Gambar: infoedukasi.net |
Sabtu lalu pembahasan di Gema Ilmiah Ankara alias GIA tentang pendidikan. Teman
saya yang menyampaikan tema ini. Sebenarnya fokus kajian ini tentang kurikulum.
Entah mengapa kemudian melebar kepada pendidikan umum di Indonesia. Beberapa
pertanyaan yang dilontarkan pemateri soal, mengapa kita harus belajar atau
sekolah hingga tingkat S1 S2 hingga S3?
Banyak peserta kajian GIA yang menjawab. Diantaranya
sekolah yang untuk mencari ilmu. Ada juga yang menjawab. Sekolah untuk bisa
bertahan hidup. Tapi bagi saya, saat itu menjawab, untuk bertahan hidup
sebenarnya tidak mesti sekolah. Hewan dan tumbuhan bisa bertahan hidup dengan
caranya masing-masing tanpa belajar atau sekolah.
Jadi sekolah bagi saya adalah untuk mengubah nasib.
Karena dengan pendidikan yang baiklah nasib seseorang bisa berubah. Minimal
mengubah nasib sendiri, syukur-syukur bisa mengubah yang lainnya.
Lalu ada lulusan S3 luar negeri kemudian menjadi
menteri negara pemuda dan olahraga lantas kemudian menjadi tersangka korupsi. Dari sini
kita bertanya, mengapa sudah sekolah tinggi-tinggi malah menjadi pecundang? Mementingkan
diri sendiri? Apakah sekolah masih bisa bermanfaat?
Saya katakan bahwa sekolah dimanapun tidak pernah
salah. Yang salah adalah oknum-oknum tertentu yang memandang menjadi orang
pintar itu salah satu tujuan untuk ‘minterin orang’. Untuk berbuat curang kepada
orang bodoh. Ini yang salah.
Guru itu terbagi menjadi dua. Pertama guru sebagai
pengajar, kedua guru sebagai pendidik. Sayangnya di kita lebih banyak yang
pertama. Yang datang ke kelas hanya mengajarkan pelajaran yang ada di buku-buku,
dan setelah itu lepas tanggungjawab. Jarang guru yang kedua, yang memikirkan
anak didiknya dari mulai di rumah hingga di sekolah, bahkan di lingkungan.
Sebab, menurut teman saya Ahmad Faris, guru yang
baik itu bukan hanya mengajar tapi juga menginspirasi. Begitulah guru yang baik. Yang mengajar
anak didiknya bukan hanya dengan pikiran namun juga dengan hati, dengan prilaku
yang baik. Yang memang digugu dan ditiru.
Saya memang penyuka pendidikan. Karena pendidikan bagi
saya bukan hanya di sekolah formal. Ada pendidikan yang lebih utama yaitu
pendidikan di rumah. Kita mungkin masih ingat apa yang dikatakan Jean-Jacques
Rousseau, bahwa anak itu seperti kertas putih yang siap menerima tinta apa pun
untuk mengisinya.
Artinya pendidik yang paling pertamalah yang
menentukan akan dibawa kemana anak itu. Dan pendidik yang pertama itu adalah
keluarga. Keluargalah yang paling berpengaruh dalam menanamkan nilai-nilai yang baik
untuk anak-anaknya.
Dan seperti ungkapan dalam bahasa Arab, ‘al-Ummu Madrasatul
Ula’, ibu adalah pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Inilah dasar sebuah
pendidikan. Pada umumnya karakter dibentuk oleh seorang ibu. Jadi untuk
mengubah pendidikan itu adalah mengubah ibu-ibu dan calon ibu-ibu menuju yang
lebih baik. Tidak mudah memang.
0 komentar:
Posting Komentar