Sabtu, 21 Januari 2012

Jembatan untuk Bersekolah di Lebak

Sedikit emosional catatan kali ini. Betapa tidak, jembatan yang rusak namun tetap dipakai menyeberang oleh anak-anak sekolah itu kemudian diphoto dan diberitakan oleh media Inggris Daily Mail. Bukan cuma soal pemberitaan itu, namun jembatan itu memang sudah lama ada dengan kondisi yang tidak baik. Rupanya jembatan itu tidak berubah sejak dulu hingga bertambah rusak saat ini. Entah mengapa.

Saat menjadi mahasiswa di Jakarta, kadang seminggu sekali saya pulang kampung ke Rangkasbitung, Lebak, Banten. Menggunakan kereta api langsam Kota-Rangkasbitung saya kembali ke kota kelahiran itu selama 2 jam perjalanan. Namun, saat bekerja di Jakarta saya terkadang menggunakan bus dari Jakarta ke Rangkasbitung. Tidak ada yang nyaman sebenarnya saat di perjalanan, naik kereta pasti penuh sesak, sementara naik bus juga jalannya tidak bagus alias hancur tak terurus.

Di sela liburan kuliah atau bekerja itu saya kadang menemani ibu saya ke sekolah yang saat itu menjadi kepala sekolah di SDN Sangiang Tanjung 02, Kecamatan Kalang Anyar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Untuk menuju sekolah dari rumah saya yang berjarak sekitar 5 kilo meter itu, kami menggunakan angkutan kota (angkot). Setiba di sana kami tidak bisa langsung menuju sekolah, karena kami mesti menyeberang sungai Ciberang.

Untuk menyeberang sungai itu ada beberapa cara. Ada yang menggunakan jembatan, ada juga yang menggunakan perahu kecil. Menggunakan jembatan yang sedikit dan jaraknya jauh memang bukan pilihan utama. Akhirnya kebanyakan guru dan murid yang akan menuju ke sekolah itu menggunakan perahu kecil yang digerek menggunakan tali tambang yang tersambung dari ujung seberang sungai ke seberang.

Kami memberikan ongkos untuk sekali menyeberang kepada pengemudi perahu kecil itu. Kadang jika tidak ada yang menjaga perahu kecil maka para muridlah yang menarik kendaraan bertenaga manusia itu saat para guru akan menyeberang, baik di pagi hari maupun di siang hari. Namun, penggunaan perahu kecil ini terbatas jika air di sungai itu meluap. Apalagi jika banjir datang. Kadang jam sekolah diundur dari biasanya karena harus menunggu guru yang datang terlambat karena harus putar arah menuju sekolahnya.

Kadang saudara kembar saya yang mengantar ibu kami ke sekolah dengan motor melintasi jembatan yang pas-pasan untuk dilewati sebuah kendaraan roda dua. Ada beberapa jembatan penghubung di sungai Ciberang itu. Namun, kebanyakan jembatan itu sudah tidak layak lagi digunakan, banyak di tengah-tengahnya bolong. Artinya sudah tidak nyaman dan berbahaya jika digunakan. Itu dulu pas saya mahasiswa di Jakarta sekitar tahun 2005-2007. Eh, rupanya saat saya jadi mahasiswa di Ankara, Turkey pun masih seperti itu, dan saya tahunya dari berita di Inggris itu.

Pagi tadi saat saya mengecek email kiriman dari teman saya mahasiswa di Belanda, bahwa media di Inggris menerbitkan photo bergambar siswa SD dan SMP menyeberangi jembatan yang rusak untuk bersekolah. Saat saya baca keterangan photo itu, ternyata daerah itu adalah daerah saya di Lebak Banten. Kami pun kemudian berdiskusi, apa yang bisa kami perbuat untuk menyelamatkan aset bangsa itu. Sebab, mereka masih semangat untuk belajar meski melintasi jembatan yang tak layak pakai alias rusak.
Sebenarnya, kabupaten Lebak, Banten tidaklah jauh dari kantor pusat pemerintahan Republik Indonesia di Jakarta. Jarak antara Jakarta dan Kabupaten Lebak sekitar 150 kilometer. Artinya  tidak begitu jauh. Namun kebijakan di Jakarta tidak begitu dirasakan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Ingat, yang dekat saja seperti ini bagaimana dengan bagian Indonesia lainnya yang berada di ujung sana. Atau juga bagaimana kebijakan pemerintah daerah di Kabupaten Lebak atau Provinsi Banten yang tak menyentuh akar rumput? Pertanyaan dasarnya adalah, mengapa ini semua bisa terjadi?

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kemudahan bagi para pelajar yang sedang menuntut ilmu dan memberikan kesadaran kepada para pemimpin kami untuk lebih memikirkan kebutuhan dasar masyarakatnya. Semoga!


0 komentar:

Posting Komentar