Minggu, 02 Mei 2010

Lelaki Buta dan Tisu Basah

Oleh: Deden Mauli Darajat
Tak seperti biasanya, siang itu setelah pulang dari kampus menuju asrama melihat seorang lelaki buta di pintu keluar stasiun Besevler. Pintu keluar stasiun bawah tanah itu memang gelap karena selain lampu tidak dinyalakan juga cuaca mendung di siang itu. Lelaki buta itu hanya berdiri lima meter dari pintu gerbang staisun dengan menggenggam dua buah tisu di kedua tangannya serta sebuah tongkat yang dihempit oleh tangan kanannya dan sebuah tas yang menggantung di pundak kirinya.
Ia tak berbicara sedikit pun. Orang-orang yang lalu lalang pun paham dengan berdirinya lelaki buta itu untuk berjualan tisu basah. Saya pun tertarik untuk mendekatinya dan memberinya uang dan bukan untuk membeli tisu yang ia jual. Uang satu lira saya simpan di tangan kanannya yang juga terdapat dua buah tisu dalam genggamannya. Namun kemudian, saya terhentak saat dia mengatakan agar saya mengambil tisunya. “Ambil tisunya dua buah,” katanya singkat.
Saya mengatakan, bahwa saya hanya ingin memberinya uang. “Ambil saja uangnya,” ungkapku sembari berjalan menjauhinya. Namun, ia mengerutkan dahinya dan sekali lagi mengatakan, “ambil tisunya dua buah,” katanya. Karena saya tidak meresponsnya, tiba-tiba ia menjatuhkan uang satu lira itu ke lantai.
Saya tertegun dan kembali menghampirinya. Lagi-lagi saya mencoba untuk membujuknya agar ia mau menerima uang saya dengan syarat saya mengambil tisunya satu buah. Namun, lelaki buta itu teguh dengan pendiriannya dan kembali mengatakan, “ambil tisunya dua buah,” katanya tanpa sedikitpun tersenyum. Saya pun, terpaksa mengambil tisu dari genggaman tangannya sambil mengucapkan terima kasih dan dijawab dengan terima kasih pula.
Dalam perjalanan dari stasiun menuju asrama, sambil menggeleng kepala dan tersenyum saya mengatakan pada diri sendiri bahwa saya malu telah berbuat seperti itu, tapi lebih malu lagi bahwa lelaki buta itu punya harga diri yang lebih dari yang lain. Dengan keterbatasanya, ia tidak ingin meminta-minta kepada sesamanya. Bahkan, diberi pun ia menolaknya. Ah, seandainya para pemimpin bangsa kita seperti itu, mungkin tidak akan ada kasus korupsi seperti gayus. deden_md@yahoo.com

0 komentar:

Posting Komentar