Senin, 14 November 2011

Menikmati Lontong di Bin Dawood Mekkah



(Catatan Perjalanan Haji Bagian-2)


Oleh Deden Mauli Darajat




Ini bukan di Indonesia. Ini di Arab Saudi. Tapi suasana pagi di sini serasa di Jakarta atau di kota lainnya di nusantara. Para pedagang di sekitar perempatan Mall Bin Dawood ini menyediakan makanan khas Indonesia, antara lain, lontong gado-gado, bakso, dan yang lainnya.


Sewaktu kembali dari mabit di mina untuk jumrah, saya berjalan menuju hotel plaza dimana saya tinggal bersama rombongan haji Turki, saya melintasi Mall Bin Dawood. Saat itu saya mampir dan memesan satu porsi  gado-gado lontong untuk sarapan pagi, meski sebenarnya di hotel sudah disediakan sarapan, tapi sarapan khas Turki.


Bukannya tidak bisa makan makanan Turki, tapi kalau ada masakan Indonesia saya gak bisa nolak, hehe.  Alasan aja sih. Yang pasti pagi itu saya kaget sekaligus senang. Kaget karena di Ankara, Turki, tempat saya bersekolah tak ada pasar semacam ini. Senang karena masih bisa mencicipi gado-gado lontong di pagi yang sejuk itu.


Rupanya tidak cuma satu warung emperan saja yang menjual masakan Indonesia ini. Tapi masih ada sejumlah warung yang sama. Ada yang hanya menjual bakso dengan pop mie, atau bakso saja. Laiknya pasar kaget, di pasar Bin Dawood ini juga dijual berbagai barang, mulai dari tasbih, baju gamis, buah-buahan dan lain sebagainya.


Mekkah di musim haji memang padat. Kota suci ini didatangi para jemaah haji dari penjuru mata angin. Dengan satu tujuan, melaksanakan rukun Islam yang kelima, yaitu haji. Namun, masyarakat Indonesia pada musim haji bukan hanya berasal dari para jemaah haji, namun juga para mukimin atau yang menetap di Mekkah dan kota lainnya di Arab Saudi sebagai tenaga pekerja atau TKI.


Para tenaga kerja Indonesia (TKI) inilah yang menjual berbagai makanan Indonesia di Arab Saudi. Mereka mengadu nasib di negeri para nabi ini. Diantara yang saya temui ada yang mengaku baru 3 bulan, ada yg sudah 3 tahun, hingga 6 tahun. Kebanyakan yang saya temui mereka belum pernah pulang kampus selama bekerja di Jazirah Arab ini.


Saipuddin, misalnya, yang sudah 2 tahun di Mekkah, tidak ingin pulang kampung sebelum 'menghasilkan' tabungan yang memadai. "Minimal pulkam bisa beli mobil. Malu nanti, jauh-jauh ke sini gak ada hasil," ungkapnya. Saepuddin yang asal sunda itu tidak sendiri, ia bersama istrinya ke arab saudi dengan tujuan yang sama, mencari rejeki di negeri orang.


Selain dagangan masakan Indonesia yang dijual di pasar pagi, sebenarnya masih terdapat restoran atau rumah makan yang menjual masakan Indonesia. Pangsa pasarnya jelas, orang Indonesia, Malaysia dan negara-negara asia lainnya.


Jadi, bagi anda yang ingin ke Mekkah atau Madinah dan hanya bisa makan masakan Indonesia tak perlu khawatir karena hampir di tiap kota di Arab Saudi terdapat penjual masakan Indonesia yang memang tidak ada di Turki. hehe.


(bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar