Oleh Deden Mauli Darajat
Betul kata Imam Syafii bahwa dalam perjalanan kita akan
mendapatkan sanak saudara baru. Ini yang saya rasakan saat belajar di negeri
orang. Mungkin saya tidak akan berangkat ke Turki kalau saja masih berpikir
takut untuk berpisah dengan orang-orang tercinta. Karena perintah agama yang
pertama kali turun untuk membaca atau belajar, maka kangen, rindu untuk
sementara disingkirkan.
Ohya, judulnya ini soal hijrah. Hijrah asal katanya (dalam bahasa
Arab) adalah hajara yang berarti pindah. Secara istilah hijrah adalah pindahnya
suatu keadaan yang buruk menuju keadaan yang baik, syukur-syukur lebih baik. Momentum
hijrah tidak akan lepas dari tahun baru hijriyah yang jatuh pada satu muharram.
Mungkin kita semua sudah tahu bahwa asal muasal tahun
hijriah ini berasal dari kisah hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah
1433 tahun yang lalu. Dimana Nabi akhir zaman itu sudah tidak kuat lagi menahan
kerasnya perlawanan kaum kafir di Mekkah. Saking cinta kepada tanah
kelahirannya, sebenarnya Nabi enggan meninggalkan Mekkah, namun karena perintah
Allah turun, ia harus melaksanakannya.
Strategi hijrah direncanakan dengan matang. Sebagian sahabat
ada yang menjaga Nabi, ada pula yang menjadi intel atau mata-mata untuk
mengetahui keadaan Mekkah saat akan dilaksanakannya hijrah. Ini dilakukan
karena kaum kafir Mekkah sudah mengincar Nabi dan ingin membunuhnya. Ali bin
Abi Thalib yang menggantikan Nabi untuk menempati tempat tidurnya saat Nabi
berangkat hijrah. Ini dilakukan untuk mengecoh para mengincar Nabi.
Singkat kata Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Yatsrib
(nama lain dari Madinah). Rupanya kedatangan Nabi di Madinah sudah dinanti
warga Madinah yang dijuluki dengan kaum anshar. Kaum anshar berkumpul di depan
rumah masing-masing untuk menerima kedatangan Rasulullah sebagai tamu agung.
Maka kaum muhajir (sebutan bagi yang hijrah dari Mekkah) sangat terbantu oleh
kebaikan para kaum anshar. Kaum anshar dan muhajir bersatu dalam membangun
negeri yang damai di Madinah.
Begitulah singkat cerita hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah
setelah Nabi berdakwah selama 13 tahun di kota kelahirannya. Lantas, apa
hubungannya dengan hijrah a’la ibu-ibu di Ankara? Sederhananya, ibu-ibu asal
Indonesia di Ankara saat ini sedang berhijrah dalam artian yang sederhana.
Artinya para ibu-ibu di Ankara sejak Ramadhan tahun ini melaksanakan pengajian
dan kajian rutin tiap hari Rabu.
Pengajian dan kajian yang dimotori oleh ibu-ibu Darma Wanita
Persatuan (DWP) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ankara ini adalah
pengejawantahan dari perintah belajar yang tertulis dalam Quran dan Hadits.
Pengajian dan kajian ini adalah jalan untuk berhijrah dari keadaan tidak tahu
menjadi tahu. Pun kewajiban belajar itu bukan hanya diperuntukkan bagi manusia
yang berstatus siswa, pelajar atau mahasiswa. Kita semua wajib belajar dari
sejak membuka mata (lahir) hingga menutupnya (meninggal dunia).
Banyak hal yang berkesan selama saya mengikuti pengajian
ini. Yang paling berkesan adalah saat saya berangkat dan pulang dari menunaikan
ibadah haji. Di Indonesia biasanya, sebelum berangkat dan kedatangan dari
Mekkah untuk berhaji dirayakan dengan meriah. Perayaan ini sebentuk tasyakuran
dan doa bersama untuk kelancaran bagi yang melaksanakan ibadah haji dan doa
bagi yang masih menunggu panggilan.
Saat keluar bandara di Turki dari Mekkah, para keluarga yang
menunggu jemaah haji menangis tersedu sedan. Tangisan haru. Bahwa utusan
keluarganya yang berangkat ke haji bisa kembali dengan selamat ke tanah airnya.
Saya pun merasakan haru itu, meski tak ada sanak keluarga yang menunggu di
bandara. Tapi saya masih punya rekan yang senasib dengan saya.
Rasa haru ini belum usai. Saat pengajian yang waktu itu
dilaksanakan di rumah Mbak Bintari adalah puncak dari haru itu. Saya tak bisa
berkata apa-apa untuk mengungkapkannya. Mbak Bintari dan ibu-ibu DWP itu begitu
hangat saat saya bercerita tentang ibadah haji yang telah saya lakukan. Mereka
adalah keluarga besar saya di Ankara. Dari mereka pula saya belajar bahwa
semangat belajar harus terus menyala tanpa mengenal usia.
Sambung silahturahmi menambah saudara.
BalasHapusBanyak sanak semakin membuat kita kaya.
Betul Bu Tamara..amin :)
BalasHapusMakasih sudah mampir..