Selasa, 06 Desember 2011

Pertemuan dalam Mimpi


(Catatan Perjalan Haji Bagian-6)

Udara sejuk dari kipas angin di pelataran Masjidil Haram mengeringkan keringat kami usai thawaf. Di pelataran itu kami berbincang banyak hal. Maklum, jarang kami bertemu.

Terhitung sejak 2008 kami berpisah, lima kali kami bertemu di  negara-negara yang berbeda. Yaitu Turki, Mesir, Inggris, Iran dan Arab Saudi. Sekalinya bertemu sejam dua jam tak cukup kami berbincang.

Hari itu hari ke-12 Dzulhijjah, usai semua kewajiban berhaji ditunaikan. Masjidil Haram disulap menjadi lautan manusia yang beribadah hanya kepada Allah SWT.

Saya berangkat haji dari Turki dengan menggunakan travel haji Turki di Ankara. Sementara dia melaksanakan haji di sela kesibukannya melayani jemaah haji di dalam pesawat Saudi Arabian Airlines selama musim haji.

Saat kedatangan saya ke bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, ia ingin menjemputku. namun, disebabkan terminal haji yang jauh dari terminal umum, juga begitu luasnya, kami tak bisa bertemu.

Mengirim pesan pendek atau sms dan telepon tetap kami lakukan mesti tak bertatap muka. Karena ia selalu ada kesibukan di tempat kerjanya. Kami memang sama-sama kangen.

Akhirnya kami dipertemukan di padang Arafah. Ia berkemah bersama rombongan haji Indonesia yang bermukim di Arab Saudi. Sementara saya berkemah dengan rombongan Turki. Usai pertemuan itu saya hampir ketinggalan bus rombongan Turki. Ya, karena lupa waktu kalau sudah ngobrol.

Setelah pertemuan di Arafah kami jadi sering bertemu hingga tanggal 12 Dulhijjah malam, karena ia mesti kembali ke Jeddah untuk bertugas. Dan saya masih di Mekkah beberapa hari sebelum ke Madinah dan kembali ke Ankara.

Saya dan ia terlahir kembar. Ia lahir terlebih dahulu disusul kemudian saya. Hanya berselang 15 menit. Selulus sekolah tingkat pertama kami selalu berbeda sekolah. Ia misalnya, kuliah S1 di Tasikmalaya sementara saya di Jakarta. Pun sekolah S2, ia di Iran dan saya di Turki.

Kalau tidak salah, tujuh tahun lalu dalam tidur saya bermimpi sedang duduk di pelataran Masjidil Haram sembari berbincang bersama saudara kembar saya itu. Rupanya mimpi itu benar adanya. Meski kami harus menunggu.

0 komentar:

Posting Komentar