Setelah
kami menyelesaikan administrasi tempat penginapan di New Delhi yang kami buru
pertama kali adalah kuliner India yang menggoda. Sebab, teman saya, Ahmad Faris
mengatakan ada tiga hal yang penting dalam sebuah perjalanan yaitu, manusia, alam dan kuliner. Dan catatan
ini tentang kuliner.
Ada
beberapa kendaraan umum yang bisa kita tumpangi di negara padat penduduk ini. Tapi
saat itu kami memilih kendaraan umum yang merakyat yaitu bajaj. Saya katakan kepada
sopir bajaj berapa ongkos yang harus kami bayar menuju pasar Yashwant Place. Si
sopir menjawab perorang ongkosnya 35 rupe alias Rp. 7 ribu. Dan kami pun
meluncur ke pusat perbelanjaan itu.
Jangan
dibayangkan pusat perbelanjaan ini seperti mall besar. Pasar Yashwant yang jika
diucapkan ‘jaswan’ ini adalah pasar tradisional seperti pasar-pasar tradisional
di Jakarta yang dikelola oleh PD Jaya. Selain dikenal dengan tempat kuliner, Yashwant
ini juga dikenal dengan pasar tas dan jaket kulit. Setiba di Yashwant kami
langsung berburu satu nama yaitu; restoran Al-Kuresh.
Yashwant
dan Al-Kuresh adalah dua nama yang direkomendasikan warga Indonesia yang pernah
tinggal di India selama enam tahun. Sebelum saya berangkat ke India saya
bersilaturahim dengan orang itu yang biasa kami panggil Bi Kori. Dia yang kini
tinggal di Ankara memberikan arahan tempat makan mana yang mesti saya singgahi.
Tidak
susah mencari nama Al-Kuresh. Di restoran itu kami disodori sejumlah menu yang
dilengkapi dengan harganya. Saya memesan Tandoori Chiken sejenis ayam bakar dan
sepiring nasi putih. Tiga teman saya lainnya memilih menu yang berbeda-beda, ada
yang memesan Mutton Biryani dan Chicken Biryani. Perbedaan pemesanan makanan
ini agar kami bisa mencicipi semua masakan.
Mutton
Biryani ini sejenis nasi goreng yang dicampur dengan daging kambing. Sedangkan Chicken
Biryani nasi goreng yang dicampur dengan daging ayam. Daging-daging yang
dicampur di nasi biryani ini biasanya besar dan bertulang. Tidak lupa kami juga
memesan salad sebagai penyeimbang makanan berlemak.
Tidak
semua orang India memakan biryani yang dicampur dengan daging. Sebagian mereka
lebih memilih nasi biryani yang dicampur dengan sayuran alias vegetable
biryani. Dalam pesawat yang saya tumpangi dari New Delhi, penumpang di samping
saya memilih nasi biryani jenis ini. Sebab kuliner tidak bisa dipisahkan dengan
budaya dan agama setempat. India adalah negara dengan kultur Hindu yang kental.
Hampir
setiap hari kami makan nasi biryani di kampus Universitas Jawaharlal Nehru,
tempat kami bersimposium internasional PPI Dunia 2012. Tidak siang, tidak
malam. Menunya hampir sama. Bedanya, setiap hari ada perbedaan menu, semisal
hari pertama ada telur balado besoknya ada menu lain, namun menu utamanya tetap
nasi biryani dengan daging. Selian itu, panitia juga melengkapi menu makanan dengan roti
India.
Biasanya
roti India ini disajikan untuk sarapan pagi. Saya dan beberapa teman di satu
pagi mampir ke tempat makanan penjaja sarapan. Kami memesan dua roti yang
ditumpuk yang di tengahnya disisipi telur goreng dadar. Menurut Firman,
mahasiswa Indonesia di Pakistan, menu sarapan ini juga serupa dengan di negara
dimana ia belajar.
Saya
begitu menikmati kuliner di negara dengan penduduk 1,2 milar orang ini. Sebab,
rasa dan bumbu yang disajikan dalam makanan ini hampir sama dengan masakan
Indonesia. Jadi lidah ini tidak terlalu asing lagi. Berbeda dengan masakan khas
Turki yang tidak ramai rempah. Dan kami serasa pulang kampung.
Bahkan
oleh-oleh yang kami bawa untuk ibu-ibu di Ankara adalah bahan masakan seperti daun
jeruk, serai, kunyit, lengkuas dan cabe merah yang pedas. Sebab kami pikir ini
lebih berarti dan sangat dibutuhkan untuk memasak masakan Indonesia yang sangat
susah ditemui di pasar-pasar di Ankara.
Saking
ramainya rasa kuliner India ini saya keblenger. Dan ada satu minuman yang paling
saya suka yaitu chai India alias teh India. Yang membedakan antara teh biasa
dengan chai India adalah tehnya dicampur dengan susu. Jadi, chai India adalah teh
susu. Apalagi jika dicampur dengan es batu. Slurup..
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar