Rabu, 04 Juli 2012

Istiqamah, Penguat Hati


Oleh Deden Mauli Darajat 


(Disampaikan pada Kajian Keislaman Ibu-ibu DWP KBRI Ankara, Rabu, 4 Juli 2012)

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah washalatu ‘ala Rasulillah. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Istiqamah. Jujur saja, materi istiqamah ini merupakan materi yang sulit dilaksanakan, karena ia membutuhkan keteguhan hati, keyakinan, latihan dan pengorbanan.

Ada sebuah kisah pada zaman Nabi SAW. Seorang miskin yang bernama Tsa’labah bin Khatib al-Anshari yang rajin shalat berjamaah lima waktu di masjid yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW. Namun, ada yang ganjil saat ia melaksanakan shalat berjamaah. Tsa’labah tidak mengikuti wirid dan zikir usai shalat berjamaah. Ia langsung pulang.

I
Ilustrasi
Prilaku Tsa’labah ini dipertanyakan oleh Rasul. Wahai Tsa’labah, tanya Rasul, mengapa engkau tidak mengikuti wirid dan zikir setelah shalat berjamaah? Apa engkau pikir wirid dan zikir itu tidak penting? Tsa’labah menjawab, bukannya wirid dan zikir itu tidak penting, ya, Rasul. Namun, ujarnya, saya ini orang miskin yang hanya memiliki satu sarung. Dan sarung ini juga dipakai untuk istri saya. Jika saya ikut wirid dan zikir, niscaya istri saya tidak melaksanakan shalat karena waktunya habis.

Ohya Rasul, Tanya Tsa’labah, engkau kan Rasul Allah. Iya, jawab Rasul. Terus?. Karena engkau Rasul, maka doa yang engkau panjatkan ini didengar dan dijawab oleh Allah. Maka, doakan saya agar saya kaya dan bisa beli sarung. Agar saya juga bisa shalat dengan khusu’. Lebih dari itu, jika saya kaya maka saya akan menyedekahkan kekayaan saya kepada orang yang tidak mampu, janji Tsa’labah.

Rasulullah menjawab, kamu tahu siapakah tauladan dalam agama Islam,? tanya Rasul. Iya, jawab Tsa’labah. Apakah, tanya Rasul, saya ini kaya? Tidak, ya Rasul, jawab Tsa’labah. Jika demikian, pulanglah engkau ke rumahmu. Maka Tsa’labah pun pulang.

Beberapa hari kemudian, Tsa’labah tetap dengan kegiatannya. Yaitu shalat berjamaah dan langsung pulang ke rumah tanpa wirid dan zikir. Rasulullah kembali bertanya, dan Tsa’labah menjawab dengan yang sama. Kali ini Tsa’labah sedikit memaksa, sudahlah, ya, Rasul, doakan saya agar kaya, agar saya bisa beribadah dengan nyaman. Akhirnya, Rasulullah pun berdoa kepada Allah agar Tsa’labah diberikan kekayaan. Doa Nabi pun dikabulkan dengan segera.

Usai Rasul berdoa, Tsa’labah pulang dan tiba-tiba memiliki kambing yang sehat dan gemuk. Kambing-kambing itu kemudian beranak dengan cepat dan banyak. Saking sibuknya dengan pekerjaan barunya yaitu menggembala kambing, ia lupa kewajiban shalatnya yang setiap lima waktu ia kerjakan berjamaah di masjid. Karena sibuk itu ia melakukan shalat sehari sekali di masjid.

Beberapa waktu kemudian Tsa’labah hanya sekali dalam seminggu berjamaah, itu pun hanya shalat Jumat. Bahkan akhirnya ia sama sekali tidak berjamaah lagi di masjid. Orang-orang bertanya, kemana Tsa’labah yang rajin itu. Jawaban mereka, Tsa’labah sibuk dengan bisnis kambing-kambingnya. Rasul mengatakan celakalah wahai Tsa’labah. Akhirnya pada zaman kekhalifahan Usman bin Affan, Tsa’labah jatuh terpuruk bangkrut. Ia kembali ke titik awal di mana ia miskin tak punya apa-apa.

Dari kisah Tsa’labah, kita bisa mengambil hikmahnya, yaitu, manusia mudah lupa dan tidak istiqamah dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Kekayaan yang dimiliki Tsa’labah merupakan ujian apakah ia kuat dan taat saat ia kaya? Jawabannya, ia terpeleset dan jatuh dalam jurang kehancuran.

Kisah kedua yaitu kisah Nabi Ayyub AS. Nabi Ayyub ini merupakan nabi yang kaya dan memiliki keluarga yang sakinah dan dikaruniai anak-anak yang shalih dan shalihah. Namun, iblis melihat ini sebagai hal yang biasa dan ia mempertanyakannya. Sebab Nabi Ayyub kaya maka ia taat kepada Allah, pikir Iblis.

Iblis pun mengadu kepada Allah. Wahai Allah, saya tidak yakin dengan ketaatan Ayyub kepadaMu. Allah menjawab bahwa Allah yakin akan ketaatan dan keikhlasan hambaNya itu. Iblis ngotot tetap ingin membuktikan ketaatan Ayyub. Akhirnya Allah mengijinkan iblis untuk menguji ketaatan Ayyub.

