Reuni Alumni Gontor 2002:
DIMULAI DENGAN TAHLILAN, PESAN DAMAI DARI POSO, HINGGA GORDUL KHOSH DARI ARAB SAUDI
Oleh: Deden Mauli Darajat (Ketua Umum Alumni 2002)
Syahdan, sabtu pagi dini hari, sebagian rombongan dari Depok sudah tiba di lokasi Reuni di Kampus 2 Universitas Islam Bandung (Unisba). Dalam rombongan tersebut terdapat salah seorang alumnus yang terbang dari Medan dan singgah di Jakarta kemudian ikut serta dalam rombongan Depok.
Panitia Reuni Alumni Gontor 2002 di Bandung yang sejatinya akan menjemput di Sabtu pagi, ternyata harus sudah bekerja sejak Jumat malam karena sudah sibuk menjemput dan menerima kedatangan para peserta reuni dari berbagai daerah di Indonesia.
Saya berangkat dari rumah Sabtu pagi dengan transportasi publik, Whoos, dari Jakarta ke Bandung. Sabtu siang, setelah makan siang, para peserta berangkat menuju kolam renang Sabuga ITB. Sepulangnya dari Sabuga, panitia sudah menyiapkan Cuanki spesial yang sangat lezat.
Usai shalat magrib berjamaah, kami melaksanakan tahlilan dan doa bersama untuk para guru, para kyai, dan sahabat-sahabat alumni 2002 yang sudah wafat yang tercatat sebanyak 28 orang dari 672 alumni. Tahlilan ini dipimpin oleh Mustofa Ali Syibromalisi, cucu dari Guru Mughni, ulama besar Betawi yang sangat berpengaruh.
Makan malam sudah tersedia di dapur umum, kami pun kemudian mengantre layaknya santri, ini terasa sangat nikmat sekali. Kami saling sapa dan bercerita tentang perjalanan, tentang masa lalu di Gontor, dan tentang nilai nilai perjuangan.
Bagi kami reuni adalah ajang silaturrahmi, berbagi pengalaman, berbagi ilmu pengetahuan, berbagi nilai nilai perjuangan, selama kami menjadi santri maupun selepas menjadi alumni.
Bahkan acara resmi pun dibingkai dengan canda dan tawa yang dibawakan oleh duet maut MC kawakan Rizky Ardiansyah dan Eka Sukandar. Yang membuat kami hanyut dalam nostalgia adalah ketika kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Hymne oh Pondokku. Rasa rasanya baru kemarin kami belajar bersama di Gontor. Padahal sudah lebih dari 23 tahun menjadi alumni.
Ketua Umum IKPM Gontor Cabang Bandung Raya, M. Nurcholiq, memberikan sambutan pada malam itu. Ia bercerita tentang alumni Gontor yang tersebar di wilayah Priangan. Pun bercerita tentang jumlah pesantren alumni Gontor yang terus bertumbuh dan bertambah yang tercatat sekitar 30an pesantren di wilayah Bandung Raya.
Yang menarik adalah ketika salah satu dari kami yang datang dari Universitas Darussalam (Unida) Gontor, Cecep Sobar Rochmat. Cecep bercerita tentang pengalamannya menjadi wakil pengasuh pertama Gontor Cabang Poso.
Ia mulai bercerita saat dipanggil oleh Pak Kyai Syukri (Allahu Yarhamuhu). Saat itu sejatinya ia menyampaikan maksud kepada Pimpinan Gontor untuk melanjutkan Studi S2 di Malaysia. Semua rekan-rekannnya yang dipanggil itu diizinkan Pak Syukri melanjutkan S2 ke negeri Jiran, kecuali dirinya.
"Kamu harus percaya sama saya. Kamu akan lebih dari S2 bahkan S3," kata Pak Kyai Syukri yang disampaikan Cecep. Sebagai santri, Cecep tidak punya pilihan dan menerimanya dengan takzim.
Cecep kemudian berangkat ke Poso, untuk memimpin Pesantren Cabang Gontor di sebuah daerah konflik di Sulawesi. Sebelum berangkat ia ditanya lagi sama Pak Kyai, "Cecep, apakah kamu siap mati di sana?" Ia jawab, "Siap Pak Kyai," ujar Cecep.
Ketika mengasuh pesantren Gontor di Poso, Cecep membuka komunikasi dengan para pimpinan masyarakat sekitar. Ia datang ke kediaman pemimpin-pemimpin masyarakat tersebut. Kedatangannya disambut baik oleh kedua belah pihak yang berkonflik.
Ketegangan dan konflik yang sudah lama terjadi di sana, mulai surut. Pesan-pesan kedamaian disampaikan 'Gontor' kepada pihak-pihak yang berkonflik. Kabar damai dari Poso selalu disampaikan secara reguler kepada Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla oleh Pak Kyai Syukri.
Sebelum kembali ke Gontor dan menjadi Deputi Wakil Rektor Unida Gontor, Cecep sudah menyelesaikan studi doktoral nya di Palu, Sulawesi Tengah. Benar apa yang disampaikan Pak Syukri bahwa ia akan lebih dari sekadar S2 bahkan kembali ke Gontor sudah membawa gelar S3 Doktor.
Waktu menunjukkan pukul 23.30 WIB. Panitia Reuni Bandung sudah menyiapkan tajamu makrunah bisarden (makan mie instan bersama). Tajamuk makrunah biasa kami lakukan dulu saat menjadi petugas piket malam di Gontor.
Usai penutupan acara malam itu masih terlihat beberapa orang melepas rindu tentang masa lalu. Panitia Bandung juga sudah menyiapkan nonton bareng (nobar) final Liga Champions Eropa yang dimenangkan PSG dengan skor telak 5-0.
Sholat subuh berjamaah kami laksanakan di masjid kampus Unisba. Kemudian kami berolahraga ringan, dilanjutkan 'muhadatsah shabahan' di pelataran asrama kampus yang berada di dataran tinggi Bandung, dengan cuaca yang cukup dingin. Panitia menyediakan kopi dan teh panas, juga gorengan untuk menghangatkan muhadatsah.
Kehangatan sangat terasa ketika salah satu dari kami didaulat untuk bercerita bagaimana bisa ia mendapat istri dari putri seorang Kyai. Nurohman namanya, tapi biasa dipanggil dengan Japra. Saat Japra bercerita, kami selalu tertawa.
Japra memulai kisahnya saat ia berangkat tahun 2007 ke Arab Saudi setelah selesai masa pengabdiannya di Gontor Cabang Kendari. Di Arab Saudi ia mencari rezeki selama lebih dari tiga tahun. Selain bekerja ia pun aktif dan punya beberapa akun Facebook.
Dari Facebook itu Japra berkenalan dengan banyak teman baru. Salah satunya adalah seorang perempuan dari Tasikmalaya. Salah satu unggahan di Facebook perempuan Tasik itu adalah foto para santri yang sedang nobar Piala Dunia 2010.
"Kamu anaknya Pimpinan Pesantren ya?" tanya Nurohman di akun Facebook perempuan itu. "Lastu (bukan saya)," jawab si empunya akun. Setelah diteliti lebih lanjut perempuan ini benar sebagai putri dari seorang Kyai.
Awal 2011, Nurohman pulang dari Arab Saudi ke kampung halamannya. Selang beberapa pekan ia datang ke Pesantren Riyadhul Ulum Wadda'wah Condong Tasikmalaya.
Ia bertemu dengan Kyai Pesantren tersebut dengan menyampaikan 'Gordul Khosh' atau pesan khusus. Pesan itu pun diterima. Kyai itu kemudian mengirim utusan untuk menyelidiki tentang calon menantunya.
Di pertengahan tahun 2011, Nurohman menikahi putri sang Kyai dari Tasikmalaya, yang ia kenal sejak di Arab Saudi melalui media sosial Facebook. Kini ia diberi amanah sebagai Wakil Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Riyadhul Ulum, Condong, Tasikmalaya.
Usai muhadatsah kami sarapan dan bersiap untuk kembali ke rumah masing masing. Mengapa reuni dilaksanakan di Bandung? Karena amanat kesepakatan kami saat Reuni 2024 di UIN Jakarta adalah Reuni 2025 dilaksanakan di Unisba Bandung.
Sejak bulan Ramadhan tahun ini kami berkoordinasi untuk menyukseskan acara reuni di Bandung. Ketua panitianya adalah Amrullah Hayatudin, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor 3 Unisba Bandung. Amrullah, Abdullah Yazid, Ali Karta, Budi, dan teman teman panitia luar biasa telah menyiapkan perhelatan dengan sedemikian rupa.
Tahun depan insyaallah Reuni akan dilaksanakan di Gontor dalam rangka memperingati 100 tahun Gontor. Didaulat saat penutupan reuni Bandung adalah Cecep Sobar Rochmat untuk menjadi ketua panitia reuni 2026 di Gontor. Secara simbolis Amrullah memberikan tongkat estafet kepada Cecep.
Peserta pun kemudian pamit satu persatu meninggalkan kampus Unisba yang asri. Saya diajak teman akrab sejak tahun 1996 bernama Yusuf, untuk mencicipi kuliner di Lembang. Sebelumnya kami membeli susu murni dari Lembang.
Ternyata kuliner yang dijanjikan Yusuf adalah makanan pangsit yang sangat lezat buatan istri nya. Ia dan istrinya menjadi pengusaha pangsit di kedai pelataran Mall Yogya di Lembang, Bandung, Jawa Barat. Saya sangat merekomendasikan Anda untuk mencicipi makanan ini.
Sore Ahad, kami kembali ke rumah. Dari reuni ini kami mendapat banyak pelajaran penting. Tidak terhitung betapa bersyukurnya kami pernah mengenyam pendidikan di Gontor, yang mengajarkan kehidupan dan persaudaraan, mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan, mengajarkan pentingnya perjuangan dan kemampuan beradaptasi, serta nilai nilai luhur untuk tetap menjadi manusia yang dapat bermanfaat untuk sesamanya. Tabik.
0 komentar:
Posting Komentar