Jumat, 07 Desember 2012

Bola dan Kita



Saya penyuka sepak bola meski saat ini jarang bermain bola. Dulu saat sekolah di SDN Komplek Multatuli setiap pekan saya selalu bermain bola di alun-alun Rangkasbitung bersama teman-teman sekelas. Bermain bola adalah cara kami untuk bersenang-senang.

Soal kalah menang itu soal lain. Itu soal sportivitas yang diajarkan guru olahraga kami. Bahwa dengan olahraga selain menyehatkan badan juga menanamkan jiwa legowo dengan menerima hasil dari sebuah pertarungan.

Saat itu sesibuk apapun belajar di sekolah, jika ada pertandingan antar kampung saya selalu berusaha menyaksikan pertandingan sepak bola itu. Lapangan desa yang tidak terawat tiba-tiba saja dirapikan dan disulap menjadi lapangan yang dilengkapi dengan gawang yang berjangkar.

Lapangan itu setiap sore di bulan Agustus dipenuhi para penonton, mulai anak kecil, pemuda-pemudi, bapak-bapak, ibu-ibu sampai kakek-nenek. Berbagai macam dagangan dijajakan di area lapangan hingga pinggir jalan.

Dan pemain bola antar kampung itu jika menang seakan menjadi pahlwan yang berjasa bagi kampungnya. Dan kami yang menonton pun selalu bercerita tentang permainan bola. Dan cerita itu tidak ada habisnya. Selalu diulang-ulang. Semua orang menjadi komentator akan pertandingan-pertandingan tahunan itu.

Tahun lalu saya menyaksikan pertandingan kualifikasi Euro 2012 antara Turki melawan Jerman di Stadiun Turk Telekom, Istanbul. Meski pada pertandingan itu Turki kalah 1-3 dari Jerman, namun orang-orang Turki yang memenuhi stadium Klub Galatasaray tetap memberikan dukungannya hingga akhir. Dan akhirnya Turki gagal menjadi peserta Euro 2012.



Selain stadiun Galatasaray yang penuh, semua kafe-kafe yang menyiarkan pertandingan itu juga dipenuhi para penonton fanatik sepakbola. Belum lagi rumah-rumah yang setia menyaksikan pahlawan negaranya memperjuangkan nama baik bangsa di kancah eropa.

Mereka tetap bangga sebab di tangan pemain timnas Turki pernah menjadi juara ketiga piala dunia 2002 melawan tuan rumah Korea Selatan. Pemain timnas Turki adalah orang-orang yang bermain di liga Turki. Ada juga bintang timnasnya yang bermain di liga Spanyol, Inggris dan negara Eropa lainnya.

Ada tiga klub besar di Turki yaitu Galatasaray, Fenerbahce dan Besiktas. Di belakang ketiga klub asal Istanbul itu ada Trabzon Spor dan Bursa Spor. Sementara klub ibukota Ankara Gucu selalu di bawah klasemen liga Turki. Di akhir musim para pendukung klub yang menjadi juara liga selalu berarak-arakan merayakan kemenangan klub tersayangnya.

Saat saya belajar bahasa di kelas, guru kami pencinta klub Galatasaray. Padahal guru kami itu perempuan. Jika dalam kelas itu kami membicarakan klub Fenerbahce maka ia marah, meski hanya becanda saja. Dan guru kami bercerita bahwa sekeluarganya mencintai klub Fenerbahce itu.

Saya selalu mengelus dada dan menarik nafas jika kami berbincang tentang persepakbolaan Indonesia. Di kancah nasional maupun internasional. Beberapa tahun terakhir kita tak pernah menjadi juara di kancah internasional.

Tidak ada yang bisa dibanggakan. Tidak ada yang bisa kami ceritakan. Dan saya takut kita lupa bagaimana rasanya menang sepakbola di kancah internasional, bahkan untuk sekecil wilayah Asean.

Adanya dualisme kepemimpian sepakbola juga liga Indonesia membuat saya tak mau membaca lagi berita buruk itu. Sampai suatu ketika ada pemain asing Diego Medieta asal Paraguay meninggal dunia disebabkan tak punya dana untuk berobat. Gajinya sebagai pesepak bola tidak dipenuhi oleh klubnya Persis Solo.

Ini merupakan pukulan telak untuk pengurus PSSI dan semua pejabat yang bertanggung jawab akan persepakbolaan Indonesia. Kericuhan dan kekacauan manajeman sepak bola Indonesia memakan korban dengan meninggalnya pemain asing di nusantara. Menyedihkan!

Kami marah dengan semua ini. Mereka para pejabat itu tidak bertanggungjawab. Mereka telah berkhianat. Mereka telah mencuri hak paling dasar yaitu hiburan dan kebanggaan kami kepada timnas Indonesia.

Dan kekacauan semua ini berakhir dengan ditetapkannya Andi Alfian Mallarangeng, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI menjadi tersangka oleh KPK karena kasus Hambalang. Semoga zaman kegelapan sepakbola akan kiamat dengan ditetapkannya menteri olahraga sebagai tersangka korupsi!

1 komentar: