"Menikahlah karena itu anjuran agama"
Kali ini saya pingin bercerita
tentang pernikahan di Turki. Kalau pernikahan di Indonesia sudah tidak asing
lagi bagi saya. Di Indonesia mungkin hanya berbeda adat saja, tapi umumnya
sama. Prosesi akad nikah kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Seperti
halnya tahun lalu saya hadir di pernikahan sahabat saya, Fernan Rahadi di
Jogjakarta.
Pekan lalu, teman saya, Muhammad Nasir Rofiq, dari Adana
datang ke Ankara. Tujuan Bang Nasir, sapaan saya untuknya, dua agenda besar. Pertama
menghadiri wisuda kelulusan penerima beasiswa Pemerintah Turki dan kedua menghadiri
pernikahan temannya. Bang Nasir yang baru saja lulus S3-nya ini datang bersama
istrinya ke Ankara.
Hanefi Kansiz menikah dengan Esra di sebuah gedung terbuka
milik TCDD, semacam PT KAI di Indonesia. Tenda-tenda sudah dipasang saat kami
datang ke pesta pernikahan. Saya, Bang Nasir dan istrinya, dijemput Emrah dan
adiknya di stasiun Akkopru dekat Ankamall, kemudian kami meluncur ke tempat
resepsi pernikahan.
|
Sebelum pesta pernikahan dimulai. |
Kami datang lebih awal, untuk menghargai Yasin, nama kecil
Hanefi. Jadwal pernikahannya pukul 19.30 dan kami datang pukul 19.00 sore. Matahari
masih menampakkan dirinya di ujung barat. Musim panas ini maghrib tiba pukul
20.30. Tetamu mulai berdatangan dan mengisi kursi yang telah disediakan. Para tamu
wanita berpakaian pesta sementara para lelaki berpakaian rapi necis.
Keluarga Emrah datang dengan lengkap. Kami berkenalan satu dan
lainnya. Teman-teman Emra dan Yasin pun tiba dan mengisi meja kami. Kami berbincang
kesana kemari sampai acara dimulai.
Pasangan kekasih Hanefi dan Esra berjalan di pinggir kolam
renang dari sebuah ruangan kecil menuju panggung pelaminan. Petasan air mancur
mengiringi perjalanan mereka yang bersejarah itu. Langkah mereka santai, tidak
seperti langkah-langkah orang-orang di Kizilay, pusat kota Ankara, yang begitu
cepat. Langkah yang penuh penghayatan. Senyum di bibir mereka pun tidak pernah
hilang.
|
Berdansa dan menari bagian dari pesta pernikahan di Turki. |
Setiba di depan panggung pelaminan, kedua sejoli ini
berdansa. Kamera video dan photo mengiringi arah dansa mereka. Petasan air
mancur dinyalakan di sekitar pedansa. Usai berdansa kedua mempelai duduk manis
di singgasana pelaminan.
Penghulu dari pemerintah daerah setempat maju ke pelaminan
dan menggunakan jubah penghulu. Semacam jubah imam masjid di Turki. Kemudian si
penghulu memanggil para wali dan para saksi untuk maju ke panggung pelaminan. Dan
si penghulu bertanya pada mempelai wanita apakah ia ikhlas untuk menikah dengan
pasangannya, Esra menjawab dengan yakin, “ya.”
Kemudian penghulu bertanya pada para wali dan para saksi,
apakah ia berkenan dan menganggap sah pernikahan dua mempelai ini. Mereka semuanya
menjawab “ya.” Ada yang menambahkan dari salah satu wali itu bahwa dirinya
senang dengan pernikahan ini. Esra tak henti-hentinya tersenyum dalam
pelaksanaan akad nikah ini.
|
Akad nikah yang dipandu oleh penghulu. |
Lalu penghulu menandatangani buku nikah, yang juga
ditandatangani oleh kedua mempelai. Buku nikah ukurannya lebih besar dari pada
buku nikah di Indonesai. Ukuran buku nikah di Turki ini sebesar buku tulis
sedang (A5) di Indonesia. Sebab buku nikah di Indonesia ukurannya sebesar
ukuran paspor.
Ada yang ganjil dalam proses akad nikah yang saya lihat dan
saya pelajari dalam ilmu fikih. Di Indonesia cara akad nikah sesuai dengan
aturan agama Islam. Dimana si wali menyatakan bahwa ia menikahkan putrinya, dan
sang mempelai lelaki menerima pernikahan itu. Inilah ijab kabul yang
disyariatkan agama.
Lalu saya bertanya pada Emrah tentang pernikahan di Turki. Emrah
menerangkan kalau di Turki ada dua macam pernikahan, pertama pernikahan secara negara,
kedua pernikahan secara agama. Orang yang menikah secara negara maka ia sudah resmi menikah dan
tercatat dalam data negara. Jika ia ingin menikah lagi secara agama juga boleh.
|
Sebelum pamit kami berphoto dengan keluarga Emrah. |
Tetapi, papar Emrah, jika seseorang hanya menikah secara
agama, maka ia tidak sah secara konstitusi atau secara aturan negara. Nikahnya dianggap
tidak sah secara negara. Menurutnya banyak juga teman-temannya yang
melaksanakan keduanya, tapi tidak sedikit juga yang hanya menikah secara agama.
Itu menurut kepercayaan masing-masing saja. Dan inilah aturan negara Turki yang
sekuler, yang memisahkan antara negara dan agama.
Untuk makanan, mungkin ini lebih simpel dibanding pernikahan
di Indonesia. Resepsi pernikahan di Turki ini, kita cukup duduk saja. Kita semacam
makan di sebuah restoran yang sudah dipesankan menunya. Semua orang menunya
sama. Dibuka dengan makanan salad, kemudian makanan kecil, makanan besar yaitu
nasi dan nugget ayam. Ditutup dengan buah-buahan.
Usai acara akad nikah kedua mempelai kembali berdansa. Para
tamu pun ikut berdansa dengan pasangannya masing-masing. Usai berdansa yang
santai dilanjut dengan menari khas Turki. Hampir sajian resepsi pernikahan ini
diisi dengan dansa dan tarian. Mungkin ini penanda sebagai kebahagiaan. Orang-orang
bergantian turun ke depan panggung untuk berdansan atau menari.
|
Bang Nasir, Hanefi, Esra dan Shofia (istri Bang Nasir). |
Kami tidak membawa hadiah apa pun untuk kedua mempelai. Sebab
saya dan Bang Nasir tidak pernah datang ke pernikahan orang Turki sebelumnya. Saya
hanya pernah melihat pesta pernikahan tetangga kami dari jendela rumah kami. Saya
hanya menyediakan amplop saja, jika orang-orang di sini memberikan hadiah
berupa uang dalam amplop.
Ternyata budaya berbeda. Di akhir acara, setelah pemotongan tumpeng
pernikahan, kedua mempelai dikalungi selendang kecil oleh kedua orang tua
mereka. Para tamu yang hadir mengantre untuk memberi ucapan selamat dan
menempelkan sebuah emas kecil yang dipasangkan di selendang kedua mempelai.
Bang Nasir mengatakan kepada saya, bahwa para tamu membawa
bingkisan kecil. Rupanya bingkisan kecil itu berisi emas, yang mungkin beratnya
sekitar 0,5, satu, dua atau tiga gram dan diberikan kepada kedua mempelai. Mempelai wanita
menyiapkan tas kecil untuk menerima hadiah itu, jika hadiah itu tidak bisa
disematkan pada selendangnya.
|
Orangtua mempelai memberi hadiah. |
Dekorasi dalam perayaan pernikahan ini sangat sederhana, tidak semewah acara pernikahan di Indonesia. Tidak ada dekorasi di belakang layar panggung pelaminan. Juga tidak ada tulisan "Mohon doa restu" atau "Selamat menempuh hidup baru". Di panggung hanya ada bunga-bunga yang bertulisan ucapan selamat dari para tamu dan sebuah alat musik sejenis orkes tunggal, piano dan sebuah laptop sebagai alat pemutar musik.
Karena waktu sudah malam pukul 22.00 kami undur pamit kepada
kedua mempelai, meski acara secara resmi belum juga ditutup. Kata Emrah, acara
seperti ini bisa selesai pukul 23.00 atau bahkan lebih. Sebelum pamit Bang
Nasir dan istrinya meminta diphoto bersama kedua mempelai. Klik, photo pun
jadi. Tapi sayang saya tidak bisa photo bersama mempelai karena waktu yang
mepet.
Dan benar pernikahan adalah sebauh anjuran agama. Sebuah ibadah
yang menyenangkan. Bukan hanya untuk kedua mempelai tapi juga untuk kedua
keluarga, bahkan untuk semua orang yang mengenalnya. Bahwa lembaran hidup baru
dimulai. Selamat ya, Hanefi dan Esra!