Saya penyuka sepak bola meski saat ini jarang
bermain bola. Dulu saat sekolah di SDN Komplek Multatuli setiap pekan saya
selalu bermain bola di alun-alun Rangkasbitung bersama teman-teman sekelas. Bermain
bola adalah cara kami untuk bersenang-senang.
Soal kalah menang itu soal lain. Itu soal
sportivitas yang diajarkan guru olahraga kami. Bahwa dengan olahraga selain
menyehatkan badan juga menanamkan jiwa legowo dengan menerima hasil dari sebuah
pertarungan.
Saat itu sesibuk apapun belajar di sekolah, jika ada
pertandingan antar kampung saya selalu berusaha menyaksikan pertandingan sepak
bola itu. Lapangan desa yang tidak terawat tiba-tiba saja dirapikan dan disulap
menjadi lapangan yang dilengkapi dengan gawang yang berjangkar.
Lapangan itu setiap sore di bulan Agustus dipenuhi
para penonton, mulai anak kecil, pemuda-pemudi, bapak-bapak, ibu-ibu sampai
kakek-nenek. Berbagai macam dagangan dijajakan di area lapangan hingga pinggir
jalan.
Dan pemain bola antar kampung itu jika menang seakan
menjadi pahlwan yang berjasa bagi kampungnya. Dan kami yang menonton pun selalu
bercerita tentang permainan bola. Dan cerita itu tidak ada habisnya. Selalu diulang-ulang.
Semua orang menjadi komentator akan pertandingan-pertandingan tahunan itu.
Tahun lalu saya menyaksikan pertandingan kualifikasi
Euro 2012 antara Turki melawan Jerman di Stadiun Turk Telekom, Istanbul. Meski pada
pertandingan itu Turki kalah 1-3 dari Jerman, namun orang-orang Turki yang
memenuhi stadium Klub Galatasaray tetap memberikan dukungannya hingga akhir. Dan
akhirnya Turki gagal menjadi peserta Euro 2012.
Selain stadiun Galatasaray yang penuh, semua
kafe-kafe yang menyiarkan pertandingan itu juga dipenuhi para penonton fanatik
sepakbola. Belum lagi rumah-rumah yang setia menyaksikan pahlawan negaranya
memperjuangkan nama baik bangsa di kancah eropa.
Mereka tetap bangga sebab di tangan pemain timnas
Turki pernah menjadi juara ketiga piala dunia 2002 melawan tuan rumah Korea
Selatan. Pemain timnas Turki adalah orang-orang yang bermain di liga Turki. Ada
juga bintang timnasnya yang bermain di liga Spanyol, Inggris dan negara Eropa
lainnya.
Ada tiga klub besar di Turki yaitu Galatasaray,
Fenerbahce dan Besiktas. Di belakang ketiga klub asal Istanbul itu ada Trabzon
Spor dan Bursa Spor. Sementara klub ibukota Ankara Gucu selalu di bawah
klasemen liga Turki. Di akhir musim para pendukung klub yang menjadi juara liga
selalu berarak-arakan merayakan kemenangan klub tersayangnya.
Saat saya belajar bahasa di kelas, guru kami
pencinta klub Galatasaray. Padahal guru kami itu perempuan. Jika dalam kelas
itu kami membicarakan klub Fenerbahce maka ia marah, meski hanya becanda saja. Dan
guru kami bercerita bahwa sekeluarganya mencintai klub Fenerbahce itu.
Saya selalu mengelus dada dan menarik nafas jika
kami berbincang tentang persepakbolaan Indonesia. Di kancah nasional maupun
internasional. Beberapa tahun terakhir kita tak pernah menjadi juara di kancah
internasional.
Tidak ada yang bisa dibanggakan. Tidak ada yang bisa
kami ceritakan. Dan saya takut kita lupa bagaimana rasanya menang sepakbola di
kancah internasional, bahkan untuk sekecil wilayah Asean.
Adanya dualisme kepemimpian sepakbola juga liga
Indonesia membuat saya tak mau membaca lagi berita buruk itu. Sampai suatu
ketika ada pemain asing Diego Medieta asal Paraguay meninggal dunia disebabkan
tak punya dana untuk berobat. Gajinya sebagai pesepak bola tidak dipenuhi oleh
klubnya Persis Solo.
Ini merupakan pukulan telak untuk pengurus PSSI dan
semua pejabat yang bertanggung jawab akan persepakbolaan Indonesia. Kericuhan dan
kekacauan manajeman sepak bola Indonesia memakan korban dengan meninggalnya
pemain asing di nusantara. Menyedihkan!
Kami marah dengan semua ini. Mereka para pejabat itu
tidak bertanggungjawab. Mereka telah berkhianat. Mereka telah mencuri hak
paling dasar yaitu hiburan dan kebanggaan kami kepada timnas Indonesia.
Dan kekacauan semua ini berakhir dengan ditetapkannya
Andi Alfian Mallarangeng, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga RI menjadi
tersangka oleh KPK karena kasus Hambalang. Semoga zaman kegelapan sepakbola
akan kiamat dengan ditetapkannya menteri olahraga sebagai tersangka korupsi!
aa deden keren tuh di turki.
BalasHapusa kapan pulang ke rangkas