(Catatan Perjalan Haji
Bagian-6)
Udara sejuk dari kipas
angin di pelataran Masjidil Haram mengeringkan keringat kami usai thawaf. Di
pelataran itu kami berbincang banyak hal. Maklum, jarang kami bertemu.
Terhitung sejak 2008
kami berpisah, lima kali kami bertemu di
negara-negara yang berbeda. Yaitu Turki, Mesir, Inggris, Iran dan Arab
Saudi. Sekalinya bertemu sejam dua jam tak cukup kami berbincang.
Hari itu hari ke-12
Dzulhijjah, usai semua kewajiban berhaji ditunaikan. Masjidil Haram disulap
menjadi lautan manusia yang beribadah hanya kepada Allah SWT.
Saya berangkat haji
dari Turki dengan menggunakan travel haji Turki di Ankara. Sementara dia
melaksanakan haji di sela kesibukannya melayani jemaah haji di dalam pesawat
Saudi Arabian Airlines selama musim haji.
Saat kedatangan saya ke
bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, ia ingin menjemputku. namun, disebabkan
terminal haji yang jauh dari terminal umum, juga begitu luasnya, kami tak bisa
bertemu.
Mengirim pesan pendek
atau sms dan telepon tetap kami lakukan mesti tak bertatap muka. Karena ia
selalu ada kesibukan di tempat kerjanya. Kami memang sama-sama kangen.
Akhirnya kami
dipertemukan di padang Arafah. Ia berkemah bersama rombongan haji Indonesia
yang bermukim di Arab Saudi. Sementara saya berkemah dengan rombongan Turki.
Usai pertemuan itu saya hampir ketinggalan bus rombongan Turki. Ya, karena lupa
waktu kalau sudah ngobrol.
Setelah pertemuan di
Arafah kami jadi sering bertemu hingga tanggal 12 Dulhijjah malam, karena ia
mesti kembali ke Jeddah untuk bertugas. Dan saya masih di Mekkah beberapa hari
sebelum ke Madinah dan kembali ke Ankara.
Saya dan ia terlahir
kembar. Ia lahir terlebih dahulu disusul kemudian saya. Hanya berselang 15
menit. Selulus sekolah tingkat pertama kami selalu berbeda sekolah. Ia
misalnya, kuliah S1 di Tasikmalaya sementara saya di Jakarta. Pun sekolah S2,
ia di Iran dan saya di Turki.
Kalau tidak salah,
tujuh tahun lalu dalam tidur saya bermimpi sedang duduk di pelataran Masjidil
Haram sembari berbincang bersama saudara kembar saya itu. Rupanya mimpi itu
benar adanya. Meski kami harus menunggu.
0 komentar:
Posting Komentar