(Disampaikan Menjelang Taraweh bersama Masyarakat Indonesia
di Rumah Atase Pertahanan KBRI Ankara, Jumat 3 Agustus 2012)
Alhamdulillah, washshalatu ‘ala Rasulillah. Segala puji bagi
Allah yang telah memberikan nikmat iman dan Islam, hingga kita masih bisa
melaksanakan puasa yang ke-15 dan taraweh yang ke-16 yang insya Allah akan kita
laksanakan usai kultum ini. Shalawat serta salam kita berikan kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW, karena dengan cahayanya kita bisa melaksanakan
perintah Allah SWT. Pada kultum kali ini kita akan membahas tentang ‘Ikhlas’.
Kaligrafi Surat Al-Ikhlas. Photo: innomuslim.com |
Ali pun datang ke rumah sang Kyai dengan membawa sekarung
ubi. Ubi itu diterima oleh sang Kyai dan dibawanya ke dapur. Pak Kyai lalu berbincang
dengan istrinya, apa yang bisa kita berikan kepada si Ali agar tangannya tidak
kosong usai dari rumah kita, tanya Kyai kepada istrinya. Begini aja bang, ujar
sang istri, kemarin kan, ada pengusaha yang memberi kambing, kita kasih saja ke
Ali agar dipelihara dan menghasilkan menfaat yang banyak. Oh begitu, baiklah,
kata Pak Kyai.
Pak Kyai memberikan kambing itu kepada si Ali. Dan Ali pun
pulang. Di tengah jalan Ali bertemu dengan Umar. Umar bertanya perihal Ali. Dijawablah
oleh Ali dengan sejelas-jelasnya. Karena otak dagangnya jalan, Umar berpikir, kalau
saja si Ali membawa ubi mendapatkan kambing, bagaimana jika saya membawa
durian, pasti diberi lebih baik lagi.
Umar pun datang ke rumah Pak Kyai dengan tiga buah duren
yang bagus-bagus. Umar berkata kepada gurunya itu, Pak Kyai saya bawakan durian
ini, saya ikhlas, Pak Kyai. Begitu ia katakan. Pak Kyai itu menerima hadiah
dari Umar dan membawanya ke dapur.
Lantas Pak Kyai berbincang lagi sama istrinya. Neng, apa
yang kita kasih untuk si Umar ini, tanya Kyai sama istrinya. Begini aja bang,
kata istri Kyai, kambing pun sudah kita kasih ke si Ali, jadi tinggal ubi saja
yang kita punya pemberian si Ali. Jadi, kita kasih saja ubi ke si Umar, agar ia
pulang tangannya tidak kosong.
Sang Kyai pun kembali ke ruang tamu dan memberikan ubi itu
kepada Umar. Saya berikan ubi ini untuk kamu agar tangan kamu tidak kosong,
begitu Pak Kyai bilang kepada Umar. Umar pun kembali ke rumahnya dengan sangat
menyesal. Ia berpikir, mengapa saya diberi ubi sementara si Ali diberi kambing,
padahal bawaan saya lebih bernilai ketimbang bawaannya si Ali. Keluh si Umar.
Apa hikmah yang kita bisa ambil dari kisah ini. Mungkin begitulah
ikhlas tergambar oleh si Ali. Ali tak memiki tujuan apapun dalam memberikan
sesuatu kepada gurunya, sementara Umar mempunyai target dengan apa yang
diberikannya kepada Sang Kyai. Jadi, kalau kita melakukan sesuatu dengan
mengharapkan imbalan dari manusia, maka kita harus siap kecewa.
Apa itu ikhlas? Ikhlas adalah memembersihkan dari segala
kotoran, atau memurnikan dari hal-hal yang membuat tercemar. Ikhlas dalam arti
yang lebih luas adalah, mensucikan niat kita untuk menyandarkan segala sesuatu
hanya kepada Allah SWT. Sebab menurut sabda Rasulullah SAW, semua amal ibadah
manusia tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan ikhlas melaksanakannya
dan hanya mengharap ridhaNya.
Sederhananya ikhlas yang sering kita dengar adalah jika
memberikan sesuatu dengan tangan kanan, maka tangan kita kita tidak
mengetahuinya.
Imam Algazali pernah mengatakan, pada hakikatnya semua
manusia di dunia ini mati, kecuali orang yang berilmu. Orang yang berilmu pun
dianggap tidur, kecuali orang yang mengamalkan ilmunya. Dan orang yang
mengamalkan ilmunya bisa tertipu kecuali orang-orang yang ikhlas melaksanakan
amal ibadahnya atau amal perbuatannya.
Dulu, tahun 1950-an orang berhaji membutuhkan waktu 6 bulan
dengan menggunakan kapal laut. Sekarang cukup satu bulan dengan menggunakan
pesawat terbang. Ini adalah buah dari ilmu pengetahuan. Ruang dan waktu bukan
sebuah halangan lagi. Saat ini, kita bisa mengetahui seseorang di Mekkah dalam
hitungan detik setibanya ia di Mekkah, jika yang bersangkutan menuliskan statusnya
di Facebook, Twitter atau BBM-nya. Sangat simpel.
Bagaimana bisa orang berilmu dianggap tidur. Begini, banyak
dari kita yang tahu atau mendapatkan ilmu pengetahuan tapi tidak
mengamalkannya. Tidak bermanfaat. Jadi disebutlah tidur. Bahkan yang
mengamalkan saja bisa tertipu, bagaimana ini? Begini, terkadang kita
mengamalkan ilmu kita karena ingin dilihat orang, jadinya riya. Dan seterusnya.
Maka, yang paling selamat di dunia dan akhirat adalah orang yang ikhlas
mengerjakan dan mengamalkan sesuatu karena Lillahita’ala,
hanya karena Allah semata.
Memang ikhlas ini sulit dilaksanakan, tak semudah yang kita
bicarakan. Tetapi paling tidak, kita berusaha mengamalkan ikhlas ini, terlebih
saat ini kita di bulan Ramadhan yang penuh rahmah, maghfirah dan itqun
minannnar. Semoga kita mendapatkan keberkahan di bulan yang suci ini. Amin, ya Rabbal’alamin.
Karena ini kultum, saya tutup sekian saja. Mohon maaf jika banyak kesalahan
karena datang dari saya pribadi, sementara jika banyak kebenaran datangnya dari
Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar