Sabtu, 10 Desember 2011

Hijrah Ala Ibu-Ibu Ankara


Oleh Deden Mauli Darajat

Betul kata Imam Syafii bahwa dalam perjalanan kita akan mendapatkan sanak saudara baru. Ini yang saya rasakan saat belajar di negeri orang. Mungkin saya tidak akan berangkat ke Turki kalau saja masih berpikir takut untuk berpisah dengan orang-orang tercinta. Karena perintah agama yang pertama kali turun untuk membaca atau belajar, maka kangen, rindu untuk sementara disingkirkan.

Ohya, judulnya ini soal hijrah. Hijrah asal katanya (dalam bahasa Arab) adalah hajara yang berarti pindah. Secara istilah hijrah adalah pindahnya suatu keadaan yang buruk menuju keadaan yang baik, syukur-syukur lebih baik. Momentum hijrah tidak akan lepas dari tahun baru hijriyah yang jatuh pada satu muharram.

Mungkin kita semua sudah tahu bahwa asal muasal tahun hijriah ini berasal dari kisah hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekkah ke Madinah 1433 tahun yang lalu. Dimana Nabi akhir zaman itu sudah tidak kuat lagi menahan kerasnya perlawanan kaum kafir di Mekkah. Saking cinta kepada tanah kelahirannya, sebenarnya Nabi enggan meninggalkan Mekkah, namun karena perintah Allah turun, ia harus melaksanakannya.

Strategi hijrah direncanakan dengan matang. Sebagian sahabat ada yang menjaga Nabi, ada pula yang menjadi intel atau mata-mata untuk mengetahui keadaan Mekkah saat akan dilaksanakannya hijrah. Ini dilakukan karena kaum kafir Mekkah sudah mengincar Nabi dan ingin membunuhnya. Ali bin Abi Thalib yang menggantikan Nabi untuk menempati tempat tidurnya saat Nabi berangkat hijrah. Ini dilakukan untuk mengecoh para mengincar Nabi.

Singkat kata Nabi Muhammad SAW akhirnya tiba di Yatsrib (nama lain dari Madinah). Rupanya kedatangan Nabi di Madinah sudah dinanti warga Madinah yang dijuluki dengan kaum anshar. Kaum anshar berkumpul di depan rumah masing-masing untuk menerima kedatangan Rasulullah sebagai tamu agung. Maka kaum muhajir (sebutan bagi yang hijrah dari Mekkah) sangat terbantu oleh kebaikan para kaum anshar. Kaum anshar dan muhajir bersatu dalam membangun negeri yang damai di Madinah.

Begitulah singkat cerita hijrah Nabi dari Mekkah ke Madinah setelah Nabi berdakwah selama 13 tahun di kota kelahirannya. Lantas, apa hubungannya dengan hijrah a’la ibu-ibu di Ankara? Sederhananya, ibu-ibu asal Indonesia di Ankara saat ini sedang berhijrah dalam artian yang sederhana. Artinya para ibu-ibu di Ankara sejak Ramadhan tahun ini melaksanakan pengajian dan kajian rutin tiap hari Rabu.

Pengajian dan kajian yang dimotori oleh ibu-ibu Darma Wanita Persatuan (DWP) Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Ankara ini adalah pengejawantahan dari perintah belajar yang tertulis dalam Quran dan Hadits. Pengajian dan kajian ini adalah jalan untuk berhijrah dari keadaan tidak tahu menjadi tahu. Pun kewajiban belajar itu bukan hanya diperuntukkan bagi manusia yang berstatus siswa, pelajar atau mahasiswa. Kita semua wajib belajar dari sejak membuka mata (lahir) hingga menutupnya (meninggal dunia).

Banyak hal yang berkesan selama saya mengikuti pengajian ini. Yang paling berkesan adalah saat saya berangkat dan pulang dari menunaikan ibadah haji. Di Indonesia biasanya, sebelum berangkat dan kedatangan dari Mekkah untuk berhaji dirayakan dengan meriah. Perayaan ini sebentuk tasyakuran dan doa bersama untuk kelancaran bagi yang melaksanakan ibadah haji dan doa bagi yang masih menunggu panggilan.

Saat keluar bandara di Turki dari Mekkah, para keluarga yang menunggu jemaah haji menangis tersedu sedan. Tangisan haru. Bahwa utusan keluarganya yang berangkat ke haji bisa kembali dengan selamat ke tanah airnya. Saya pun merasakan haru itu, meski tak ada sanak keluarga yang menunggu di bandara. Tapi saya masih punya rekan yang senasib dengan saya.

Rasa haru ini belum usai. Saat pengajian yang waktu itu dilaksanakan di rumah Mbak Bintari adalah puncak dari haru itu. Saya tak bisa berkata apa-apa untuk mengungkapkannya. Mbak Bintari dan ibu-ibu DWP itu begitu hangat saat saya bercerita tentang ibadah haji yang telah saya lakukan. Mereka adalah keluarga besar saya di Ankara. Dari mereka pula saya belajar bahwa semangat belajar harus terus menyala tanpa mengenal usia.

2 komentar:

  1. Sambung silahturahmi menambah saudara.
    Banyak sanak semakin membuat kita kaya.

    BalasHapus
  2. Betul Bu Tamara..amin :)
    Makasih sudah mampir..

    BalasHapus