Hari kedua di tahun 2014 ini saya
bangun agak telat. Ini karena tidurnya pun sangat telat. Padahal hari sebelumnya
sudah berjanji akan bersilaturahim ke rumah bibi alias uwa yang akan kedatangan
anak-anak dan cucu-cucunya. Bangun pukul 10 saya ingatkan saudara kembar saya
untuk menghubungi saudara sepupu kami. Rupanya mereka, sekeluarga besar, sudah
jalan ke pantai Carita di Labuan, Banten.
Saya bergegas sarapan dan mandi. Begitupun
Dadan, saudara kembar saya. Pukul 11.30 kami meluncur dengan sepeda motor
menuju Pantai Carita. Kami mengecek di Google Maps jarak dan waktu tempuh
antara rumah kami di Rangkasbitung dan Pantai Carita di Labuan, yang memakan
waktu dua setengah jam sampai tiga jam.
Ternyata Google bisa salah juga. Kami
tiba di Carita pukul 13.00. Satu setengah jam perjalanan dengan kecepatan tidak
lebih dari 80 KM/jam. Aa Nana, saudara sepupu kami sudah menunggu di gerbang
Pantai Carita Pasir Putih. Setelah memarkirkan motor, kami langsung ke pantai. Semua
sudah berkumpul di sana.
Keponakan saya sudah banyak
rupanya. Hahaha. Dan yang saya sadari bahwa, mereka, keponakan saya itu, cepat
sekali pertumbuhannya. Dulu selulus dari Gontor tahun 2002 saya berkunjung ke
Malang, kediaman kakak sepupu kami, Teh Lilis. Saat itu Igo, anak pertama Teh Lilis,
masih kecil. Saat ini ia sudah kelas 3 SMK di Malang. Dan terlihat sangat
dewasa dan sayang kepada kedua adiknya.
Kunjungan Teh Lilis ke Banten
adalah untuk bersilaturahim, berkumpul bersama ibu, kakak, adik dan
keponakan-keponakannya. Tentu juga untuk menghibur keponakannya setelah ayah
mereka meninggal dunia pada lebaran lalu. Saat kabar duka cita itu saya masih
berada di Ankara. Ikut sedih, kakak sepupu kami meninggal dunia dengan
meninggalkan seorang istri, tiga orang putra putrid an dua cucu.
Tapi saya tidak melihat kesedihan
mereka saat di Carita. Teh Neneng, kakak sepupu kami, yang ditinggalkan suami
yang meninggal beberapa bulan lalu begitu tegar dan tabah. Mungkin ia belajar
dari ibunya yang juga penyabar dan penyayang anak-anak dan
keponakan-keponakannya, termasuk saya. Ibunya Teh Neneng juga ditinggalkan
suaminya ketika anak ketiganya lahir di dunia di tahun 70-an awal.
Cerita dari Carita ini membuat
saya sangat sadar bahwa keluarga adalah segalanya. Keluarga adalah sumber
kebahagiaan. Keluarga adalah penghangat hati di saat kelu. Keluarga semacam
obat bagi penyakit apapun. Keluarga adalah kunci kesuksesan. Keluarga adalah
ribuan tangan yang menarik untuk tetap berdiri di saat kaki dan nasib sedang
tidak bersahabat.
Teh Lilis datang dari Malang
bersama ketiga anaknya, sementara suaminya tidak ikut. Ia datang hanya beberapa
hari saja. Sampai liburan sekolah usai. Esok minggu ia akan kembali ke Malang,
padahal Rabu kemarin baru saja tiba di Tangerang lalu ke Rangkasbitung dan
jalan-jalan ke Carita. Waktu yang singkat itu digunakan untuk pelipur lara dan
penguat hati. Sebab, terkadang, bukan berapa lama kita berkumpul, tapi sedekat
apa perkumpulan itu walau dalam waktu yang singkat.
Mohon infonya gan...
BalasHapusSaya ingin berangkat ke pantai Carita minggu depan.
Saya berangkat dari stasiun Tanah Abang, rencananya sin pingin turun stasiun Rangkas Bitung, terus naik bis ke Arah Labuan terus naik angkot ke Carita.
Tapi ada opsi lain, yaitu turun Stasiun Cilegon, terus naik angkot ke Carita.
Mohon saran dan petunjuk teman-teman sekalian...
Lebih lancar dan cepat manakah antara jalur Rangkas-Carita dengan Cilegon-Carita.????