Gambar: pustakaafaf.com |
Setahun terakhir ini saya suka dengan hari Rabu. Spesial
karena setiap Rabu diadakan pengajian dan kajian keislaman ibu-ibu. Saya katakan
pada ibu-ibu bahwa saya selalu menunggu hari Rabu. Kita tak bisa melawan tesis
ini, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Bahwa manusia membutuhkan manusia
lainnya.
Dan di sinilah saya berada saat ini. Di negeri antah
berantah. Adanya dunia media sosial memang membantu akan tersambungnya manusia
satu dengan yang lainnya. Namun pertemuan secara fisik adalah pertemuan yang
nyata sebagai silaturrahim, menyambung kasih sayang.
Pertemuan, apalagi yang bermanfaat adalah sebuah hal
yang kita butuhkan. Sebagai makhluk sosial kita tidak bisa melakukan semuanya
dengan sendiri. Pasti dalam segala hal yang kita lakukan ada bantuan orang
lain. Misalnya, kita bisa menulis di laptop, ada bantuan orang di sana, dimana
laptop dibuatkan orang untuk memudahkan kita menulis.
Dan bantuan itu tidak selalu tampak dengan mata. Ada
bantuan yang tak terkira dan kita tak bisa mengetahuinya yaitu bantuan doa dari
orang-orang yang tak memberi tahu bahwa mereka mendoakan kita secara diam-diam.
Apalagi jika doa itu dilakukan secara berjamaah, bersama-sama, niscaya Tuhan
segera mencatat dan mengabulkannya.
Bulan puasa tahun lalu adalah awal dari pengajian
ini. Berarti sudah setahun lebih pengajian ini berjalan. Saya banyak belajar
dari pengajian ini. Belajar tentang berbagi, belajar tentang mencari, belajar
tentang mensyukuri bahwa hidup ini adalah anugerah yang tak terbantahkan.
Dalam pengajian itu saya memang bukan siapa-siapa. Seringnya
saya menjadi pendengar sebagai pencari ilmu, hanya sesekali saja menjadi penyaji
dalam pengajian itu. Dari sini juga saya kembali membuka pelajaran yang sempat
dipelajari beberapa tahun silam. Ilmu memang akan bertambah jiga dibagikan.
Dan untuk berbagi kita terlebih dulu harus
memiliki. Maka sebelum berbagi kita mesti mencari. Dalam dunia pendidikan,
seorang guru harus memiliki persiapan sebelum ia mengajar atau mendidik.
Bahkan, di Gontor, setiap hari kita harus membuat i’dad
atau persiapan mengajar dan diserahkan kepada guru senior untuk diperiksa. Jika
kita melanggarnya siap-siap saja dapatkan hukuman.
Begitupun di sini, saya harus kembali membuka
catatan lama, atau membaca kembali beberapa literatur tentang apa yang akan
disampaikan. Terkadang saya meminta bantuan saudara saya di Indonesia untuk
mengirimkan bahan-bahan yang tidak saya dapatkan di sini.
Setiap Rabu pagi pukul 10 diadakan pengajian
terlebih dahulu, beberapa pekan lalu sudah khatam satu Alquran. Baru sejam
kemudian kajian keislaman dimulai. Yang mengisi pengajian adalah mahasiswa
pascasarjana yang belajar di Ankara.
Jika tidak ada kegiatan sekolah atau lainnya saya
selalu mengusahakan datang ke tempat pengajian yang setiap pekan digilir itu. Sebab
datang ke sekolah atau datang ke pengajian sama mulianya jika diniatkan untuk
ibadah mencari ilmu.
Dan ini yang menarik: setiap Rabu pula kami
menikmati masakan Indonesia yang langka itu. Dapat ilmu juga dapat masakan Indonesia.
Hehehe.
0 komentar:
Posting Komentar