Jumat, 15 November 2013

Ungkapan Kelulusan



Alhamdulillah saya lulus dari Universitas Ankara dan orang yang paling pertama berhak menerima penghargaan kelulusan adalah ibu dan ayah saya. 

Sebab, mereka rela berpuasa rasa, jiwa dan raga. Mereka ikhlas menahan rindu dan cinta untuk bertemu. Sebab ujian cinta adalah perpisahan, dan obat rindu adalah pertemuan. Dan mereka melakukannya dengan ridha karena Allah semata.

Saya tidak tahu berapa ratus bahkan ribuan kali ibu dan ayah saya menangis di atas sejadah hanya untuk mendoakan anak-anaknya yang sedang belajar di perantauan.

Pun saya tak tahu, sudah berapa sekaan air mata saat mereka merindukan orang yang dicintainya. Sudah berapa kali pula mereka bersabar di kala orang-orang bergembira berkumpul bersama keluarganya dengan lengkap.

Saya pernah melihat ibu saya bercakap dengan abang saya yang tidak pulang saat lebaran beberapa tahun silam, ia terlihat memaksakan diri untuk tersenyum, meski air muka dan air matanya menguraikan lain. Air mata itu berkaca-kaca, tanda ingin menangis.

Saya jadi tak enak hati saat menyaksikan itu. Perasaan sang ibu memang sangat peka terhadap anaknya. Ia tak berani untuk mengungkapkan rasa sedih, di saat orang-orang bersuka ria.

Di depan kami, mereka memang terlihat tegar dan kuat saat melepas kepergian kami untuk belajar di perantauan. Mereka pun tak ingin memperlihatkan kerinduan pada anak-anaknya secara frontal. Mereka selau mengiyakan permintaan kami untuk terus belajar.

Walaupun saya tahu, di dasar hatinya ada penolakan kecil agar mereka tak ditinggalkan anak-anaknya. Tapi mereka tahu, mereka harus siap merelakan dan melawan itu semua, demi anak-anaknya, demi masa depan orang terkasihnya.

Saya mungkin bisa menafsirkan, saat saya tidak boleh berangkat untuk belajar ke Mesir selulus dari Gontor. Saat itu ibu saya menolak permintaan saya tanpa alasan yang jelas. Ia hanya ingin saya belajar di Jakarta untuk studi S1.

Penafsiran saya adalah ibu saya tidak mau terlalu jauh dengan anak-anaknya. Sudah cukup 7 tahun anaknya belajar jauh dari tempat kelahirannya. Ini cukup beralasan, saat di Jakarta, hampir setiap akhir pekan ibu saya menelepon dan menanyakan apakan ananda pulang di akhir pekan atau tidak.

Jika saya tidak ada kegiatan, maka saya pulang di akhir pekan ke Rangkasbitung. Ini terjadi hingga saya bekerja menjadi wartawan Republika. Namun jika sibuk saya terpaksa tidak pulang ke rumah di akhir pekan.

Hingga akhirnya saya mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Turki. Senang tidak senang ibu melihat ini. Senang karena anaknya bisa melanjutkan studi S2 di negeri orang. Tak senang karena kami harus berpisah untuk waktu yang lama bagi para pecinta.

Akhirnya, saya ingin mengungkapkan satu hal, bahwa semua yang saya dapat dan raih hingga detik ini adalah jerih payah perjuangan ibu dan ayah saya. Merekalah yang telah berhasil mendidik kami anak-anaknya. Kami bangga lahir dari rahim ibu kami yang sempurna. Ya, cintanya sempurna dan tak terbatas untuk kami.

Pengorbanan, perjuangan, keuletan, cinta dan kasih sayang mereka yang tak bertepi ini adalah obat mujarab saat kami rapuh dan tumbang. Dan saya merasakan dahsyatnya doa mereka.

Dan terakhir, seperti diungkap di awal, kelulusan master journalism ini untuk kedua orangtua saya dan keluarga tercinta. Sejuta terimakasih untuk mereka semua. I love you full. Ben sizi cok cok seviyorum. 


Ankara 2013

0 komentar:

Posting Komentar