Photo: antaranews.com |
(Catatan lama di Facebook)
Siang itu,
Selasa (28/4/2009) panasnya mentari tak menyusutkan niat Ina (nama samaran, 9
tahun) untuk mengamen di sebuah angkutan umum jurusan Kampung Melayu- Pasar
Minggu. Angkot nomor 16 itu membawa 13 penumpang dan seorang sopir. Di antara
pera penumpang itu terdapat Ani (nama samaran, 9 tahun) yang sedang asik
mempelajari kosa kata bahasa Inggris.
Ina pun mulai
menyanyikan lagu ‘Ibu' ciptaan Iwan Fals dengan menggunakan gitar kecil yang
dipetiknya saat angkot mulai berjalan. Ina yang mendendangkan lagu dengan duduk
di depan pintu angkot itu tetap saja bernyanyi walau pun nyanyiannya tidak
terdengar karena kalah dengan kerasnya suara klakson mobil yang berada di
belakang angkot itu.
Lagu 'Ibu' yang
dinyanyikan Ina sangat menyentuh hatinya. Sebab, Ina tak pernah merasakan
manisnya kasih sayang ibunya yang biasa dirasakan Ani. Bahkan Ina juga harus
bertahan hidup dan menghidupi keluarganya termasuk ibunya. saat-saat yang indah
bagi anak-anak pada umumnya, tak dirasakan Ina. Bahkan, Ina pun tak pernah
memiliki rumah seindah rumah Ani.
Sementara itu,
Ani yang belajar bahasa Inggris di dalam angkot bersama temannya bernama Andi,
begitu serius. Kadang-kadang terdengar tawa manis dibibir kedua cilik itu, jika
salah satu di antaranya tak bisa menjawab pertanyaan kosa kata bahasa Inggris
yang ditanyakan. Di angkot itu, kedua cilik yang belajar bahasa Inggris
ditemani masing-masing ibunya.
Ani dan Ina
sebenarnya sama. Mereka sama-sama mengenakan kaos dan celana jeans serta gelang
di tangan keduanya. Namun yang berbeda, kaos dan celana jeans yang dikenakan
Ani lebih bagus dibanding Ina, bahkan jeans yang dikenakan Ina sudah kumel dan
sobek. Selain itu, gelang yang dikenakan Ani terbuat dari emas, sementar Ina
hanya mengenakan gelang karet.
Tak terasa,
nyanyian yang didendangkan Ina sudah selesai, ia pun membuka plastik kecil yang
diedarkan kepada seluruh penumpang angkot itu. Di antara pemberi uang itu
adalah Ani dengan memberikan uang logam kuning untuk Ina. Jakarta memang sebuah
paradoks. “Di Jakarta ini, orang paling kaya dan orang paling miskin pun ada,”
kata Seorang pejabat di sebuah sambutan acara ‘Jakarta yang nyaman dan ramah
lingkungan’.
0 komentar:
Posting Komentar