Selasa, 27 November 2012

Ani dan Ina, Sebuah Paradoks di Jakarta

Photo: antaranews.com

(Catatan lama di Facebook)

Siang itu, Selasa (28/4/2009) panasnya mentari tak menyusutkan niat Ina (nama samaran, 9 tahun) untuk mengamen di sebuah angkutan umum jurusan Kampung Melayu- Pasar Minggu. Angkot nomor 16 itu membawa 13 penumpang dan seorang sopir. Di antara pera penumpang itu terdapat Ani (nama samaran, 9 tahun) yang sedang asik mempelajari kosa kata bahasa Inggris.

Ina pun mulai menyanyikan lagu ‘Ibu' ciptaan Iwan Fals dengan menggunakan gitar kecil yang dipetiknya saat angkot mulai berjalan. Ina yang mendendangkan lagu dengan duduk di depan pintu angkot itu tetap saja bernyanyi walau pun nyanyiannya tidak terdengar karena kalah dengan kerasnya suara klakson mobil yang berada di belakang angkot itu.

Lagu 'Ibu' yang dinyanyikan Ina sangat menyentuh hatinya. Sebab, Ina tak pernah merasakan manisnya kasih sayang ibunya yang biasa dirasakan Ani. Bahkan Ina juga harus bertahan hidup dan menghidupi keluarganya termasuk ibunya. saat-saat yang indah bagi anak-anak pada umumnya, tak dirasakan Ina. Bahkan, Ina pun tak pernah memiliki rumah seindah rumah Ani.

Sementara itu, Ani yang belajar bahasa Inggris di dalam angkot bersama temannya bernama Andi, begitu serius. Kadang-kadang terdengar tawa manis dibibir kedua cilik itu, jika salah satu di antaranya tak bisa menjawab pertanyaan kosa kata bahasa Inggris yang ditanyakan. Di angkot itu, kedua cilik yang belajar bahasa Inggris ditemani masing-masing ibunya.

Ani dan Ina sebenarnya sama. Mereka sama-sama mengenakan kaos dan celana jeans serta gelang di tangan keduanya. Namun yang berbeda, kaos dan celana jeans yang dikenakan Ani lebih bagus dibanding Ina, bahkan jeans yang dikenakan Ina sudah kumel dan sobek. Selain itu, gelang yang dikenakan Ani terbuat dari emas, sementar Ina hanya mengenakan gelang karet.

Tak terasa, nyanyian yang didendangkan Ina sudah selesai, ia pun membuka plastik kecil yang diedarkan kepada seluruh penumpang angkot itu. Di antara pemberi uang itu adalah Ani dengan memberikan uang logam kuning untuk Ina. Jakarta memang sebuah paradoks. “Di Jakarta ini, orang paling kaya dan orang paling miskin pun ada,” kata Seorang pejabat di sebuah sambutan acara ‘Jakarta yang nyaman dan ramah lingkungan’.

0 komentar:

Posting Komentar