Tahukah kawan, shalat apakah yang paling banyak jemaahnya di
Turki? Apakah shalat Jumat? Atau shalat Idul Fitri dan Idul Adha? Atau awal
pertama shalat tarawih? Jawabannya adalah bukan itu semua. Jawaban yang benar adalah
shalat tarawih pada malam 27 Ramadhan. Mengapa bisa demikian?
Surat Alqadar (97). Photo: wanitamustanir.com |
Sebelum membahasnya saya ingin bercerita. Selasa malam 14
Agustus 2012 atau malam 27 Ramadhan 1433 H, seperti biasanya saya dan kawan
saya berangkat ke masjid Hasan Tanik di Cankaya, tak jauh dari rumah kami. Kebiasaan
kami datang saat azan Isya. Hari-hari sebelumnya memang lebih dari setengah
ruangan dalam masjid itu dipenuhi jemaah shalat tarawih.
Namun, berbeda dengan malam itu. Sebelum tiba saja, jalan di
depan masjid itu macet dengan mobil yang ingin parkir di sekitar masjid. Bahkan,
kawan saya tidak mendapatkan parkir mobil yang biasanya ia gunakan untuk
memarkir mobilnya. Akhirnya ia pun memarkirkan mobilnya di parkiran supermarket
yang dekat dengan masjid. “Parkirnya jauh, lebih baik jalan kaki saja tadi,
sama saja kalau begini,” kata kawan saya.
Sebelum iqamat berkumandang, ruang dalam masjid sudah penuh.
Pelataran depan masjid pun begitu. Saya pikir, ruangan di lantai bawah yang
jarang dipakai untuk tarawih itu kosong. Ternyata sudah penuh juga oleh
ibu-ibu. Saya akhirnya dapat tempat shalat di pelataran sebelah kanan masjid.
Meski musim panas, malam itu angin lumayan dingin. Sliwir. Dan
saya tidak bawa jaket. Sedikit kedinginan. Berlantai marmer yang dilapisi tikar
dan beratap langit. Untungnya langit cerah dengan sejumlah bintang dan seonggok
bulan yang menghiasinya.
Usai shalat tarawih dan witir saya berbincang dengan rekan
saya yang menikah dengan orang Turki. Ia bercerita bahwa setiap tahun memang
seperti ini. Orang-orang datang dari berbagai sudut untuk melaksanakan shalat
tarawih di malam 27 Ramadhan.
Tahun lalu saya tinggal di asrama di daerah Ulus, sebuah kota
tua di Ankara. Di Ulus ada sebuah masjid tua yang selalu ramai dikungjungi oleh
warga sekitar maupun pelancong asing yang datang ke Ankara. Masjid itu adalah
masjid Haji Bayram. Sama. Masjid Bayram ini juga ramai sekali saat malam 27
Ramadhan. Tidak seperti hari-hari sebelum dan sesudahnya. Bahkan, shalat Idul
Fitri pun kalah jemaahnya.
Untuk menentukan awal Ramadhan atau Idul Fitri, pemerintah
Turki melalui Kementerian Agamanya, menggunakan metode hisab. Artinya, semua
yang berkaitan dengan Hijriah atau tanggal bulan Islam sesuai dengan kalender
nasional yang sudah ditentukan oleh Kemenag Turki. Di kalender yang beredar di
Turki itu tertera kapan malam lailatulqadar atau kadir gecesi yaitu jatuh pada tanggal 26 atau malam 27 Ramadhan.
Apa, sih, sebenarnya
lailatulqadar itu? Mari kita baca Alquran surat Alqadr (97) yang berisi 5 ayat.
Terjemahannya adalah: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada
malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apa malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu
lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan
malaikat Jibril dengan izin Tuhan-nya untuk mengatur segala urusan. Malam itu
(penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar”.
Lailatulqadar adalah malam kemuliaan, sebab di malam itu
diturunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW. Alquran adalah mukjizat atau
keajaiban yang paling agung bagi Muhammad dan umatnya.
Beberapa hadits Rasulullah SAW banyak yang menerangkan tentang lailatulqadar. Namun dari berbagai hadits tidak ada yang menunjukkan kapan tepatnya datang lailatulqadar. Apakah datang di malam 27 Ramadhan atau di malam Ramadhan lainnya.
Ada memang sebuah hadits yang menerangkan turunnya
lailatulqadar di 10 hari terakhir Ramadhan, dimana Nabi Muhammad lebih banyak
beritikaf di masjid. Itu pun sama tidak ada waktu yang menunjukkan kapan
tepatnya lailatulqadar turun ke bumi.
Mungkin hikmah dari tidak diketahuinya tentang kapan turunnya
lailatulqadar ialah agar umat Muslim di dunia berbondong-bondong beribadah pada
setiap malam di bulan Ramadhan. Logikanya, jika mendapat lailatulqadar adalah
bagai seribu bulan, berarti sama dengan pahala selama 83 tahun 3 bulan. Usia normal
manusia yang hidup 60 tahun tidak dapat menandingi keajaiban lailatulqadar ini.
Lantas bagaimana dengan lailatulqadar di Turki yang sudah
ditentukan dengan kalender itu, sementara kita tidak tahu kapan datangnya malam
kemuliaan itu?
Secara sudut pandang kritis, apakah memang pahala itu bisa
disogok dengan satu malam ibadah? Artinya, dengan jarang melakukan shalat
tarawih atau shalat lainnya atau ibadah lainnya, dan hanya datang ke masjid
pada malam 27 Ramadhan itu bisa mendapatkan lailatulqadar? Jawabannya relatif. Bisa
ya, bisa tidak.
Sementara secara sudut pandang positif adalah sebagian besar
umat Muslim di Turki semangat berbondong ke masjid untuk ibadah berjamaah shalat
tarawih dengan tujuan mendapatkan lailatulqadar, meski hanya satu malam. Paling
tidak mereka masih semangat beribadah dan mengharap ridha Allah SWT. Dan kita
tidak tahu siapa saja yang mendapatkan ridha dan hidayah dari Allah.
Allah banyak memberikan hikmah kepada kita bagaimana Ia
memberikan ampunan dan kasihsayangNya kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Misalnya,
Allah memberikan hidayah kepada hambaNya yang berlumuran dosa karena ia
bertaubat dengan sebaik-baik taubat. Jadi, bisa saja, orang yang hanya sekali
shalat mendapatkan lailatulqadar tapi bisa juga bisa sebaliknya. Karena Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu.
Namun demikian, jalan yang paling baik bagi kita adalah
melaksanakan semua perintahNya dan menjauhi segala laranganNya lillahitaala atau hanya karena Allah SWT.
Dan senantiasa beristiqamah dengan semua kebaikan yang dilakukan. Dan tidak
lupa banyak berdoa untuk mengharap ridha Allah untuk mendapatkan malam seribu
bulan. Dan semoga kita mendapatkan lailatulqadar. Amin, ya, Rabbalalamin. Wallahu’alam
bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar