(Disampaikan
pada Kajian Islam Ibu-ibu KBRI Ankara, Rabu, 12.12.12)
Ada
sebuah kisah tentang Amanah dari Imam Mazhab yang banyak dianut di Turki, yaitu
Imam Abu Hanifah. Suatu hari sahabat Abu Hanifah bernama Kharijah bin Mush'ab
menitipkan budak perempuannya, karena ia akan melaksanakan ibadah haji. Di Makkah
Kharijah tinggal kurang lebih empat bulan. Sepulang dari haji, ia segera
menemui Abu Hanifah.
Kharijah
bertanya kepada Abu Hanifah, "Bagaimana engkau menilai pelayanan dan
akhlak budak perempuan ini?"
"Barangsiapa
menghafal Al-Qur'an dan menjaga ilmu tentang halal dan haram bagi masyarakat,
niscaya ia harus menjaga dirinya dari fitnah. Demi Allah, sejak engkau
berangkat haji sampai engkau pulang dari haji saat ini, aku belum pernah
melihat budak perempuan yang engkau titipkan itu," jawab imam Abu Hanifah.
Jawaban
Abu Hanifah sangat mengagetkan Kharijah bin Mush'ab. Setelah mengucapkan terima
kasih kepada Abu Hanifah karena telah menjaga dan menampung budak perempuannya,
Kharijah segera pulang membawa budaknya itu.
Setiba
di rumah, Kharijah langsung menanyai budak perempuannya tentang akhlak dan
kegiatan harian Abu Hanifah selama di rumah. Jawaban yang diberikan oleh budak
perempuan itu sungguh lebih mengejutkan lagi. Kata budak perempuan itu,
"Aku tidak pernah melihat dan mendengar orang sehebat dia. Sejak aku
tinggal di dalam rumahnya, aku belum pernah melihatnya tidur di atas kasur (di
waktu malam). Aku juga tidak pernah melihatnya mandi junub walau hanya sekali,
baik di waktu siang maupun malam.
Jika
hari Jum'at, ia berangkat untuk shalat Subuh, lalu kembali ke rumahnya dan
mengerjakan shalat Dhuha secara ringan. Hal itu karena ia berangkat pagi-pagi
benar ke masjid jami' untuk shalat Jum'at. Ia akan mandi Jum'at, lalu memakai
minyak wangi dan berangkat shalat Jum'at. Selain itu, aku tidak pernah
melihatnya makan di waktu siang. Biasanya ia makan di waktu sore, tidur sedikit
sekali di waktu malam, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat Subuh."
Pengalaman
yang dilihat oleh budak perempuan itu selama empat bulan di rumah imam Abu
Hanifah memang merupakan sebuah kenyataan yang sebenarnya. Budak itu tidak
melebih-lebihkan ceritanya. Abu Hanifah biasa menghabiskan waktu malamnya dalam
shalat malam, membaca Al-Qur'an dan sampai Shubuh wudhunya tidak batal. Di
waktu malam, ia hanya sedikit tidur. Asad bin Amru berkata, "Sesungguhnya
Abu Hanifah melaksanakan shalat Isya' dan Subuh dengan satu wudhu selama empat
puluh tahun."
Dalam
sebuah hadits dikatakan, Rasulullah saw. bersabda, “Tiada iman pada orang yang
tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan
janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban).
Allah
berfirman dalam surat An-Nisa (4) ayat 58: “Sesungguhnya Allah memerintahkan
kalian untuk menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian
menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan
adil.”
Amanah
itu berasal dari bahasa Arab dan dari tiga huruf yaitu alif, mim dan nun,
ketiganya memiliki hubungan yang erat, yaitu aman, amanah dan iman dan makna
ketiganya hampir serupa yaitu menunjukkan kepada ketenangan atau tuma’inah.
Amanah menunjukkan pada kepercayaan, dan kepercayaan adalah ketenangan, sedang
aman adalah hilangnya rasa takut dan ini juga berarti ketenangan, kemudian iman
bermakna pembenaran dan ketetapan (iqrar) serta amal perbuatan, yang didalamnya
terdapat pula ketenangan.
Oleh
karena itu Allah menyebut hamba-Nya dengan sebutan mukmin karena hanya orang
mukmin saja yang dapat memelihara amanat Allah, menunaikan serta memegangnya
dengan erat, sebagaimana difirmankan oleh Allah, artinya, “Dan orang-orang yang
memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (QS. Al-Mu’minun (23)
ayat 8).
Amanah
itu ada tiga macam, pertama amanah kepada Allah SWT, kedua amanah kepada Rasulullah
SAW dan ketiga amanah kepada sesama manusia.
Amanah
kepada Allah seperti yang tertulis pada surat Al-Ahzab (33) ayat 72, yaitu, “Sesungguhnya
Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka
menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.”
Amanah
inilah yang diemban manusia di dunia ini. Amanah sebagai agen kebaikan agar
tercipta kedamaian di dunia ini. Namun karena manusia zhalim dan bodoh, maka
amanat ini banyak dilupakan. Maka Allah memberikan azabnya kepada manusia
kecuali orang-orang yang beriman yang menunaikan amanah itu.
Kedua
amanah kepada Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW sebelum meninggal berwasiat
untuk umatnya. Bahwa ada dua hal yang ia tinggalkan yang dengan dua hal itu ia
akan selamat dunia akhirat yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Rasulullah
sendiri adalah panutan umat manusia di dunia ini. Bahkan Rasulullah diurutkan
di nomor satu dalam buku 100 tokok yang paling berpengaruh karya Michael H.
Hart. Perilaku dan ungkapan utusan Allah itulah yang harus dicontoh dan sebagai
amanah yang mesti kita lakukan.
Ketiga
amanah kepada sesama. Ada sebuah cerita. Seorang penggembala kambing di sebuah
kampung saat siang hari berteriak kepada warga kampung. “Serigala, serigala,”
begitu teriakannya. Orang-orang kampung berdatangan. Dan ternyata tidak ada
serigala satu pun. Orang-orang kecewa.
Karena
penggembala senang dengan tipu dayanya. Ia mengulangi hal itu. Dan kembali
orang-orang berdatangan. Dan mereka kembali kecewa. Suatu ketika serigala
datang dan penggembala itu teriak ketakutan. Tapi warga tidak lagi percaya pada
si penggembala itu dan ia akhirnya kehilangan kambing-kambingnya. Begitulah kepercayaan
dan amanah.
Banyak
permisalan tentang amanah kepada sesama. Seorang ayah memiliki amanah dari anak
dan istrinya. Pemimpin memiliki amanah yang harus ditunaikan kepada
anggota-anggotanya. Presiden harus amanah kepada rakyatnya. Dan seterusnya.
Kebalikan
dari amanah adalah khianat. Seperti sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan
bahwa, “Tanda-tanda munafik itu ada tiga: jika bicara berdusta, jika berjanji
menyelisihi janjinya, dan jika diberi amanah mengkhianati.” (HR Bukhori).
Dan
kajian ini kita tutup dengan sebuah hadits Rasulullah SAW, yang juga
diriwayatkan Imam Bukhori, “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja
kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya; ‘bagaimana maksud amanat
disia-siakan? ‘ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya,
maka tunggulah kehancuran itu.”
Demikian
pemaparan singkat tentang amanah ini. Mohon maaf bila banyak kesalahan karena
datangnya dari saya pribadi dan kebenaran mutlak milik Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar