Rabu, 25 Juli 2012

Memaknai Ramadhan



(Disampaikan pada Kajian Keislaman Ibu-ibu DWP KBRI Ankara, Rabu 25 Juli 2012)

Alhamdulillah washshalatu ‘ala Rasulillah. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman dan Islam kepada kita hingga kita dapat berpuasa di hari keenam di bulan Ramadhan ini. Shalawat serta salam kita hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW, berkat cahaya beliaulah kita dapat berjalan di dalam kehidupan ini dengan terang dan tenang. Karena masih awal Ramadhan, kali ini kita membahas tentang ‘Memaknai Ramadhan’.

Selamat Datang Ramadhan. Photo: diyanet.gov.tr
Suatu ketika Nasrudin Hoja berbincang-bincang dengan hakim kota. Hakim kota, seperti umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari satu sisi saja. Hakim memulai, dengan mengatakan, “Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum dan etika, ...”

Nasrudin menukas, “Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi justru hukum lah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan.” Hakim mencoba bertaktik, “Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana yang akan dipilih?” Nasrudin menjawab seketika, “Tentu, saya memilih kekayaan.”

Hakim membalas sinis, “Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada kebijaksanaan?” Nasrudin balik bertanya, “Kalau pilihan Anda sendiri?” Hakim menjawab tegas, “Tentu, saya memilih kebijaksanaan.” Dan Nasrudin menutup, “Terbukti, semua orang memilih untuk memperoleh apa yang belum dimilikinya.”

Apa hikmah dari kisah di atas? Mungkin yang bisa kita ambil adalah bahwa manusia memiliki banyak keinginan. Memiliki banyak kebutuhan. Memiliki hawa nafsu. Bahkan, jika seseorang sudah memiliki kekayaan pun, ia akan tetap mencari dan membutuhkannya, jika tidak ada rasa syukur pada dirinya.

Lantas apa hubungannya dengan Ramadhan. Sebelum beranjak ke sana kita bahas dulu asal kara Ramadhan yang berasal dari bahasa Arab, Ramadha Yarmadhu, artinya, membakar, menyengat atau sangat panas, atau mengasah. Artinya dalam bulan Ramadhan ini kita membakar hawa nafsu kita. Kita menghentikan keinginan-keinginan kita. Kita mengasah jiwa kita untuk lebih peka.

Menurut Muhbib Adbul Wahab di Republika mengatakan ada sembilan makna penting Ramadhan. Pertama, Syahr al-Qur’an (bulan Alquran), karena pada bulan inilah Alquran pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kedua, Syahr al-Shiyam (bulan pua sa wajib). Ketiga, Syahr al-Tilawah (bulan membaca Alquran), karena pada bulan ini Jibril AS menemui Nabi SAW untuk melakukan tadarus Alquran bersama Nabi dari awal hingga akhir.

Keempat, Syahr al-Rahmah (bulan penuh limpah an rahmat dari Allah SWT). Kelima, Syahr al-Najat (bulan pembebasan dari siksa neraka). Keenam, Syahr al-’Id (bulan yang berujung/ berakhir dengan hari raya). Ketujuh, Syahr al-Judd (bulan kedermawanan), karena bulan ini umat Islam dianjurkan banyak bersedekah, terutama untuk meringankan beban fakir dan miskin. Kedelapan, Syahr al-Shabr (bulan kesabaran). Kesembilan, Syahr Allah (bulan Allah), karena di dalamnya Allah melipatgandakan pahala bagi orang berpuasa.

Firman Allah SWT tentang kewajiban berpuasa tertulis pada Surat Albaqarah [2] ayat 183-188. Terjemahan dari ayat-ayat tersebut adalah: (ayat) 183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. 


184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.

185. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.

Dari ayat tersebut di atas jelas bahwa dikatakan berpuasa memang sudah dilakukan sebelum masa Nabi Mumhammad SAW. Bahkan semenjak Nabi Adam AS puasa sudah pernah dilaksanakan. 

Menurut Fitria Andayani yang saya kutip dari Islam Digest Republika mengatakan ayat di atas tersebut menjelaskan dengan gamblang, betapa puasa adalah ibadah yang telah dikerjakan oleh umat sebelum kaum Nabi Muhammad SAW, bahkan sejak Nabi Adam as turun ke bumi.
Setelah peristiwa buah Khuldi, Nabi Adam ber taubat dan melaksanakan pua sa selama tiga hari dalam satu bulan. Puasa tersebut selanjutnya dikenal dengan nama puasa putih yang dikerjakan setiap tanggal 13,14, dan 15 bulan Islam (Hijriah). Puasa ini dikisahkan dalah HR Bukhari Muslim. “Kekasihku, Rasulullah SAW mewasiatkan kepadaku tiga perkara: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat shalat dhuha, dan shalat witir sebelum tidur.”

Di pertangahan ayat-ayat tentang puasa tertera satu ayat tentang doa, tepatnya pada ayat 186 dari Albaqarah. Di sana dengan jelas bahwa Allah mengatakan jika manusia bertanya tentang Allah, maka Allah sangat dekat. Allah akan mengabulkan doa jika manusia meminta kepada-Nya. Hal ini juga sesuai dengan sebuah hadits riwayat Tirmizi yang mengatakan, ada tiga orang yang yang doanya pasti diijabah, pertama orang berpuasa hingga ia berbuka, kedua, pemimpin yang adil, dan ketiga, orang yang didzalimi.

Tentu di bulan Ramadhan ini Allah lebih dekat dengan hambaNya. Karena dalam sebuah hadits riwayat Bukhori Muslim dikatakan, jika datang Ramadhan, maka Allah membuka pintu-pintu surga, dan menutup pintu-pintu neraka, dan mengikat para syaitan. Pertanyaanya, mengapa meski sudah dibelenggu itu syaitan tetap saja kita berbuat maksiat, misalnya?

Mungkin jawabannya adalah, karena manusia diciptakan dengan sebaik-baik ciptaan, yaitu diberi akal dan pikiran serta hati untuk memilih jalan yang benar atau yang salah. Dan juga, menurut Rasulullah, jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu yang berada dalam diri manusia. Artinya kita sehari-hari memang selalu berperang dengan diri kita, berperang dengan hawa nafsu kita.

Dalam sebuah hadits juga diriwayatkan oleh Muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”

Dari hadits di atas kita tahu bahwa hanya puasa saja yang Allah berikan pahala khusus. Mengapa? Karena orang yang berpuasa meninggalkan berbagai syahwat dan kesenangannya. Kedua, karena orang yang berpuasa hanya diketahui oleh Allah dan orang yang berpuasa itu. Di sinilah letak ujian kejujuran dan keikhlasan hanya untuk Allah. Maka balasannya hanya Allah yang Mahamengetahui.

Di akhir kajian ini, saya ingin menyampaikan, ada tiga fase dalam bulan Ramadhan, fase pertama adalah di 10 hari pertama bulan Ramadhan disebut fase Rahmah atau kasih sayang. Kedua, 10 hari kedua adalah Maghfirah atau ampunan, dan fase ketiga di 10 hari terakhir adalah Itqun minannar atau pembebasan dari api neraka. Juga di setiap Ramadhan ada bonus yang diibaratkan seperti ibadah yang lebih baik daripada 1000 bulan yaitu malam Lailatulqadar.

Semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dengan ikhlas karena Allah semata, dan juga kita dapat melaksanakan ibadah yang wajib dan sunah hingga kita mendapat derajat takwa. Di akhir kata saya memohon maaf jika banyak kesalahan karena datangnya dari saya pribadi, sementara jika banyak kebenaran itu datangnya mutlak dari Allah SWT. Wallahua'lam.

0 komentar:

Posting Komentar