Si ibu pengasuh keponakan saya
mencuci beras empat liter dan memasaknya saat walimatus-safar umrah kedua kakak
saya. Namun beras
yang dimasak itu bukan beras biasa, melainkan beras ketan. Ia salah mengambil
beras yang seharusnya dimasak. Nasi sudah menjadi bubur, mungkin peribahasa ini
yang cocok untuk menggambarkan kejadian itu.
Semua orang yang membantu masak di dapur tertawa atas kejadian itu. Kok,
bisa-bisanya salah. Memang agak susah membandingkan beras ketan dan beras
biasa. Tetapi ibu saya langsung mengambil keputusan mendadak. Yaitu membeli
kelapa dan memarutnya untuk dijadikan gemblong alias uli.
Untuk membuat gemblong hanya dibutuhkan beras ketan, parutan kelapa dan
garam. Setelah kelapa diparut kemudian diaduk dengan nasi ketan yang sudah
matang dengan dicampur garam secukupnya. Semasih hangat nasi ketan itu ditumbuk
dengan pelapah dahan kelapa atau batang kayu yang sudah disesuaikan dengan
kebutuhan.
Nasi ketan yang dianggap sudah bisa disebut gemblong adalah bila ketan itu
sudah tidak lagi terlihat sebagai butiran nasi. Jika ketan itu sudah menyatu
maka kita membentuk gemblong sesuai ukuran yang diinginkan. Karena ini saat
masak bersama, maka ukuran gemblong disesuaikan dengan orang-orang yang
membantu masak di dapur. Setiap orang yang ada saat itu mendapat sepotong
gemblong ‘dadakan’.
Lebaran tahun lalu saat saya di Turki sempat diwawancara langsung via
telepon oleh wartawan Radio Republik Indonesia atau RRI di Jakarta. Sang pewawancara
bertanya sama saya apa kira-kira yang membuat saya kangen dengan lebaran di
rumah atau di Rangkasbitung. Tanpa pikir panjang dan dengan spontan saya
bilang, gembolng dan semur daging.
Bagi saya, lebaran di rumah itu bukan hanya saling memaafkan, namun juga
bisa menikmati makan gemblong bersama yang dicocol dengan semur daging. Biasanya,
gembong itu disajikan sebelum dan sesudah shalat ied. Hampir setiap lebaran menĂº
gemblong ini selalu hadir menemani keakraban suasana lebaran.
Saat ini bukan lebaran, tetapi saat saya di Rangkasbitung (meski bukan
lebaran) ibu saya selalu menghadirkan gemblong dengan sesekali
menyempurnakannya dengan membuat semur daging. Dan dilengkapi dengan teh tubruk
tanpa gula. Hangat di setiap pagi. Sebab, bahagia itu sederhana, yaitu saat
orang lain mengetahui apa yang kita inginkan tanpa kita suarakan.
0 komentar:
Posting Komentar