“Kalau kamu tidak lebih baik
daripada saya, lebih baik kamu tidak usah lahir dan saya tidak usah mati, hanya
nambah jatah beras saja.” Begitulah salah satu isi ceramah KH Hasan Abdullah
Sahal.
Santri dan alumni Gontor siapa yang
tidak mengenal ceramah-ceramah beliau yang menggugah. Kata-katanya sederhana
tapi mengena. Dalam gurauannya terselip hikmah yang dalam untuk direnungkan.
Photo: putri1.gontor.ac.id |
Ustadz Hasan, begitu kami
memanggilnya, adalah guru yang tawadhu, rendah hati, meskipun kepada para
santrinya. Hinga saat ini saya selalu kangen dengan ceramah-ceramahnya. Beliau
adalah pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor.
Dulu saat saya mengabdi di Gontor,
suatu pagi usai shalat subuh saya mendapatkan surat tugas untuk mengisi
pelajaran Hadits kelas enam (setingkat tiga SMA) menggantikan Ustadz Hasan. Pusing juga saat itu,
karena selain saya mengisi adik kelas saya satu tingkat, juga harus menggantikan
Pak Kyai.
Mengisi kelas adik setingkat itu
agak susah. Soalnya salah satu santri ada yang pernah satu kamar di asrama,
misalnya. Atau bagaimana saya mengajarkan pelajaran itu sementara saya juga
baru lulus. Beruntung waktu itu, usai saya membaca absensi, Ustadz Hasan tiba
ke kelas dan saya ijin undur diri.
Pengabdian di Gontor adalah
kewajiban. Santri yang lulus dari Gontor setingkat lulus SMA harus mengajar di
pesantren-pesantren alumni yang ada di Indonesia selama satu tahun. Ada yang
mendapat pengabdian di Sumatera, ada yang di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
yang lainnya. Saya kebetulan ditetapkan untuk mengabdi di Gontor selama
setahun.
Senin, (19/11/2011) saudara kembar
saya berkunjung ke Gontor dan bertemu dengan beliau dan meminta nasihatnya.
Ustadz Hasan bercerita banyak tentang kehidupan pondok. Ia juga bercerita
tentang pesantren Al-Muqaddasah yaitu pesantren untuk penghafal Alquran yang ia
pimpin.
Selain memimpin Gontor, Ustadz
Hasan memimpin sebuah pesantren untuk penghafal Alquran. Letaknya tidak jauh
dari Gontor. Hari-harinya diisi untuk mengembangkan pondok Gontor yang setiap
tahun selalu ada kemajuan. Saat ini cabangnya tersebar dimana-mana, dari ujung
Sumatera hingga Sulawesi.
Sejak KH Abdullah Syukri Zarkasyi
sakit beberapa bulan lalu, Kyai Hasan fokus memimpin Gontor bersama KH Syamsul
Hadi Abdan. Apalagi Kyai Syamsul tahun ini berangkat haji. Otomatis Kyai Hasan
sendiri memimpin Gontor selama Kyai Syamsul berhaji. Pesantren Almuqaddasah
yang beliau pimpin diserahkan kepada putera pertamanya.
Dalam perbincangan bersama putera
pendiri Gontor, KH Ahmad Sahal, itu mengatakan, saat ini beliau sedang
menyelesaikan tulisan-tulisannya, yaitu semua kumpulan khutbah, ceramah dan
nasehat. “Kalau tidak begini takut ada wasiat yang terlewatkan,” katanya.
Selain itu, beliau mengungkapkan,
dirinya sudah tua. Setiap hari memperbanyak berzikir, bertakbir, bertasbih dan
amalan yang lainnya. “Amal shaleh apa yang akan saya bawa,” ungkapan
kehawatiran seorang Kyai Hasan.
Dalam hati saya, wow, kyai yang
sudah hafal Alquran, memiliki ribuan santri, memimpin dua pesantren besar, masih saja menghawatirkan
amal shalehnya. Subhanallah. Sementara saya yang waktunya kebanyakan dihabiskan
dengan sia-sia jarang menghawatirkan itu. Astaghfirullah.
Makasih tulisannya ust... :)
BalasHapusMakasih kembali ustadz :)
BalasHapus