Oleh
Deden Mauli Darajat
(Alumnus
Universitas Ankara Turki dan Dosen Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Media sosial saat ini memang menjadi sebuah alat
untuk mengawasi proses politik di negara-negara demokrasi. Pemblokiran twitter
yang dilakukan oleh Perdana Menteri Republik Turki, Recep Tayip Erdogan menjadikannya
semacam memakan buah simalakama bagi dirinya dan Partai Keadilan dan
Pembangunan (AKP) yang dipimpinnya menjelang pemilihan umum kepala daerah yang
serentak dilakukan pada 30 Maret 2014 mendatang.
Skandal
Korupsi
Pada 17 Desember 2013 lalu sebuah kabar mengejutkan
tentang skandal korupsi yang melibatkan orang-orang di pemerintahan Turki yang
dipimpin Erdogan. Terdapat tiga anak menteri yang tertangkap dalam operasi
korupsi tersebut yaitu Menteri
Ekonomi,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Lingkungan Hidup dan Perencanaan Kota,
ketiga menteri itu akhirnya mundur dari jabatannya.
Yang lebih menghebohkan adalah adanya suara rekaman
antara Erdogan dan anaknya, Bilal Erdogan, tentang penyimpanan sejumlah uang
beberapa saat sebelum operasi korupsi. Rekaman tersebut disebar di media
sosial, seperti twitter, facebook dan youtube. Erdogan terlihat marah besar
dengan adanya rekaman suara dan penyebarannya dalam media sosial.
Kita belum bisa memastikan apakah Erdogan dan orang-orang
di sekelilingnya itu terlibat dalam skandal korupsi, karena memang belum
terbukti dalam pengadilan. Peribahasa Turki mengungkapkan ‘masa, kasa, nisa’
yang bermakna meja, kasir, wanita, atau dalam bahasa kita biasa disebut, tahta,
harta , wanita. Erdogan sudah memimpin Turki dengan jabatannya sebagai Perdana
Menteri sejak tahun 2003. Teman saya yang warga Turki, Selim, mengatakan, bisa
saja Erdogan silau dengan kekuasaan yang akhirnya ia terjerembab dalam kubangan
korupsi.
Bagai memakan buah simalakama, di satu sisi
pemblokiran twitter dimaksudkan untuk dapat mengurangi atau menghentikan
penyebaran rekaman suara Erdogan dan anaknya di media sosial. Ini merujuk
kepada fenomena ‘Arab Spring,’ dimana informasi untuk melakukan aksi melalui
media sosial terutama twitter dapat cepat menyebar. Erdogan enggan dirinya atau
partainya kalah dalam pemilu 30 Maret 2014 mendatang disebabkan informasi
negatif tentang dirinya dan partainya yang menyeruak dalam media sosial. Meski
begitu informasi tentang korupsi ini tetap saja tidak bisa dibendung.
Di sisi lain, pemblokiran twitter memiliki efek yang
cukup kuat yaitu protes yang dilakukan oleh warga Turki dan warga
internasional. Media sosial merupakan media yang dapat dimanfaatkan oleh warga
dunia untuk melakukan komunikasi yang dapat diakses tanpa hambatan geografis.
Penggunaan media sosial di dalam sebuah negara tergantung dengan sistem pers di
negara tersebut.
Republik Islam Iran, misalnya, sistem pers di negara
tersebut adalah sistem pers otoritarian, dimana pers dan media diatur
sedemikian rupa dan dikontrol oleh pemerintah.
Sistem ini menjadikan warga Iran tidak bebas dalam menyuarakan
pendapatnya melalui media massa dan media sosial di negaranya. Dengan sistem
pers otoritarian, pemerintah Iran menutup akses terhadap media sosial bagi
warganya.
Dengan pemblokiran twitter ini, Turki mendapat
kecaman dari dunia internasional. Dilihat dari empat sistem pers, yaitu sistem
pers otoritarian, sistem pers komunis, sistem pers libertarian dan sistem pers tanggungjawab
sosial, Turki sepertinya hendak menuju sistem pers otoritarian dimana pers dan
media sosial dikontrol oleh pemerintah. Apapun alasan pemblokiran twitter sulit
untuk diterima. Sebab, penggunaan media sosial adalah hak warga untuk
menyuarakan pendapatnya.
Pemilu 81 kepala daerah di Turki yang akan
berlangsung 30 Maret 2014 dan diikuti oleh 27 partai politik mendatang ini
menjadi momentum kita untuk membaca peta politik Turki masa mendatang. Pertanyaannya
adalah dengan adanya skandal korupsi dan pemblokiran twitter ini masih bisakah
partai AKP memenangkan pemilu 2014 mendatang dengan melihat ke belakang bahwa pada
2011 AKP memenangkan pemilu legilatif dengan 49 persen suara, atau malah partai
oposisi yang akan mengambil-alih kekuasaan?
0 komentar:
Posting Komentar