Maka, tiba-tiba Ayyub menjadi miskin. Hartanya hilang. Anak-anaknya meninggal. Iblis bertanya kepada Ayyub, wahai Ayyub, kamu sekarang miskin dan anak-anakmu pun sudah tiada. Ayyub menjawab, alhamdulillah, Allah memberikan rezeki kepada saya dan Ia mengambilnya kembali. Iblis tak puas dengan itu. Ayyub pun jatuh sakit dengan borok di sekujur tubuhnya. Ayyub diasingkan dan tinggal dalam gua di daerah Sanli Urfa, sebelah timur Turki. Namun ia tetap sabar dan tabah. Ia tetap melaksanakan kewajibannya.

Hingga suatu hari, istrinya yang sabar pun meninggalkannya. Di puncak cobaan itu Ayyub berdoa agar Allah menyembuhkannya. Sesuai dengan perintah Allah, Ayyub mandi dengan air sumur yang berada di dekat gua tempat pengasingannya. Usai mandi, ia kembali normal. Hampir semua orang yang mengenalnya pangling. Kemudian istrinya kembali ke dalam pelukan Ayyub. Dan ia pun dikaruniai kekayaan yang melimpah dan anak-anak yang shalih dan shalihah karena keistiqamahan yang dilakukannya.

Kisah Nabi Ayyub mengajarkan kita akan istiqamah yang tak mengenal cuaca. Istiqamah secara bahasa berarti lurus dan rata. Namun istiqamah memiliki makna yang sangat dalam sehingga ketika ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, ajarilah aku tentang Islam yang aku tidak akan menanyakan ini lagi kepadamu?”. Maka Rasul pun menjawab “Berislamlah, berbuat baiklah lalu istiqomah”.

Allah berfirman dalam Alquran surat Fushshilat (41) ayat 30, yang artinya: Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.

Ada beberapa keistimewaan istiqamah: Pertama, malaikat akan melindungi orang yang beristiqamah. Kedua, orang yang beristiqamah akan mendapatkan cinta Allah SWT. Ketiga, dengan beristiqamah, maka ia akan tercegah dari perbuatan munkar. Dan keempat, jika ia beristiqamah dan satu kali tidak melaksanakannya karena sakit atau dalam perjalanan, maka pahalanya tetap dicatat seperti ia melaksanakan amalan rutinnya.

Sebenarnya kita sering membaca tentang istiqamah dalam surat Alfatihah setiap hari sebanyak 17 kali dalam shalat wajib lima waktu. Ayat keenam dan ketujuh dari surat Alfatihah itu menunjukan tentang istiqamah. Arti dari kedua ayat itu adalah, “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. “(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.

Sekarang, bagaimana kita dapat meraih istiqamah. Ada 7 hal agar kita meraihnya, yaitu, pertama, memahami dan mengamalkan kedua kalimat syahadat. Kedua, membaca Alquran, menghayati dan merenungkannya. Ketiga, berkumpul dengan orang-orang yang shaleh/shalehah. Keempat, berdoa kepada Allah agar kita tetap beristiqamah di jalanNya. Kelima, membaca kisah para Rasulullah, Sahabat dan Ulama. Keenam, selalu bertaubat dan beristighfar. Ketujuh, memilih amalan yang sanggup dilakukan secara rutin.

Sebuah hadits Muslim menyabdakan, seseorang tidak akan selamat dari perbuatannya, meskipun perbuatan itu baik. Begitu Rasul berkata demikian, maka terkejutlah para sahabat, para sahabat bertanya: Apakah termasuk Engkau yaa Rasulallah? Rasul menjawab “Ya”.

Semakin bingunglah para sahabat, bagaimana seorang kekasih Allah, tidak bisa menyelamatkan dirinya dengan semua perbuatannya.  Selanjutnya Rasul bersabda, Kecuali Allah memaafkan dosa-dosa kami dengan Rahmat Nya. Lha, ya, itu engkau ya, Rasulallah, lalu yang seperti kami ini bagaimana Rasulallah? Lalu Rasul diam sejenak, kemudian bersabda, Tetapi, tepat-tepatkanlah.

Apanya yang ‘ditepatkan’ dalam tepat-tepatkanlah? Di sinilah beberapa penafsiran, di antaranya; menepatkan niat kita tetap Lillah (karena Allah semata), menapatkan semua apa yang kita kerjakan seluruhnya Lillah. Dan di sinilah arti istiqomah. Semoga kita dapat melaksanakan perintah dan larangan Allah dengan istiqamah. Amin, ya, Rabbal'alamin.

Demikian pemaparan tentang Istiqamah. Semoga bermanfaat. Bila ada kesalahan datangnya dari saya pribadi yang fakir. Dan kebenaran mutlak datangnya dari Allah SWT. Wallahu ‘alam bishshawab.

2 komentar:

  1. mantap kali tausiyahnya p kyai deden
    terimakasih ya p kyai

    BalasHapus
  2. makasih mas susanto. eh apa kabarnya nih? masih di india kah?

    BalasHapus