Minggu, 04 Mei 2014

Pemblokiran Twitter dan Pemilu Turki 2014


Oleh Deden Mauli Darajat
(Alumnus Universitas Ankara Turki dan Dosen Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Media sosial saat ini memang menjadi sebuah alat untuk mengawasi proses politik di negara-negara demokrasi. Pemblokiran twitter yang dilakukan oleh Perdana Menteri Republik Turki, Recep Tayip Erdogan menjadikannya semacam memakan buah simalakama bagi dirinya dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpinnya menjelang pemilihan umum kepala daerah yang serentak dilakukan pada 30 Maret 2014 mendatang.

Skandal Korupsi

Pada 17 Desember 2013 lalu sebuah kabar mengejutkan tentang skandal korupsi yang melibatkan orang-orang di pemerintahan Turki yang dipimpin Erdogan. Terdapat tiga anak menteri yang tertangkap dalam operasi korupsi tersebut yaitu Menteri Ekonomi, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Perencanaan Kota, ketiga menteri itu akhirnya mundur dari jabatannya.

Yang lebih menghebohkan adalah adanya suara rekaman antara Erdogan dan anaknya, Bilal Erdogan, tentang penyimpanan sejumlah uang beberapa saat sebelum operasi korupsi. Rekaman tersebut disebar di media sosial, seperti twitter, facebook dan youtube. Erdogan terlihat marah besar dengan adanya rekaman suara dan penyebarannya dalam media sosial.

Kita belum bisa memastikan apakah Erdogan dan orang-orang di sekelilingnya itu terlibat dalam skandal korupsi, karena memang belum terbukti dalam pengadilan. Peribahasa Turki mengungkapkan ‘masa, kasa, nisa’ yang bermakna meja, kasir, wanita, atau dalam bahasa kita biasa disebut, tahta, harta , wanita. Erdogan sudah memimpin Turki dengan jabatannya sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2003. Teman saya yang warga Turki, Selim, mengatakan, bisa saja Erdogan silau dengan kekuasaan yang akhirnya ia terjerembab dalam kubangan korupsi.

Bagai memakan buah simalakama, di satu sisi pemblokiran twitter dimaksudkan untuk dapat mengurangi atau menghentikan penyebaran rekaman suara Erdogan dan anaknya di media sosial. Ini merujuk kepada fenomena ‘Arab Spring,’ dimana informasi untuk melakukan aksi melalui media sosial terutama twitter dapat cepat menyebar. Erdogan enggan dirinya atau partainya kalah dalam pemilu 30 Maret 2014 mendatang disebabkan informasi negatif tentang dirinya dan partainya yang menyeruak dalam media sosial. Meski begitu informasi tentang korupsi ini tetap saja tidak bisa dibendung.

Di sisi lain, pemblokiran twitter memiliki efek yang cukup kuat yaitu protes yang dilakukan oleh warga Turki dan warga internasional. Media sosial merupakan media yang dapat dimanfaatkan oleh warga dunia untuk melakukan komunikasi yang dapat diakses tanpa hambatan geografis. Penggunaan media sosial di dalam sebuah negara tergantung dengan sistem pers di negara tersebut.

Republik Islam Iran, misalnya, sistem pers di negara tersebut adalah sistem pers otoritarian, dimana pers dan media diatur sedemikian rupa dan dikontrol oleh pemerintah.  Sistem ini menjadikan warga Iran tidak bebas dalam menyuarakan pendapatnya melalui media massa dan media sosial di negaranya. Dengan sistem pers otoritarian, pemerintah Iran menutup akses terhadap media sosial bagi warganya.

Dengan pemblokiran twitter ini, Turki mendapat kecaman dari dunia internasional. Dilihat dari empat sistem pers, yaitu sistem pers otoritarian, sistem pers komunis, sistem pers libertarian dan sistem pers tanggungjawab sosial, Turki sepertinya hendak menuju sistem pers otoritarian dimana pers dan media sosial dikontrol oleh pemerintah. Apapun alasan pemblokiran twitter sulit untuk diterima. Sebab, penggunaan media sosial adalah hak warga untuk menyuarakan pendapatnya.


Pemilu 81 kepala daerah di Turki yang akan berlangsung 30 Maret 2014 dan diikuti oleh 27 partai politik mendatang ini menjadi momentum kita untuk membaca peta politik Turki masa mendatang. Pertanyaannya adalah dengan adanya skandal korupsi dan pemblokiran twitter ini masih bisakah partai AKP memenangkan pemilu 2014 mendatang dengan melihat ke belakang bahwa pada 2011 AKP memenangkan pemilu legilatif dengan 49 persen suara, atau malah partai oposisi yang akan mengambil-alih kekuasaan? 

0 komentar:

Posting Komentar