan banyak belajar.

Blog ini dimaksudkan untuk mencatat sebuah perjalanan yang sudah, sedang dan akan saya lakukan. Hidup adalah perjalanan. Perjalanan adalah hidup. Sebab, Multatuli pernah mengatakan, saya akan dibaca. Atau, narasi besar lainnya adalah, saya mencatat maka saya ada. Termasuk mencatat sebuah perjalanan. 



0 komentar:

Posting Komentar