Sebagai orang yang pernah tinggal di Jakarta, saya ingin
mengomentari hasil Pilkada DKI jilid kedua dari hitungan cepat berbagai media
dan lembaga survey. Bagi saya, tidak penting siapa gubernurnya, yang terpenting
adalah gerakan yang nyata dari pemimpin ibukota untuk memperbaiki keadaan
Jakarta yang terus memburuk. Dan mungkin banyak yang sepikiran dengan saya,
bahwa perubahan penting bagi kehidupan.
Photo: dev.main.salsil.com |
Hingga semalam di grup BBM saya, debat antar pendukung Foke
dan Jokowi tak pernah surut. Selalu ada jargon untuk jagoan yang diusungnya. Meski
saya tidak tahu apakah mereka adalah warga Jakarta yang berhak memilih. Saya sendiri
hanya penikmat saja. Sebab KTP saya terdaftar di Rangkasbitung, Banten. Bahkan tiga
tahun ini tinggal di Ankara, Turki. Meski begitu saya selalu mengikuti
perkembangan Jakarta.
Kebutuhan Perubahan
Bagi orang-orang yang pernah menetap di Jakarta, pasti
merasakan berbagai hal yang belum terselesaikan, seperti macet, banjir,
keamanan dan kenyamanan. Kadang sebagian dari kita acuh tentang ini. Bahkan saking
macetnya, pengendara motor naik ke trotoar. Ia lupa bahwa ia telah mengambil
hak para pejalan kaki.
Di sebagian kota besar di dunia yang mirip Jakarta sudah
memiliki moda transportasi publik yang memadai. Istanbul di Turki misalnya, publik
diberikan kebebasan memilih transportasi apa yang akan ia gunakan untuk menuju
suatu tempat. Ada bus seperti busway di Jakarta yang juga berhalte. Ada dolmus
sebentuk angkot. Ada pula Metro atau kereta bawah tanah, plus tramway.
Sebenarnya Jakarta hampir memiliki itu semua. Cuma,
sepertinya pemerintah Jakarta tidak memfokuskan pada transportasi publik ini. Busway
misalnya, banyak warga yang beralih ke busway dan menyimpan mobil pribadinya di
rumahnya. Namun ketidakdisiplinan warga dan keengganan ‘turun tangan’
pemerintah menjadikan busway tidak lagi nyaman lagi.
Bahkan, ada yang lebih menarik dari busway yaitu kereta
listrik yang sekarang dinamakan Commuter Line. Banyak warga yang tinggal di
Jakarta dan sekitarnya menggunakan alat transportasi ini. Cobalah lihat di
sejumlah parkiran stasiun kereta api, banyak mobil atau motor yang dipakir dari
pagi hingga sore. Para pekerja di Jakarta yang enggan bermacet-macetan memilih
meninggalkan kendaraan pribadinya di stasiun dan kemudian menggunakan Commuter
Line.
Menurut saya, jika semua alat transportasi publik
benar-benar diperhatikan dan diperbaiki, kenyamanan bertansportasi di Jakarta
menjadi nyata. Macet memang masih ada. Tetapi paling tidak pilihan alat
transportasi dan kebutuhan perjalanan yang cepat dan tepat waktu akan hadir dan
bisa dinikmati. Kepedulian akan alat transportasi ini sudah ditunjukan Jokowi
di Solo. Dan benar, contoh nyata bisa dipercaya.
Tumbangnya Kekuatan Parpol
Sejumlah partai politik bersatu untuk mengusung Fauzi Bowo
dan Nachrowi Ramli. Bahkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang pada pilkada
DKI Jakarta 2007 adalah musuh utama Fauzi Bowo, pada pilkada putaran kedua ini
merapat ke kubu Foke Nara. Ungkapan, tidak ada lawan dan kawan abadi dalam
politik dan yang abadi adalah kepentingan, ini bisa dilihat dari Pilkada DKI
Jakarta pada tahun 2007 dan 2012.
Saya percaya bahwa semua mesin partai politik (parpol)
pengusung Foke-Nara sudah bekerja dengan sangat baik. Namun, pemilih utama
pilkada adalah seluruh warga Jakarta dan bukan warga parpol. Artinya, sehebat
apapun kekuatan partai, namun jika calon kurang mumpuni dan yang terpenting
pesan parpol tidak sampai kepada publik, maka hasilnya tidak memuaskan.
Kemenangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau
Jokowi-Ahok tidak terlepas dari ketokohan yang dimilikinya. Bisa dikatakan,
ketokohan mengungguli kekuatan parpol. Jokowi berkali-kali mendapatkan
penghargaan dari berbagai lembaga. Terakhir, sehari sebelum pencoblosan
(19/9/2012) Jokowi mendapatkan penghargaan Soegeng Sarjadi Awards on Good
Governance ke III dari Soegeng Sarjadi School of Government (SSSG) sebagai
Inspirasi Pemberdayaan Masyarakat dalam jabatannya sebagai Walikota Solo.
Kekuatan Sosial Media
Memang tidak aturan yang mengikat tentang kampanye di sosial
media (sosmed). Hingga beberapa jam sebelum pencoblosan masih banyak akun yang
mengajak untuk memilih salah satu calon gubernur. Bahkan sehari sebelum
pencoblosan perdebatan antara kedua kubu terus memanas.
Misalnya, Ulil Absar-Abdalla pada akun @ulil sebagai
pendukung Foke-Nara terus menyuarakan semua kebaikan yang ada pada Foke. Sementara
Zuhairi Misrawi yang memiliki akun @zuhairimisrawi yang pendukung Jokowi tidak
mau kalah dan terus mengungkapkan tentang perubahan Jakarta Baru yang diusung
jagoannya.
Belum lagi akun pseudonym seperti akun @TrioMacan2000 yang
selalu menyerang Jokowi dengan mengungkapkan semua kekuarangan Jokowi. Namun,
TrioMacan2000 bukan tanpa lawan, sebab akun @KartikaDjoemadi selalu menangkal
akan tuduhan yang ditujukan kepada Jokowi tersebut. Twitwar atau perang twit
selalu terjadi pada pilkada DKI Jakarta kali ini.
Dari perang twit atau perang argumen dan berita di Facebook
yang bisa kita simak, kita bisa belajar akan demokrasi yang sesungguhnya. Bahkan
perang itu begitu nyata di sosial media. Siapa memilih siapa tidak lagi menjadi
hal yang tabu. Bahkan, meski seseorang bukan sebagai tim sukses salah satu
calon, ia dengan bebas menyuarakan dan mengajak para pengguna sosmed untuk
memilih jagoannya.
Dan akhirnya Jakarta akan memiliki Gubernur Baru. Semoga Jokowi yang akan memimpin Jakarta dapat mengemban amanah dengan sebaik mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar