Selasa, 13 Agustus 2024

Di Bawah Bayang Bayang Mevlana

Najwa berdiri di depan makam Mevlana Jalaluddin Rumi di Konya, Turki. Kota ini selalu membawa ketenangan dalam hatinya, seolah-olah setiap sudutnya dipenuhi dengan doa dan puisi. Tapi hari ini, ia merasa hatinya tak tenang. Ada sebuah harapan yang begitu kuat mengguncang relung hatinya, harapan untuk menaklukkan hati seorang lelaki yang telah lama mengisi mimpinya—Ahmet. 

Ahmet adalah pria yang penuh dengan misteri. Ia selalu tersenyum dengan cara yang menenangkan, namun di balik senyumnya, Najwa merasa ada tembok tinggi yang sulit ditembus. Setiap kali mereka berbincang, Najwa selalu merasakan getaran di hatinya, seolah-olah setiap kata Ahmet adalah bait puisi yang indah. Namun, rasa takut akan penolakan selalu menghantuinya. 

Di tengah kesibukannya mempelajari literatur Turki, Najwa kerap memikirkan cara untuk bisa lebih dekat dengan Ahmet. Ia tahu Ahmet sering mengunjungi tempat-tempat suci di Konya, mencari kedamaian dan inspirasi. Itulah sebabnya hari ini, ia memberanikan diri untuk mengikuti jejak Ahmet, berharap bisa memahami lebih dalam apa yang membuat pria itu begitu mempesona. 

Saat Najwa melangkah masuk ke dalam kompleks makam Mevlana, ia merasa hatinya sedikit lebih tenang. Tempat ini begitu sunyi, namun penuh dengan kehidupan dalam setiap bisikan angin dan aroma dupa yang menguar. Najwa duduk di salah satu bangku, matanya tertuju pada nisan yang terukir indah, sambil berdoa dalam hati. 

Tak lama kemudian, ia melihat sosok yang dikenalnya berjalan perlahan menuju tempat yang sama. Ahmet. Dengan sikap penuh hormat, Ahmet berdiri di depan makam, menundukkan kepala, dan berdoa. Najwa memperhatikannya dari kejauhan, mengagumi keseriusan dan kelembutan hati pria itu. 

"Ahmet," panggil Najwa dengan suara pelan setelah Ahmet selesai berdoa. Ia memberanikan diri untuk mendekat, meskipun hatinya berdebar-debar. Ahmet tersenyum ketika melihat Najwa. "Najwa, apa yang membawamu ke sini?" "Keindahan tempat ini," jawab Najwa sambil tersenyum. "Dan… mungkin juga ingin mencari jawaban atas sesuatu." 

Ahmet menatapnya, seolah-olah memahami bahwa ada lebih banyak yang ingin disampaikan oleh Najwa. "Kau selalu mencari jawaban, Najwa. Itulah yang membuatmu berbeda." Najwa tertawa pelan. 
"Dan mungkin itulah yang membuatmu sulit untuk didekati." Ahmet tersenyum simpul, seakan menyadari ke mana arah percakapan ini. 

"Mungkin. Tapi setiap orang memiliki cara masing-masing untuk menjaga hatinya." Najwa mengangguk pelan. "Dan aku ingin tahu, bagaimana caramu menjaga hatimu?" 

Ahmet terdiam sejenak, kemudian menjawab dengan tenang, "Dengan sabar, Najwa. Dengan memberi waktu untuk memahami perasaan, baik itu cinta maupun ketakutan." 

 Najwa merasakan harapan tumbuh di hatinya. Mungkin ini bukanlah jawaban yang pasti, tapi setidaknya ia tahu bahwa Ahmet juga memiliki perasaan yang sama. Mereka kemudian duduk bersama, berbincang tentang kehidupan, mimpi, dan cinta yang perlahan tumbuh di antara mereka. 

Di bawah bayang-bayang Mevlana, Najwa menemukan kekuatan untuk tetap berharap. Ia tahu, jalan untuk menaklukkan hati Ahmet mungkin panjang dan penuh dengan liku, tetapi dengan ketulusan dan kesabaran, ia yakin suatu hari Ahmet akan membuka hatinya sepenuhnya untuknya. 

Dan pada saat itu, mereka akan berjalan bersama, melangkah menuju masa depan yang penuh dengan puisi cinta yang indah.

0 komentar:

Posting Komentar