Jumat, 03 Januari 2014

Cerita dari Carita



Hari kedua di tahun 2014 ini saya bangun agak telat. Ini karena tidurnya pun sangat telat. Padahal hari sebelumnya sudah berjanji akan bersilaturahim ke rumah bibi alias uwa yang akan kedatangan anak-anak dan cucu-cucunya. Bangun pukul 10 saya ingatkan saudara kembar saya untuk menghubungi saudara sepupu kami. Rupanya mereka, sekeluarga besar, sudah jalan ke pantai Carita di Labuan, Banten.

Saya bergegas sarapan dan mandi. Begitupun Dadan, saudara kembar saya. Pukul 11.30 kami meluncur dengan sepeda motor menuju Pantai Carita. Kami mengecek di Google Maps jarak dan waktu tempuh antara rumah kami di Rangkasbitung dan Pantai Carita di Labuan, yang memakan waktu dua setengah jam sampai tiga jam.

Ternyata Google bisa salah juga. Kami tiba di Carita pukul 13.00. Satu setengah jam perjalanan dengan kecepatan tidak lebih dari 80 KM/jam. Aa Nana, saudara sepupu kami sudah menunggu di gerbang Pantai Carita Pasir Putih. Setelah memarkirkan motor, kami langsung ke pantai. Semua sudah berkumpul di sana.

Keponakan saya sudah banyak rupanya. Hahaha. Dan yang saya sadari bahwa, mereka, keponakan saya itu, cepat sekali pertumbuhannya. Dulu selulus dari Gontor tahun 2002 saya berkunjung ke Malang, kediaman kakak sepupu kami, Teh Lilis. Saat itu Igo, anak pertama Teh Lilis, masih kecil. Saat ini ia sudah kelas 3 SMK di Malang. Dan terlihat sangat dewasa dan sayang kepada kedua adiknya.

Kunjungan Teh Lilis ke Banten adalah untuk bersilaturahim, berkumpul bersama ibu, kakak, adik dan keponakan-keponakannya. Tentu juga untuk menghibur keponakannya setelah ayah mereka meninggal dunia pada lebaran lalu. Saat kabar duka cita itu saya masih berada di Ankara. Ikut sedih, kakak sepupu kami meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri, tiga orang putra putrid an dua cucu.

Tapi saya tidak melihat kesedihan mereka saat di Carita. Teh Neneng, kakak sepupu kami, yang ditinggalkan suami yang meninggal beberapa bulan lalu begitu tegar dan tabah. Mungkin ia belajar dari ibunya yang juga penyabar dan penyayang anak-anak dan keponakan-keponakannya, termasuk saya. Ibunya Teh Neneng juga ditinggalkan suaminya ketika anak ketiganya lahir di dunia di tahun 70-an awal.

Cerita dari Carita ini membuat saya sangat sadar bahwa keluarga adalah segalanya. Keluarga adalah sumber kebahagiaan. Keluarga adalah penghangat hati di saat kelu. Keluarga semacam obat bagi penyakit apapun. Keluarga adalah kunci kesuksesan. Keluarga adalah ribuan tangan yang menarik untuk tetap berdiri di saat kaki dan nasib sedang tidak bersahabat.

Teh Lilis datang dari Malang bersama ketiga anaknya, sementara suaminya tidak ikut. Ia datang hanya beberapa hari saja. Sampai liburan sekolah usai. Esok minggu ia akan kembali ke Malang, padahal Rabu kemarin baru saja tiba di Tangerang lalu ke Rangkasbitung dan jalan-jalan ke Carita. Waktu yang singkat itu digunakan untuk pelipur lara dan penguat hati. Sebab, terkadang, bukan berapa lama kita berkumpul, tapi sedekat apa perkumpulan itu walau dalam waktu yang singkat.

1 komentar:

  1. Mohon infonya gan...
    Saya ingin berangkat ke pantai Carita minggu depan.

    Saya berangkat dari stasiun Tanah Abang, rencananya sin pingin turun stasiun Rangkas Bitung, terus naik bis ke Arah Labuan terus naik angkot ke Carita.

    Tapi ada opsi lain, yaitu turun Stasiun Cilegon, terus naik angkot ke Carita.

    Mohon saran dan petunjuk teman-teman sekalian...

    Lebih lancar dan cepat manakah antara jalur Rangkas-Carita dengan Cilegon-Carita.????

    BalasHapus