Sabtu, 29 Desember 2012

Taksi tak Berspion (India-3)




Setelah Winter, panitia penjemput peserta SI PPI Dunia 2012, memesankan taksi untuk kami, taksi hitam yang kami tumpangi meluncur ke tempat penginapan dekat kampus Universitas Jawaharlal Nehru. Mata kami langsung melihat alam sekitar New Delhi. Ada beberapa orang yang duduk beristirahat di atas rumput taman kota. Jalanan dari bandara Indira Gandhi masih bersih dan lapang hingga kami sampai pada jalan yang penuh dengan kendaraan. Macet.

Seperti Jakarta yang doyan macet, begitu pun New Delhi. Kendaraan-kendaraan tua banyak menghiasi jalan-jalan di ibukota India itu. Agar tidak stress dengan macet saya mencoba mencairkan suasana dengan bertanya pada sopir taksi itu. Rahul nama sopir taksi kami. Ia katakan bahwa New Delhi sudah terbiasa dengan kemacetan.

Rahul tahu bagaimana menyimpan stress karena macet dan mengubahnya menjadi sebuah hiburan. Ia menyalakan musik India dan mulai berdendang. Tangannya bergerak seirama alunan lagu dengan memukul setir mobil seperti halnya pemain musik yang memukul kendang. Kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri.

Kami yang berada di belakang Rahul senyum-senyum melihat tingkah laku sopir taksi hitam tua ini. Dan saya menyeletuk, “Kita kok kayak syuting film India saja.” Sontak kami tertawa bersama. Hahaha.

Tapi di pertengahan kemacetan Rahul melihat alamat yang diberikan oleh Winter. Rahul mengernyitkan dahi, tanda ia tak mengenal alamat itu. Ia turunkan kaca mobil dan bertanya kepada sopir mobil yang berada persis di sampingnya. Si sopir tetangga menggeleng kepala khas India tanda ia pun tak tahu alamat itu.

Rambut Rahul yang mengkilap dan tersisir rapi itu menandakan ia percaya diri. Meski ia terlihat ragu dengan alamat yang kami tuju, namun ia tetap maju dan tak berhenti kecuali terjebak macet dan lampu merah. Bahkan Rahul pun lihai dalam menyetir. Si hitam yang kami tumpangi ini hampir menyerempet mobil. Sangat tipis. Jaraknya hanya berkisar tiga sentimeter. Dan kami pun selamat sampai tujuan.

Setelah kami membayar taksi sebesar 600 rupe alias Rp 120 ribu (1 rupe samadengan Rp.200), Rahul menurunkan barang-barang bawaan kami. Ia sempat meminta tips tambahan. Tapi kami membayar sesuai perjanjian awal. Taksi yang kami tumpang itu sangat sederhana dan sudah tua, tak mimiliki argo dan tak ber-ac. Dan kami baru tersadar kalau taksi yang kami tumpangi itu tak berspion!

Pantas saja Rahul tenang saat menyalip mobil. Ia tak takut spionnya patah, karena memang tak memiliki spion. Dan tak takut mobilnya lecet karena memang mobilnya sudah tua. Dan mungkin banyak sopir di India seperti Rahul yang tidak pernah stress dengan kemacetan dan lebih memilih hiburan dengan musik India.

Rupanya polisi India tidak pernah mempermasalahkan tentang mobil yang tak berspion. Bahkan menurut teman kami, Rahma Nita, panitia dan alumnus S3 di India, setiap orang yang akan membeli mobil di India ditanya, apakah ia mau memakai spion atau tidak.

Para pemilik mobil yang tak berspion lebih memilih menggunakan cermin yang menggantung di dalam mobil untuk melihat kendaraan yang berada di belakangnya. Di jalan kami juga melihat mobil yang berspion tapi tidak digunakan dengan baik sebab spion itu ditekuk dan tidak terlihat cerminnya. Jadi jangan aneh jika anda melihat mobil-mobil di India yang tak berspion.

(bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar