Jumat, 29 Maret 2013

Yatim, Siapa Peduli?


Tadi pas shalat Jumat, sang khatib menyampaikan khutbah yang cukup menarik bagi saya. Yaitu tentang anak yatim, anak jalanan dan orang-orang yang lemah di sekitar kita. Sebelumnya sang khatib mewasiatkan tentang takwa kepada jemaah di masjid Kocatepe itu.
 
Saya berpikir, sebenarnya tidak ada manusia yang ingin dirinya sejak awal menjadi yatim. Yatim bukanlah pilihan. Ini merupakan takdir. Bahwa dia dilahirkan tanpa orang tua, tanpa ayah dan tanpa ibu. Mereka harus merelakan nasib bahwa hidup di dunia ini penuh dengan perjuangan. Karena tak punya apa-apa dan siapa-siapa.
Hidup memang terbagi menjadi dua, pilihan dan bukan pilihan. Yang bukan pilihan misalnya, kita lahir dari rahim ibu yang kita tidak mengenalnya. Atau kita hadir di dunia ini dan nanti kembali ke alam akhirat juga adalah bukan pilihan karena sudah ditakdirkan. Yang pilihan seperti kita memilih siapa teman kita, dimana kita sekolah, kita makan apa dan sebagainya.
Dan yatim termasuk dalam bukan pilihan. Jika seorang anak lahir dan memiliki ayah ibu, maka yang berkewajiban untuk menghidupi dan memberinya makan adalah kedua orangtuanya. Namun anak yatim, dia lahir dan kemudian ibu dan ayahnya meninggal dunia siapakah yang menangungnya?
 
Kalau keluarga si anak yatim dari keluarga yang mampu, maka kemungkinan besar ia diasuh dan ditanggung oleh keluarga besarnya, kalau bukan seperti apa? Ajaran Islam mengajarkan bahwa anak yatim merupakan tanggungan muslim dan mukmin. Sebab sejatinya setiap muslim adalah saudara. Sesama saudara harus saling menolong.
Dalam surat Al-Maun disebutkan bahwa, yang artinya, “1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin. 4. Maka celakalah orang yang sholat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai terhadap sholatnya, 6. yang berbuat ria, 7. dan enggan (memberikan) bantuan.
Jika kita serap maknanya maka kita sebagai muslim berkewajiban membantu anak yatim dan kurang mampu. Karena jika tidak atau enggan memberi bantuan maka kita disebut sebagai pendusta agama, naudzubillah wa nastaghfirullah.
Dan lihat kebalikannya, jika kita mencintai anak yatim dengan memberikan bantuan kepadanya, balasannya adalah surga. Seperti sabda Nabi SAW dalam haditsnya yang berbunyi, dan artinya, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau SAW mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau, serta agak merenggangkan keduanya.
Hadits ini menunjukkan besarnya keutamaan dan pahala orang yang meyantuni anak yatim, sehingga imam Bukhari mencantumkan hadits ini dalam bab: keutamaan orang yang mengasuh anak yatim. Makna hadits ini adalah orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah SAW.
Arti “menanggung anak yatim” adalah mengurusi dan memperhatikan semua keperluan hidupnya, seperti nafkah (makan dan minum), pakaian, mengasuh dan mendidiknya dengan pendidikan Islam yang benar.
Banyak anak jalanan yang tidak punya orang tua, tidak punya tempat tinggal, tidak punya sekolah dan seterusnya. Kita memang tidak bisa membantu seluruhnya. Tetapi paling tidak kita seyogianya menyisihkan rejeki kita untuk mereka. Membantu semampu kita. Syukur-syukur bisa menyekolahkan dan memberikan kehidupan yang layak.
Firman Allah dan sebuah ayat dalam Alquran menyebutkan, barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. QS. 5:32.
Pertanyaan adalah, sudahkah kita peduli akan amanah Tuhan dan memberikan sebagian rejeki yang Allah berikan kepada kita untuk anak-anak yatim, papa dan lemah itu? 

0 komentar:

Posting Komentar