Minggu, 12 Februari 2012

Cerita Tentang Menulis (4)


Guru saya di Gontor banyak memberikan ilmu pengetahuan. Salah satu guru favorit saya waktu kelas lima dan enam adalah Ustad Suharto yang kini menjadi Pengasuh Pondok Modern Gontor Putri 1 di Mantingan Ngawi. 

Begitu luasnya ilmu beliau dan saya terpukau dengan apa yang diterangkannya. Beliau mengkaji soal tafsir setiap habis solat ashar di masjid. Tapi cerita soal tafsir tidak melulu tentang hukum. Beliau bercerita tentang sejarah Bani Israel, sejarah Mesir dan sejarah dunia lainnya.

Photo: www.fcsl.edu
Efeknya saya ingin melanjutkan sekolah ke negeri Nabi Musa itu. Ya, karena beliau itu. Saya juga banyak baca literasi tentang Kairo dan Mesir kuno. Dan (lagi) khayalan saya lebih cepat melebihi perjalanan fisik saya. Pikiran saya berpetualang jika diajar oleh Ustadz Suharto.

Beliau seakan-akan mengajak kami berpetualang dan kami tidak sadar jika lonceng berbunyi tanda berakhirnya waktu baca Quran atau kajian tafsir di Pondok kami sore itu.

Usai lulus dari Gontor pada tahun 2002, saya mengabdi di Gontor 1 dan mengajar mata pelajaran sejarah dunia dan sejarah islam dalam bahasa arab. Dan saya mengajar tentang pelajaran yang saya sukai. 

Sebab pelajaran itu adalah pelajaran bercerita. Saya memang suka sejarah. Karena dengan membaca sejarah pikiran saya berpetualang dan menerka-nerka apa yang telah terjadi di masa lampau.

Di waktu bersamaan, selain mengajar saya juga sekolah atau kuliah gratis di Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor dengan jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), meski sebenarnya saya tidak suka dengan jurusan ini. 

Gratis karena saya mengabdi di Gontor 1 dan Gontor 2 yang berdekatan dengan kampus ISID pusat. Salah satu mata kuliah yang saya sukai waktu di PAI ISID adalah SPI atau sejarah peradaban Islam.

Mungkin masa-masa paling sibuk bagi saya adalah waktu SD hingga kuliah di ISID. Sibuk di sini artinya sibuk dengan kegiatan yang wajib. Saat SD misalnya, pagi sampai siang saya sekolah di SD, dan sore harinya sekolah agama. 

Di Gontor apalagi hingga 24 jam waktu begitu cepat berputar. Pagi masuk kelas, sore pun begitu sampai sholat Ashar. Sehabis ashar hingga jam 5 ada waktu senggang. Di malam hari kami wajib ke kelas untuk belajar malam hingga pukul 21.30.

Bagaimana dengan pengabdian? Sama saja. Paginya mengejar di kelas, sorenya kuliah di kampus. Apalagi  ketika saya mengabdi di Gontor 2 pada enam bulan kedua. 

Di Gontor 2 selain mengajar di kelas, saya juga menjadi pengurus asrama sekaligus menjadi bagian kebersihan yang mengontrol para santri saat membersihkan pondok. Nah, kesibukan ini yang membawa saya juga, menjadi sibuk kuliah di Jakarta.

(bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar