Selasa, 02 September 2025

Belajar Menyalakan Cahaya (cerpen)



Namanya Rafi, seorang pemuda sederhana dari sebuah desa kecil di lereng gunung. Sejak kecil, ia terbiasa membantu orang tuanya di sawah. Hidup sederhana membuatnya memiliki banyak pengalaman (experienced-based). Saat teman-teman seusianya masih bermain, Rafi sudah belajar bagaimana mengatur air irigasi, menanam padi, hingga memperbaiki alat-alat pertanian.

Ketika diterima di sebuah perguruan tinggi di ibukota dengan sistem PJJ (Pendidikan Jarak Jauh), Rafi membawa serta karakter yang terbentuk sejak di desa. Ia terbiasa aktif (active-learner), tidak menunggu disuruh, selalu mencari tahu sendiri bahan kuliah tambahan. Beberapa bidang tertentu, terutama pertanian berkelanjutan, ia sudah menjadi seorang ahli kecil (experts) karena pengalaman hidupnya.

Di ibukota, kehidupan tidaklah mudah. Rafi harus hidup mandiri (independent). Kos kecil di pinggir kota menjadi saksi perjuangannya. Ia bekerja paruh waktu sebagai kurir online untuk membiayai kuliahnya. Di sela-sela kesibukan, ia tetap rajin mengerjakan tugas kuliah secara praktis (hands-on), mencoba mengaitkan teori dengan kenyataan sehari-hari.

Bagi Rafi, kuliah bukan sekadar mencari gelar. Ia berorientasi pada hidup (life-centered). Ia ingin ilmu yang ia pelajari membawa manfaat bagi keluarganya dan masyarakat desa. Karena itu, setiap mata kuliah ia hubungkan dengan tantangan nyata: bagaimana memberdayakan petani, bagaimana mengolah hasil bumi dengan teknologi, bagaimana mengurangi biaya produksi.

Tugas-tugas kuliah yang rumit tidak membuatnya gentar. Justru ia merasa tertantang karena orientasinya jelas: pada pekerjaan (task-centered). Rafi lebih suka menyelesaikan masalah (solution-driven) dibanding sekadar menghafal teori. Ia mencari cara agar hasil panen di desanya tidak lagi dijual murah, melainkan diolah menjadi produk siap jual.

Keterampilan baru selalu ia buru (skill-seeking). Dari kursus online, ia belajar pemasaran digital, desain kemasan, bahkan dasar-dasar keuangan. Semua itu ia lakukan dengan kemampuan mengatur diri sendiri (self-directing). Tidak ada yang mengatur jam belajarnya; motivasi datang dari dalam dirinya sendiri (self-motivation).

Suatu hari, dalam sebuah forum mahasiswa, Rafi mempresentasikan idenya tentang “Desa Digital Pertanian”. Semua terkesima, dosen pun bangga. Ia menjelaskan bagaimana desa bisa memanfaatkan teknologi informasi untuk menjual hasil panen langsung ke konsumen di kota.

Rafi mungkin berasal dari desa, tetapi semangat dan karakternya telah membawanya sejajar dengan mahasiswa dari berbagai latar belakang. Kesungguhannya bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk masyarakat yang menunggu di kampung halaman.

Dan dari ibukota, ia terus menata masa depan—membuktikan bahwa mahasiswa dengan karakter kuat, meski dari desa kecil, mampu menyalakan cahaya perubahan yang besar.

0 komentar:

Posting Komentar