Banyak sekali guru yang menginspirasi saya, pertama kali adalah ibu dan
ayah saya. Ibu saya adalah guru pertama saya. Ia mengajarkan membaca, menulis,
berhitung alias calistung, yang berefek bagi saya untuk menyukai Matematika dan
Bahasa Indonesia sampai sekarang.
Dan yang terpenting adalah ia mengajarkan
kepada saya membaca Alquran, kejujuran dan sopan santun yang menjadi penuntun
hidup bagi saya sampai saat ini. Bapak saya adalah guru kehidupan tentang
sebuah kesabaran dan keuletan.
Suatu ketika saat saya dan saudara kembar saya pulang kampung saat liburan
akhir tahun kelas tiga di Pondok Modern Gontor (setara kelas 3 SMP), kami ingin
sekali menikmati tontonan sebuah televisi. Sayangnya tipi di rumah kami rusak.
Saudara kembar saya ngambek dan merengek ke ibu saya agar tipi diservis atau
beli yang baru. Saya hanya diam mengamini celoteh saudara kembar saya waktu
itu. Dan saya merasa berdosa sekali waktu itu. Maafkanlah ibu.
Lantas ibu saya bilang, dengan kata-katanya yang datang dari hati yang
terdalam, seingat saya begini ia ucapkan, "Dadan, Deden, bukannya Mamah
(sebutan untuk ibu kami di rumah) tidak mau membelikan tipi baru buat kalian,
tetapi bagi mamah, kesuksesan sekolah kalian lebih berarti dari segala hal
apapun. Perlu kalian ketahui, uang Apa (sebutan untuk bapak kami di rumah) dan
Mamah habis untuk menyekolahkan kalian berdua ditambah dua kakak kalian,"
ucapnya sembari airmata menetes di pipinya.
Tak terasa air mata kami pun tumpah seketika. Tak ada drama. Saya dan
saudara kembar saya pun menangis bersalah. Dan kami juga menangis tentang
sebuah syukur bahwa kami memiliki ibu yang sangat baik. Tentu sangat baik.
Sebagai
guru SD waktu itu, ia paham bagaimana tentang tontonan tipi yang tidak atau
jarang mendidik itu. Jadi, jika ingin kami menonton, kami datang ke rumah tetangga
hanya untuk menonton tipi. Keinginan menonton tipi di rumah ini beralasan,
sebab di Gontor pun kami tidak bisa menonton tipi. Hanya fokus untuk belajar.
Selain kesederhanaan, ibu kami juga mengajarkan tentang disiplin. Setiap akhir
pekan, misalnya, kami sekeluarga melaksanakan kerja bakti membersihkan rumah. Ada
yang mendapat bagian membersihkan seluruh jendela rumah. Ada yang bertugas
menyapu halaman. Ada yang bertugas mengepel lantai, dan yang lainnya.
Atau
sebuah peraturan lainnya, misalnya, tak boleh bolos sekolah tanpa alasan. Saat kami
SD ada di antara kami dihukum dengan harus mendekam di kamar, tidak boleh
keluar sama sekali, hingga berjanji untuk tidak bolos kelas lagi. Karena hukuman
itu akhirnya ia masuk kelas dan lulus dari sekolah agama.
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar